Serenity berdiri terpekur di depan balkon kamarnya. Perempuan itu menatap ke arah bawah kastil kuno ini.
Sekeliling kastil nampak gelap temaram, dengan pembatas gerbang tinggi menjulang seolah tinggi tanpa batas.
Sudah berhari-hari lamanya ia berdiam diri di sini. Tanpa melakukan apa pun. Serenity sungguh rindu kembali ke dunia manusia menghabiskan malam di Bourbon Street, New Orleans, Louisiana.
Tengah asyik di alam khayalan, Serenity dikejutkan oleh hembusan napas milik seseorang.
Ketika ia hendak membalikkan badan, ia dikejutkan oleh sosok pangeran yang telah memeluk tubuhnya dari arah belakang dengan penuh kerinduan.
"Aku rindu kamu, Serenity."
"Tolong jangan jauh dariku."
Serenity hanya diam mematung menerima perlakuan pangeran Erky.
Sungguh Serenity masih bingung dalam menentukan sikap. Sementara itu karena merasa mendapatkan angin segar, pangeran Erky bergerak semakin liar tidak terkendali.
Rasa rindu membuat pangeran Erky semakin mengeratkan pelukan.
Erky pun tidak dapat menahan diri melakukan sesuatu lebih. Sang pangeran lupa akan batasan yang harusnya dia jaga.
Demikian pula Serenty, karena lama tidak mendapatkan sentuhan hangat. Tubuhnya refleks menyambut bibir merah merekah alami milik pangeran Erky.
Meski sudah tak berstatus sebagai seorang gadis, sentuhan Erky buat Serenity ingin mendapatkan sesuatu lebih dari sekedar pelukan.
Gadis itu merasakan sensasi aneh yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.
Erky tersenyum menyaksikan gadis yang dicintainya sebentar lagi akan bertekuk lutut memohon kepadanya.
Sementara itu Serenity menyadari jika pangeran Erky sengaja menghentikan aktivitasnya.
Serenity dilanda bimbang lantas mendekati sang pangeran.
Meski dalam keraguan perempuan itu tetap berjalan mendekati Erky.
"Ayo, pangeran...." ucap Serenity tepat di daun telinga milik Erky.
"Ajak aku pergi sejauh mungkin."
"Tentu saja sayangku."
Dan mereka pun melanjutkan aktivitas yang sempat terhenti.
Satu jam berlalu. Serenity maupun Erky telah berbaring di atas rerumputan sambil memandangi indahnya sinar rembulan.
Sungguh sesudah apa yang baru saja terjadi antara mereka berdua, buat Erky semakin jatuh cinta kepada Serenity.
Erky pamit kembali ke kerajaan saat sinar matahari akan segera terbit. Sebelum meninggalkan dunia milik Eco, sekali lagi sang pangeran mengajak Serenety ikut bersamanya.
"Tidak pangeran, tolong biarkan aku di sini dulu."
"Baiklah jika itu maumu Serenety. Aku tidak akan memaksa." Jawab Erky kecewa.
"Tolong jaga baik-baik dirimu."
"Kalau ada apa-apa tolong segera kabari aku!"
"Baik, pangeran."
Pandangan Serenety terus mengikuti hingga tubuh pangeran Erky menghilang di balik kabut asap yang tebal.
"Ehem, yang baru saja bertemu dengan calon suaminya."
Masalah yang harus perempuan itu pecahkan semakin bertambah kian rumit.
"Urusanku dengan Edward belum selesai."
"Sekarang aku harus memikirkan Erky."
"Aku sungguh belum siap dengan semua ini!"
"Apakah aku harus menghubungi Jasper?"
"Bukankah dia selalu punya solusi terbaik atas setiap masalah yang aku hadapi?"
"Tapi, apa iya aku harus menceritakan yang telah terjadi antara aku dengan pangeran Erky?"
"Aku kan malu sama Jasper. Tapi kalau aku tidak cerita aku harus meminta saran kepada siapa?"
Karena pikirannya merasa buntu, akhirnya meski ragu Serenity memutuskan menghubungi Jasper.
(Hallo paman, apa anda sedang sibuk?)
Selang beberapa menit kemudian pesan di balas oleh Jasper.
(Tidak Serenity. Ada yang bisa aku bantu?)
(Aku ingin cerita tentang pangeran Erky.)
(Baiklah, ceritalah.)
(Begini paman. Sudah terjadi sesuatu antara aku dan pangeran Erky.)
(Sudah aku duga sebelumnya, Serenity.)
Serenity urung melanjutkan chat. Dalam benaknya telah menduga jika pangeran Erky telah membocorkan apa yang telah terjadi semalam.
(Jadi anda sudah tahu?)
(Aku hanya menduga saja, Serenity.)
(Seharian ini pangeran Erky selalu menebar senyum kepada semua orang.)
(Aku memperdiksi kamu-lah penyebab Erky seceria itu.)
Perempuan muda itu kembali jadi bimbang, harus bagaimana dia sekarang?
yang terbaik untuk anda pangeran."
"Semoga nona Serenity akan menjadi pendamping anda untuk yang pertama dan terakhir kalinya."
"Terima kasih, paman."
"Aku juga turut mendoakan semoga paman segera dipertemukan dengan calon pasangan hidupmu."
Sedang asyik berbincang saku Jasper berdering pertanda ada panggilan masuk. Awalnya Jasper tidak menghiraukan, tetapi karena panggilan terus berulang Erky menyuruh supaya segera mengangkatnya.
"Ada telepon dari Serenity," jelas Jasper.
Setelah beberapa saat setelah menerima telepon, raut wajah Jasper berubah menjadi tegang.
Erky penasaran ada hal ada menyebabkan Jasper seolah diam membeku.
Beberapa menit kemudian.
Tanpa Serenety sangka Jasper tiba-tiba saja datang menghampirinya.
"Paman, mengapa kamu datang tiba-tiba?"
"Kamu sudah berbuat kesalahan fatal, tuan putri!"
"Apa maksudmu paman?"
"Sebentar lagi pangeran Erky akan datang melamarmu."
"Beliau juga bermaksud akan segera menikahimu."
Menyaksikan raut wajah Jasper terlihat tegang, buat Serenety jadi gelisah sendiri.
"Paman, jangan bercanda sebagai ini."
"Tidak lucu!"
"Siapa yang bermain, Serenety?"
"Aku serius akan ucapanku."
Mendengar jawaban Jasper tiba-tiba saja aku jadi kehilangan semangat.
Gadis berparas menawan itu sungguh tidak menduga keisengan semalam akan berakibat tidak terduga.
"Bagaimana mungkin aku menikah dengan pangeran Erky?"
"Aku sama sekali tidak mencintai dirinya."
"Belum terpikir olehku untuk menikah secepat ini."
"Dan jujur saja aku masih mencintai Edwar."
"Tapi rasa sayang terhadap Edward telah bercampur dengan kebencian."
"Aku ingin dia dan Ana mendapat balasan setimpal atas perbuatan jahatnya."
"Tolonglah aku, paman Jasper."
"Bantu aku mengatakan kepada Erky."
"Aku belum ingin menikah dalam waktu dekat."
"Aku belum siap."
Aku masih trauma dengan pernikahan."
"Maafkan paman, Serenety. Kali ini aku sama sekali tidak dapat membantumu."
"Kalau kamu mencoba menolak lamaran pangeran Erky, sama saja kamu menyerahkan nyawamu."
"Jiwamu akan di ambil secara paksa."
"Dan kamu akan jadi sosok mayat di awetkan."
"Sekedar saran dariku akan lebih baik kamu cari aman."
"Jika masih ingin hidup lebih lama."
"Ada baiknya kamu segera ikut aku menuju kerajaan pangeran Erky."
"Akan lebih baik kamu bicara sekarang."
"Jangan sampai kamu buat pangeran menanggung malu seumur hidup."
Akhirnya Serenety putuskan segera pergi menemui pangeran Erky.
Mereka berdua pergi diiringini lambaian tangan dari Eco.
Di dunia manusia:
Edward kaget bukan kepalang, secara misterius tubuh Ana yang baru saja sadar dari pingsan, hilang tanpa jejak.
Dalam sepersekian detik Edward diam mematung. Akal sehatnya masih sulit mencerna hilangnya kekasih gelapnya.
Sementara Ana tiba-tiba saja tersadar dirinya berada di ruang mayat.
Ruangan dengan pencahayaan gelap di penuhi dengan deretan tubuh di tutupi oleh kain putih.
Dengan tubuh gemetaran Ana mencoba bangkit. Sayang sekali baru saja melangkah, entah mengapa sebuah tangan bergerak keluar dari kain penutup jenasah.
"Aaaa..."
"Tolong aku..."
Saking dihantui rasa takut, Ana tidak sanggup untuk berucap. Jangankan berteriak kepercayaan Edward runtuh seketika saat ia menyaksikan dengan matanya sendiri Ana menghilang begitu saja.
"Apa mungkin kejadian yang menimpa Ana terjadi karena ulah Serentak?"
"Apa mungkin arwah istriku gentayangan dan akhirnya menuntut balas?"
"Aku tidak boleh diam saja."
"Aku akan mencari bagaimana cara menghadapi gangguan dari arwah Serenety."
"Hanya saja aku tidak boleh bertindak gegabah."
"Aku sama sekali tidak ingin masuk jeruji besi."
"Untuk sementara waktu biarlah aku membawa Ana tinggal ke sebuah penginapan."