Alhasil setelah dua minggu berlalu, Edward akhirnya takluk kepadaku. Dia bahkan dengan berani menyatakan keinginannya kepada ibu, supaya segera mengesahkan hubungan kami ke jenjang yang lebih serius.
"Kamu beneran ingin bertunangan sama Eliz?" Tanya ibu memastikan.
"Aku benar-benar jatuh cinta sama Eliz, Bu. Sejak almarhumah istriku meninggal dunia, Aku belum dapat menemukan wanita yang tepat."
"Hanya anak Ibulah yang bisa buat aku dapat bangkit kembali."
"Apa ibu merestui hubungan kami?" Tanya Edward.
"Ibu sich, terserah dari Eliz saja. Siapa saja akan ibu terima asalkan bisa buat anak ibu bahagia."
"Hahaha, rasain kamu Ana!" Aku berkata dalam hati.
Tanpa Ibu dan Edward tahu, sedari tadi ada sosok perempuan yang tengah memperhatikan pembicaraan kami.
Ana bekerja sebagai pekerja pada salah satu butik kepunyaan Ibu, yang letaknya bersebelahan dengan tempat tinggal kami.
Aku sengaja meminta ibu memindahkan Ana ke sini, demi memuluskan rencanaku.
Ana mengira aku tidak memperhatikan kedatangannya.
Ana bersembunyi di balik pintu ruang tamu yang tidak kami kunci.
Lelaki yang dulunya buat aku sempat tergila-gila, merogoh kantung bajunya, Mengeluarkan sebuah cincin berlian berkilau.
"Eliz, Terimalah ini sebagai ikatan resminya hubungan kita."
Tak ingin menunggu lama, aku pun menyambut uluran tangan Edward yang memakaikan cincin itu ke jari manisku.
Ana menghentakkan kaki karena kesal. Tapi aku yakin dia tidak akan bertindak ceroboh. Perempuan itu menyadari posisinya sebagai salah satu orang kepercayaan ibu akan terancam hilang, jika berani bertindak gegabah.
Raut wajah Ana berubah merah padam. Wanita itu pasti sedang menyimpan ribuan rasa kesa kepadaku dan Edward.
"Rasain kamu Ana!"
"Ibu, Edward, kepalaku mendadak terasa sakit. Aku ingin beristirahat dulu."
"Apa perlu ibu panggilkan dokter ke sini?" Tanya Ibu.
"Tidak usah, Ibu. Eliz baik-baik saja. Mungkin hanya kecapean. Kemarin tidur jelang pagi."
Setelah aku beranjak ke dalam, Ibu juga pamit keluar ingin mengunjungi salah satu cabang rumah makan, yang letaknya di luar kota.
"Kalau bisa kamu temani Eliz. Ibu mungkin akan pulang esok hari," titah Ibu.
"Siap, Ibu."
Waktu yang aku nantikan pun tiba. Aku ingin menyaksikan pertengkaran dua sejoli secara langsung.
Aku yakin tak akan lama Ana pasti mengajak Edward adu argumen.
Plakkk
Sebuah tamparan melayang ke wajah handsome milik Edward.
"Apa apaan ini, Ana?"
"Kenapa kau menamparku?"
"Apa salahku?" Edward marah tak terima atas perlakuan Ana.
"Dasar lelaki tak tahu diri,"
"Kamu berniat melepaskanku begitu saja, Hah?"
"Kamu ingin melepas diri, setelah semua pengorbananku termasuk mengkhianati istrimu."
"Aku bisa jelaskan, Ana."
"Plise jangan marah seperti ini," pinta Edward berusaha membujuk.
"Aku sudah melihat semuanya."
"Kamu melamar Eliz pakai cincin yang telah lama aku idamkan!" Cetus Ana berang.
"Aku sudah merekam percakapan kalian tadi."
Ana kemudian memutar rekaman pembicaraan, tentang pertunangan antara aku dan Edward.
"Sekarang kamu mau berbohong bagaimana lagi?"
"Ayo jawab, Edward...."
"Jangan hanya diam saja!"
"Sssttt, Jangan keraskan suaramu. Orang lain akan mendengarkan. Kita akan bahas ini besok setelah ibu kembali dari luar kota."
Wah, Sungguh kasihan kamu Ana. Aku sungguh bahagia melihatmu meneteskan air mata.
Anggap saja ini sebagai kompensasi karena kamu sudah berbuat jahat kepadaku.
Jelang malam bulan sabit kedua, aku kedatangan tamu istimewa yakni pan Jasper.
"Gimana kabar kamu, Eliz palsu?"
"Aku baik-baik saja, paman."
"Kok paman baru datang sekarang?"
"Jadwal kedatanganku hanya saat planet bumi tidak disinari cahaya bulan."
"Jadi kapan rencana bawa
Ana ke planet sana?" Tanya paman.
"Jangan dulu Paman. Aku masih ingin sedikit bermain-main dengan Ana."
"Aku ingin dia menangis darah, sebelum kita mengirimkan kepada pangeran kegelapan."
"Oh, ya, Eliz. Ini ada titipan dari bunda ratu buat kamu."
"Apa ini, Paman?"
"Ramuan khusus untuk daya tarik kamu."
"Di pakai jelang tengah malam. Ingat jangan sampai kamu lupa!"
Usai memberi titipan bunda ratu, paman segera kembali ke alam tak kasat mata.
Tok tok tok.
Daun pintu kamarku diketuk berulangkali tanpa jeda.
"Eliz sayang, maaf mengganggumu. Apa kamu masih tidur?"
Apaan Edward ini ganggu acara istrirahatku saja.!
Aku sedang malas menanggapi Edward. Malam ini biarlah dia bersama Ana. Aku sengaja berikan kesempatan kepada mereka berdua, mengakhiri hubungan dengan cara mereka sendiri.
Tringgg.
Ponselku berbunyi tanda notifikasi pesan masuk. Chat masuk dari Pangeran Mars.
(Serenety , Apa bisa aku minta tolong?)
Hemm, Ada apa ya, Sampai pria sekaya pangeran kegelapan butuh bantuanku?
(Aku ingin kamu segera pindah ke planetku.)
(Tapi bagaimana dengan rencana balas dendamku yang mulia?)
Serenety masih belum ingin secepatnya pergi dari dunia manusia. Perempuan itu pantang menyerah, sebelum keinginannya tercapai.
(Bagaimana?)
(Apa kamu tak setuju, Serenety?)
Serenety bingung entah bagaimana cara menyampaikan kepada pangeran Mars, tanpa harus menyinggung perasaan beliau.
(Beri aku waktu untuk berpikir, plise)
Send.
Pesan pun terkirim.
Serenety menunggu balasan dengan dada berdebar.
Tringgg. Ponsel kembali bergetar untuk kesekian kalinya. Terpampang foto bunda ratu pada chat yang masuk.
(Pangeran suka sama kamu, Serenety!)
(Bunda harap kamu tidak membuat kecewa dia!)
"Astaga naga, apa aku gak salah baca?" Serenety membatin.
"Kok jadi rumit seperti ini sich!" Serenety memberengut sendiri.
(Trus aku harus gimana nich, bunda?)
(Turuti saja keinginan Pangeran, coba bertemu empat mata. Pasti beliau akan carikan solusi buat kamu)
(Siap, Bunda)
Sebelum mengambil keputusan Eliz palsu terlebih dulu ingin minta pendapat paman Jasper
Perempuan muda itu beringsut turun dari ranjang. Perlahan mulai memejamkan mata, melakukan telepati dengan Jasper
"Paman, apa bisa ke sini sekarang menemuiku. Aku butuh bantuanmu."
"Aku tidak bisa, Serenety portal dimensi waktu sedang bermasalah. Besar kemungkinan akan selesai diperbaiki esok hari."
"Ya, udah. Aku berharap paman bisa secepatnya temui aku."
"Chat saja Serenety."
Tak menunggu lama Serenety pun mengetik rangkaian kalimat. Cerita tentang permintaan dari Pangeran dan bunda ratu.
(Sudah aku duga sebelumnya. Pangeran ternyata jatuh cinta sama kamu, Serenety.)
(Jadi, aku baiknya harus bagaimana?)
(Temui saja dulu dia, Serenety. Seperti arahan dari bunda ratu)
Serenety mendadak jadi badmood, dia putuskan keluar mencari angin segar. mengenakan setelan jins dan kaos lengan panjang. Dilengkapi jaket menambah sempurna pesona Eliz palsu.
(Cie cie yang lagi galau)
"Apaan sich. Dasar si paman Jasper ada-ada saja kerjaannya."
Baru saja beberapa langkah keluar dari rumah, Eliz palsu kembali dihadapkan dengan pemandangan yang buat perempuan itu bertambah kian kesal.
Ana menangis dalam dekapan Edward.
"Woi bisa nggak bermesraannya jangan di sini!" Seru Eliz palsu dengan tatapan mendelik tajam.
Edward dan Ana yang tertangkap basah sedang berduaan, sontak berdiri dengan raut wajah pias.