Meskipun lelaki tetap saja aku bergidik ngeri, menyaksikan secara langsung raut wajah orang yang telah lama di kubur.
Apalagi ketika tanpa sengaja aku bertatapan secara langsung dengan mayat di bawah sana.
Mayat tersebut nampak masih utuh, dengan kulit pucat dan mata tertutup sempurna. Entah aku hanya berhalusinasi ataukah nyata, saat Dayang memalingkan muka ke arah lain, detik itu pula penghuni makan tersebut membuka mata dan memberikan seringai menyeramkan.
Nyaliku semakin menciut setelah mendengar lolongan anjing saking bersahutan.
Lolongan anjing tersebut seolah mereka sedang melihat sesuatu mengerikan.
Aku sampai berulang kali memegang tengkuk sendiri. Barulah aku sadari suhu telapak tanganku telah bertransformasi menjadi bongkahan es.
"Apa kamu takut Kak Edward?" tanya Datang secara tidak terduga.
"Kalau kamu takut rencana pernikahan aku batalkan saja." Ucap Dayang cemberut mengerucutkan bibir.
Seketika langkahku terhenti usai mendengarkan ucapan Dayang.
"Oh, tidak. Aku tidak akan membiarkan mimpi indah hancur begitu saja."
"Selangkah lagi aku akan sah menjadi suami perempuan cantik dan kaya raya."
"Aku tidak akan membuang begitu saja peluang emas."
"Kapan lagi aku bisa kaya mendadak."
"Tanpa harus bersusah payah bekerja, aku dapat menikmati hidup mewah bermandikan dolar dan rupiah."
"Kenapa kamu malah diam saja?" Protes Dayang kesal.
Saat Dayang berbalik arah depan menghentakkan kaki meninggalkan diriku, barulah aku tersadar.
"Sayang, jangan ngambek seperti ini. Plise."
"Aku minta maaf jika sudah menyinggung perasaanmu."
Aku hanya kaget saja. Kenapa banyak makam mengitari tempat pelaksanaan pernikahan kita berdua."
Lantas aku meraih jemari tangan Datang dan mengecupnya berulang kali.
"Plise maafkan aku, Dayang sayang."
Akhirnya setelah terdiam selama beberapa menit, senyuman pada wajah calon istriku kembali merekah.
"Ayo kita naik ke atas." Ajak Dayang.
Jantungku kembali berdetak semakin kencang, saat menyadari semua yang hadir di sini raut wajahnya sungguh mirip dengan penghuni makam.
Namun aku berusaha menapik keganjilan yang terjadi. Fokusku sekarang hanya satu. Aku ingin pernikahan antara aku dan Dayang segera terlaksana.
Setelah proses mendebarkan akhirnya Dayang telah sah menjadi istriku.
Selanjutnya Dayang meminta supaya malam pengantin kami berdua di tunda keesokan harinya.
"Ayo, Kak Edward. Aku ingin memperkenalkanmu kepada ayah dan ibuku." Seru Dayang dengan nada riang.
Aku hanya dapat berdecak kesal mendengar penuturan perempuan yang baru saja sah menjadi istriku.
"Apa tidak bisa di tunda besok sayang?"
"Aku sungguh ingin menghabiskan malam pertama dengan bahagia."
"Apa maksud ucapanmu?" Protes Dayang.
"Kau tidak ingin meminta restu kepada kedua orangtuaku?"
"Jangan marah dulu istri cantikku."
"Aku hanya sekedar memberi saran saja."
"Alangkah baiknya kita berdua segera beristirahat."
"Besok pagi aku janji akan menemanimu ke makan ayah dan ibu."
"Tidak bisa Edward." Tolak Dayang sengit.
"Aku tidak ingin istirahat sebelum bisa mengenalkanmu kepada kedua mertuamu."
Dalam hati aku kembali menggerutu. Aku merasa sunggub tidak ada gunanya minta ijin dan bicara dengan seonggok mayat tak bernyawa.
Sedangkan dalam hati Dayang sungguh senang menyaksikan wajah Edward sudah berubah menjadi pusat pasi.
Perut Ana semakin bertambah nyeri, di tengah rasa sakit sungguh mendera, Ana ingat sesuatu.
"Pasti aku akan segera melahirkan."gumam Ana di tengah kepanikan.
"Tapi kenapa bisa aku melahirkan secepat ini?"
"Jangan sampai aku melahirkan bayi paman pocong."
"Aku sungguh tidak rela."
"Apa nanti kata orang lain, kalau sampai aku melahirkan bayi pocang."
"Aku yakin bayi yang sedang aku kandung merupakan anak Edward."
"Setelah bayi kami lahir, aku akan segera mengabarkan Edward."
"Lelaki itu harus bertanggung jawab."
"Dia tidak boleh melepas tangan begitu saja."
"Aku sungguh tidak rela." Teriak Ana.
"Aduh, sakit sekali..."
"Rasanya aku ingin mati saja."
Dengan tenaga tersisa Ana terus menggenggam erat selimut. Seolah sedang berusaha keras berbagi rasa nyeri yang terus menderanya kepada selimut malang.
Di saat Ana hampir saja putus asa menahan rasa sakit selama seharian, akhirnya perempuan itu merasa ada sesuatu akan keluar dari bawah tubuhnya.
Oe oe oe ..
Tangisan seorang bayi buat Ana tersentak dari lamunan.
Setelah mendengar tangisan bayi secara perlahan perempuan itu hilang kesadaran.
Beberapa saat kemudian Ana kembali tersadar dari pingsan. Dengan tertatih Ana mencoba bangkit, ekor matanya sibuk ke sana kemari mencarinya sosok bayi yang telah ia dengan taruhan nyawa.
Yang tersisa hanyalah ceceran darah dan Ari Ari.
"Kemana bayiku?"
"Siapa yang telah menculik bayiku?"
Karena rasa lelah bercampur cemas berlebihan, akhirnya Ana kembali tidak sadarkan diri.
Saat Ana tersadar kembali ia sudah berubah menjadi sosok anjing betina.
Ana rupanya tertidur dekat bak sampah.
"Aku sangat yakin semalam aku baru saja melahirkan seorang bayi."
"Semua masih terasa nyata."
"Aku tidak bisa terus seperti ini Ya Tuhan."
"Aku harus segera menemukan bayiku."
Ana terus saja melolong mengisyaratkan rasa sedih karena terpisah secara paksa dengan buah hati.
Mendengar lolongan Ana tiada henti, buat perhatian seekor anjing betina lain yang sedang menikmati santap pagi jadi terganggu.
Anjing betina berusia lebih tua dari Ana lantas mendekati Ana. Selanjutnya memarahi Ana menggunakan bahasa hewan.
Tentu saja Ana memahami mengingat dirinya sekarang telah di kutuk berubah wujud menjadi bangsa anjing.
"Dasar betina jelek."
"Cepat kau pergi dari sini."
"Kalau ingin menangis sebaiknya kau ceburkan diri ke laut saja."
Sayang sekali karena didera rasa rindu terhadap buah hatinya, Ana sama sekali tidak berminat mempedulikan lolongan kemarahan anjing lain.
Merasa di abaikan anjing itu lantas menggigit Ana sekuat tenaga.
Merasa dirinya terancam, Ana segera meninggalkan tempat pembuangan sampah tersebut dengan langkah gontai.
Ana jadi ingat sesuatu, dia harus tidur terlebih dulu jika ingin bertemu dengan sang buah hati.
Ana mencari tempat nyaman untuk tidur.
Akhirnya pilihan Ana jatuh ke sebuah halaman luas dilengkapi taman bermain.
Dengan langkah perlahan tapi pasti, Ana bergerak masuk ke taman tersebut. Karena pagar tidak terkunci membuat Ana leluasa melenggang santai.
Selanjutnya setelah menemukan sebuah ayunan. Ana melompat naik ke atas dan segera mengatur posisi tidur.
"Aku berharap semoga aku dapat membawa bayiku ke dunia nyata."
"Meski nantinya bayiku berubah wujud menjadi hewan berkaki empat sepertiku, tidak akan jadi masalah."
"Asalkan aku dapat terus bersama dengan permata hati."
Baru saja Ana hendak memejamkan mata, pukulan keras pada punggungnya buat perempuan itu jadi tersentak kaget.
"Husss, pergi sana anjing busuk." Hardik seorang pria berpakaian sekurity.
"Siapa yang suruh kau rebahan santai di taman milik majikanku."
"Ayo pergi sana..."
"Husss..."
Awalnya Ana benar-benar tidak ingin beranjak sedikitpun. Ia mencoba memasang wajah memelas.
Perempuan itu mengira setelah dirinya memasang wajah sedih, pak sekurity akan merasa kasihan dan mengurungkan niat mengusirnya.
Sayang sekali bukan belas kasihan yang Ana dapatkan. Dirinya malah kembali mendapatkan guyuran air berasal dari selang yang sengaja pria itu semprotkan.
Meski sekujur tubuhnya telah basah kuyup. Ana pantang menyerah.
Ia kembali bermaksud hendak mencari tempat persembunyian di antara pepohonan.
Dengan tergesa Ana melompat mencari tempat aman.
Seorang beberapa menit kemudian.
Ana merasa keadaan telah berangsur aman, pria itu tidak lagi mengejarnya.