Chereads / Merebut Suami Siluman Guk Guk / Chapter 12 - Curiga

Chapter 12 - Curiga

Untuk apa kamu ke sini temuiku?"

"Jangan ganggu aku..."

"Pergi..." usir Ana ketakutan.

"Tunggu Ana. Jangan pergi dulu."

"Aku tidak bermaksud mengganggumu."

"Aku hanya ingin mempertemukanmu dengan bayi kita."

Tanpa Ana sangka tiba-tiba saja dalam gendongan paman pocong, muncul secara tiba-tiba dua orang bayi lucu dan menggemaskan.

Raut wajah bayi tersebut sungguh mirip dengan Ana.

"Bolehkan aku menggendongnya?"

Ana tidak dapat lagi menahan rasa rindu kepada buah hati.

"Tentu saja boleh."

"Kamu ingin menggendong yang mana?"

"Keduanya." Jawab Ana sambil terus menatap takjub ke arah dua orang bayi menggemaskan.

Ana putuskan menggendong bayi lelaki terlebih dahulu. Perempuan itu tak henti menghujani bayinya dengan kecupan sayang.

Aku sudah terlanjur jatuh cinta dengan Arka."

"Lagi pula aku tidak yakin akan bahagia jika hidup bersamamu." Jelas Ana menolak tegas.

"Sudah dua kali berturut turut aku secara mendadak hamil dan melahirkan."

"Di tengah kepayang pasca bersalin, kamu malah sengaja membiarkan aku berubah wujud menjadi anjing jalanan."

"Aku betul-betul tidak bisa."

Mendengar penolakan Ana buat paman pocong jadi tersulut emosi. Dia segera mengambil paksa kedua buah hatinya dari gendongan Ana.

Seolah tahu mereka di ambil secara paksa dari dekapan sang ibu, kedua bayi itu pun menangis secara bersamaan.

Oe oe oe...

"Paman, kamu tidak boleh kasar seperti ini."

"Mereka masih bayi."

"Mereka semua anakmu." Ucap Ana mencoba mengingatkan.

"Aku tidak peduli, Ana."

"Karena kamu tetap bersikeras ingin menikah dengan Arka, maka jangan salahkan aku kalau untuk selamanya kamu tidak akan pernah bisa mendekati putra putrimu lagi."

"Aku tidak akan pernah membiarkan hal tersebut terjadi."

"Dan dapat aku pastikan kamu akan menyesal karena sudah menyia-nyiakan aku dan anakmu."

Paman pocong pun segera menghilang tanpa jejak.

"Tunggi dulu Paman jangan pergi."

"Aku belum selesai bicara." Teriak Ana.

Sayang sekali meski telah berteriak sampai suaranya serak. Sosok yang Ana nanti tidak lagi menampakkan batang hidungnya.

Pada hari berikutnya paman pocong tidak lagi datang menghampiri Ana. Padahal setiap hendak bersiap tidur, Ana berharap dapat bertemu dengan buah hati belahan jiwa.

Hari demi hari Ana lalui penuh dengan kerinduan. Meskipun pernikahan yang terjadi antara dirinya dan paman pocong bukan atas Kamu juga lupa membawa lonceng alat komunikasi dengan para prajurit ataupun calon suamimu."

"Sungguh benar-benar ceroboh." Ana mengomel sendiri.

Dan Ana terpaksa kembali menahan rasa dahaga bercampur lapar. Ia memilih berdiam diri di bawah kursi taman daripada harus mendapatkan penganiayaan dari para manusia.

"Ayo Arka, aku mohon segera temukan aku." Pinta Ana dalam hati.

Sementara itu Arka yang sedang asyik merayakan ulang tahun sang ratu, mendadak mendapatkan firasat buruk.

Hanya saja Arka tidak mungkin meninggalkan perayaan pesta ulang tahun istrinya. Terlebih lagi dalam waktu dekat Arka akan menjadikan Ana sebagai madu.

Arka ingin membuktikan bahwa ratu tetaplah menjadi prioritas utama dalam setiap hembusan napas Arka.

Sementara itu di dunia manusia, hati telah beranjak semakin malam. Dinginnya udara semakin membuat Ana kedinginan.

Dengan tempat tidur seadanya akhirnya Ana tertidur.

Sepersekian detik Ana telah terbangun. Dia menyadari telah masuk ke dalam alam mimpi tempat di mana anak-anaknya tinggal.

Semula Ana merasa bahagia karena ia bisa melepas rindu bertemu dengan putra putrinya. Namun sedetik berikutnya raut wajah Ana berubah menjadi pucat takkala menyadari bahwa perutnya telah membesar seperti wanita hamil.

Selang beberapa menit kemudian Ana merasakan kontraksi hebat.

"Astaga, kenapa aku selalu hamil dan melahirkan begini?"

"Apa mungkin sebenarnya paman pocong sengaja menjadikan aku sebagai pabrik pembuat bayi?"

Kejadian sebelumnya kembali terulang. Semalaman Ana merintih menahan kontraksi. Saat jelang pagi sang bayi akhirnya terlahir dengan selamat.

Paman pocong datang menghampiri Ana bersamaan dengan keluarnya bayi ketiga mereka.

Menyaksikan kedatangan paman pocong, Ana malah menampakkan raut wajah muram.

"Akhirnya anak ketiga kita telah lahir Ana sayang."

"Tetap semangat sayang."

"Setelah kelahiran anak kita yang ke 100, aku janji akan memohon kepada pangeran kegelapan supaya kita sekeluarga dapat bersatu."

"Dan kamu tidak akan lagi menjelma jadi anjing jalanan."

"Aku tidak akan membiarkanmu terlunta tak tentu arah."

Setelah mendengar penuturan paman pocong, sontak saja Ana seketika jadi diam seribu bahasa.

Ana sebenernya ingin meluapkan emosi. Hanya saja kali ini dia memilih untuk memendamnya seorang diri.

Meskipun diam dalam hati Ana terus mengumpat paman pocong.

"Astaga, apa aku tidak salah dengar?"

"Setiap malam aku harus selalu tersiksa sampai genap melahirkan anak ke 100."

"Bukannya melahirkan dengan selamat."

"Bisa saja aku mati tersiksa karena terus menerus menahan pedihnya kontraksi."

"Setelah aku keluar dari alam mimpi, aku harus memastikan diri supaya tidak tertidur lagi."

"Aku harus tetap kuat menahan kantuk, sampai aku dapat kembali ke istana Arka."

"Aku sungguh tidak ingin jadi pabrik penghasil anak."

Karena rasa marah mendominasi hati Ana, perempuan berwajah cantik itu sama sekali tidak berminat untuk menimang anak ketiganya.

"Ana, kenapa kamu hanya diam saja?"

"Coba kamu lihat putri ketiga kita raut wajahnya sungguh mirip sepertiku."

Aku tidak ingin membuatmu semakin bersalah."

"Aku berjanji kepadamu pada kelahiran berikutnya aku akan setia mendampingimu."

"Jujur aku telah jatuh cinta pada pandangan pertama saat jumpa denganmu."

"Sebenarnya aku tidak tega melihatmu hidup tersiksa begini."

"Aku telah berupaya membujuk pangeran kegelapan supaya meringankan hukumanmu."

"Sayang sekali keputusan tentang hukuman yang sedang kamu jalani sepenuhnya berada pada kendali putri Serenty."

Tanpa sadar paman pocong telah mengucapkan nama Serenty.

"Serenety..." gumam Ana pelan.

"Apa Serenty istri sah Edward?"

"Hmm, akhirnya kamu tahu juga Ana."

"Ia dia adalah istri sah Edward semasa jalani hidup di dunia."

"Astaga...." Seru Ana kaget. Tanpa sadar perempuan yang baru saja bertaruh nyawa melahirkan berteriak menyebut nama Serenety.

Dengan gerakan cepat paman pocong segera menutup mulut Ana menggunakan telapak tangannya.

"Sssttt, jangan keras-keras menyebutkan nama Putri Serenety."

"Sama saja kamu seperti menghina calon istri pangeran kegelapan."

Mata Ana menjadi membelalak sempurna setelah mendengar dan menyaksikan tingkah paman pocong.

Ana segera sadar mungkin akan mustahil baginya mendapatkan maaf dari Serenety.

Meskipun sebenarnya Ana sudah mulai jatuh cinta kepada paman pocong, Ana harus berpikir secara realistis. Tidak mungkin ia bersedia menghabiskan hidup dengan terus menerus melahirkan keturunan kerajaan Serenety.

"Kamu harus tetap kuat Ana."

"Berjuanglah demi aku dan anak anakmu."

"Aku janji tak akan lama lagi."

"Selama menunggu proses kelahiran sampai keseratus kali, aku tetap berusaha membujuk paman Jasper."

"Siapa paman Jasper?"

"Dia merupakan orang kepercayaan pangeran kegelapan dan putri Serenety."

"Aku akan tetap berusaha supaya tuan putri Serenety berbaik hati meringankan hukumanmu."

"Sebagai sesama perempuan aku yakin putri Serenety memiliki sisi lemah lembut."

"Jika kamu tetap berusaha memperlihatkan rasa penyesalan, aku yakin cepat atau lambat hati nuraninya akan tergerak." Jelas paman pocong mencoba meyakinkan serta menguatkan hati Ana.

"Sekarang sebaiknya kamu minum ramuan ini."

"Aku telah meraciknya khusus buatmu."

"Supaya tenagamu segera pulih pasca bersalin."

Karena tidak ingin membuat paman pocong curiga, Ana dengan patuh meminum ramuan tadi seteguk demi seteguk sampai tandas tak tersisa.