Dalam sekejap Alsava langsung memberikan ekspresi tidak bersahabat, dia lipat tangannya di dada lalu menatap Faren dari atas sampai bawah. Wajah Alsava memerah, Ivy, Dira, dan Kin sudah tahu bencana apa yang akan terjadi jika gelagat wajah Alsava sudah berubah bagaikan badai puting beliung itu.
"Enggak! Lo enggak boleh duduk di sini!" gentak Alsava begitu Faren memutar bola mata malas lalu menaruh tas di atas meja tanpa memedulikan raut tidak enak dipandang yang terpampang di wajah Alsava.
Faren menaikkan sebelah alisnya lagi, ia tatap Alsava yang masih berdiri sambil melipatkan tangannya di dada itu. "Kenapa enggak boleh? Ini bangku milik sekolah bukan milik lo!"
Alsava berdecak lalu langsung berkacak pinggang, sementara Feren dengan santainya malah duduk di bangku kosong yang letaknya tentu saja di samping Alsava.
Kin, Dira, dan Ivy saling bermain mata, bicara tanpa suara. Sampai akhirnya Raka datang. Orang yang pertama kali Raka pandang tentu saja Alsava, sebab dari tadi Alsava-lah yang belum menampakkan diri.
"Gue kira lo enggak masuk di hari pertama masuk sekolah, Al," ucap Raka.
"Ka, selama ini, kan, selalu lo yang berbaik hati sama gue, gimana kalau kita duduk berdua aja dan si Kunyuk ini duduk sama Kin?" tanya Alsava tanpa memedulikan apa yang Raka katakan sebelumnya.
Merasa dipanggil dengan nama tidak senonoh Faren yang sudah menumpukan kepala di meja langsung mendongak. "Lo panggil gue apa tadi?"
"Kunyuk? Kenapa? Perlu gue eja?"
"Gue sih enggak keberatan duduk sama lo, cuma si Kin ini yang enggak bisa jauh dari gue," sambar Raka.
"Haish ... nyampah banget," gerutu Faren sebelum akhirnya menumpukan kepala di meja kembali.
"Siapa yang lo bilang sampah, hah? Lo tuh yang sampah, sampah masyarakat yang harus dibumi hanguskan!" Nada suara Alsava naik satu oktaf. Yang tadinya kelas ramai tiba-tiba sepi.
Alsava menatap sekitar, ternyata mereka—teman sekelasnya—sedang menatap ke arah ia. Seketika ia gugup, tapi karena gengsi jika ketahuan gugup di hadangan Faren, sebisa mungkin ia tutupi kegugupannya itu.
"Udah nikmatin aja, Al, gue sama Ivy ke depan, ya, selamat menikmati masa SMA, Alsava Calandra," ucap Dira seraya menarik lengan Ivy untuk segera duduk di kursi mereka.
Alsava menoleh ke arah Raka dan Kin, berharap mereka mengasihani. Namun kenyataannya, Kin langsung duduk di tempat dan Raka langsung telentang di atas meja. Ketua kelas krisis akhlak memang.
"Kambing lo semua," gerutu Alsava.
Diam-diam Faren tersenyum kecil, ia merasa terganggu tapi saat dilihat-lihat lucu juga tingkahnya.
"Mimpi apa gue semalam," gerutu Alsava seraya merogoh tasnya, mencari keberadaan handphone tercinta. Sambil menunggu guru masuk kembali, ada baiknya ia gunakan waktu luang untuk berhalu ria dengan membaca novel di platform online.
***
Tepat saat bel istirahat tiba, Alsava langsung bangkit dengan wajah penuh binar bahagia. Bertemu dengan makanan, keluar dari kelas, bebas berekspresi, adalah harapannya sejak tadi. Kelas terasa pengap kali ini.
Ia menoleh ke samping, makhluk astral itu ternyata belum bangun juga sejak tadi. Ia rasa, saat berangkat sekolah tadi, makhluk ini membaca doa tidur bukan doa keluar rumah untuk belajar di sekolah. Ia hanya menggelengkan kepala sambil merapikan alat tulisnya.
Ivy menyentuh lengan Alsava pelan lalu berkata, "Abang lo nyariin di depan."
"Abang yang mana?"
"Bang Darel."
Alsava terdiam sesaat, mengingat-ingat apakah ia melakukan kesalahan atau tidak sampai abangnya harus menghampiri ke kelas di jam istirahat awal seperti ini. Tanpa basa-basi lagi Alsava langsung bergegas menghampiri Darel.
"Ada apa, Bang?" tanya Alsava saat melihat punggung abangnya di depan pintu.
Anak-anak satu kelasnya yang sedang berlalu-lalang ke luar kelas langsung berbisik. Mungkin mereka belum tahu kalau Alsava dengan Darel sepasang kakak-beradik.
Darel menarik ujung kerudung Alsava pelan. Dia ini memang hobby menggoda adiknya, tapi rasa sayangnya tidak terhingga. "Bang Dareen suruh gue tanya keadaan lo, tadi habis dijemur lama ada keluhan, enggak?"
Alsava tersipu, ternyata abangnya yang super nyebelin pun punya perhatian yang tinggi. Ia menggeleng.
"Kalau ada yang ganggu lo, bilang aja sama gue, kelas gue di lantai dua tepat di atas kelas lo, tinggal teriak aja, pasti kedengeran." Darel mengusap puncuk kepala Alsava pelan. "Yaudah gue mau ke kantin."
"Love you, Abang."
"Idih amit-amit," desis Darel.
"Dasar lo permen karet," umpat Alsava.
"Bang Darel itu good boy banget sumpah, kalau gue punya laki kayak dia bahagia tujuh turunan dah gue," ucap Ivy yang secara tiba-tiba sudah ada di samping Alsava.
"Good boy?" ulang Alsava dengan sedikit meringis.
Ivy mengangguk mantap. "Dia jago pukul, ditakutin banyak orang, tapi nurut banget sama mamanya, itu good boy idaman gue banget. Enggak kebayang kalau dia punya cewek, sebahagia apa ceweknya itu."
Alsava mendecih. "Udah nikahin aja tuh Abang gue, puyeng gue lihat dia kayak gitu terus."
"Siapa yang mau nikah?" sambar Raka.
Saat menoleh, Raka, Kin, dan Dira sudah ada di belakang.
"Noh si Ivy, katanya bosen sekolah mulu."
"Ngobrol jangan di jalan, lo kira nih pintu kelas lapak nenek moyang lo apa?"
Alsava mengangga, begitu pula teman-temannya, sementara manusia bermulut cabai kering itu langsung nerobos begitu saja.
"Dasar lo dedemit sawah!" teriak Alsava.
Faren langsung menutup telinga saat mendengar Alsava berteriak.
"Ih sumpah, lama-lama hipertensi gue."
Dira mengelus-elus punggung Alsava.
"Sabar, Nyai, inget usia," sambar Ivy.
Mata Alsava membulat. "Lo bilang gue apaan tadi?"
"Udah-udah, marah-marah mulu lo udah kayak nyai gue," celetuk Raka, "ayo Kin kita ke kantin duluan, biarin nih bocil tiga dumel sampe kenyang."
"Dih apaan, gue enggak ikut-ikutan, Miskah!" sambar Dira.
Raka langsung menarik tangan Kin untuk menjauh. Tiga teman perempuannya ini memiliki kemampuan bicara tanpa bernapas, jadi secepat mungkin mereka harus pergi sebelum para ladies itu mengeluarkan kemampuannya.
"Mana ada bodyguard pergi duluan," celetuk Ivy. Ia langsung memeluk lengan Alsava dan Dira lalu melangkah maju ke kantin, mengekori Raka dan Kin yang sudah seperti sepasang kekasih, sejak SMP mereka berdua ini memang sudah sangat akur.
Saat sampai di kantin mereka tidak bisa duduk bersama Raka dan Kin karena kapasitas tempat duduk yang tidak memadai. Untungnya mereka masih bisa bertiga.
Ivy memesan bakso super pedas, Dira memesan bakmie hambar, sementara Alsava memilih takoyaki. Mereka anteng kalau sudah berhadapan dengan makanan.
"Tau enggak, tuh cowok yang duduk sama Al, kan, adiknya ketua OSIS ganteng itu tau," ucap Dira seraya men-scroll-scroll iPhone kesayangannya. Mereka bertiga sudah menghabiskan makanannya masing-masing.