Chereads / Devara / Chapter 25 - For Love

Chapter 25 - For Love

Ara langsung dibawa ke IGD, Dev di bawa ke ruang operasi sedangkan Rara dibawa menuju spesialis anak. Karena Rara akan dicek secara fisik dan juga mental.

Luka yang di dapat Ara tidak begitu dalam namun memberikan bekas. Suster rumah sakit membersihkan luka Ara yang awalnya hanya di ikat oleh robekan pakaian Dev sekarang diberikan obat agar tidak terinfeksi setelah itu baru di perban.

Viola yang ikut masuk kedalam IGD langsung memeluk Ara. Meskipun Ara terluka namun Viola tetap bersyukur putri nya masih hidup.

Hati nya yang sudah dingin akan sikap orang tua nya membuat Ara tak membalas pelukan Viola.

" Dev sekarang dimana bang? " Tanya Ara kepada Topan.

" Ada di ruang operasi. Dokter langsung ambil tindakan untuk mengeluarkan peluru di lengan Dev agar gak infeksi juga "

" Berapa lama? "

" Gue gak tau, tapi mungkin beberapa jam kedepan "

Ara turun dari atas brankar ingin pergi menuju ruang operasi.

" Mau kemana Ra? "

" Saya mau ketempat Dev " Ara menepis tangan Viola dari bahu nya lalu berjalan keluar dari IGD.

Di luar ada beberapa polisi yang masih bertugas menjaga Dev dan Ara. Aldan, Gavin, serta Lukman.

" Mau kemana Ra? " Tanya Aldan.

" Ruang operasi. Pak bisa antar saya kesana? " Tanya Ara kepada salah satu anggota polisi.

" Ya... Mari "

Ara bersama satu anggota polisi dan Topan yang mengikuti dari belakang masuk ke sebuah lorong menuju ruang operasi. Dari kejauhan Ara melihat Hariz ayah dari Dev sedang menunggu di kursi tunggu.

Lukman, Viola, Gavin serta Aldan yang berada di bawah dapat melihat Ara karena lorong menuju ruang operasi terbuat dari kaca.

" Ara... Gimana keadaan kamu ? " Tanya Hariz.

" Tidak seburuk Dev " jawab Ara dengan wajah datar. Ia lalu duduk di hadapan Hariz. Menatap nya dengan dingin serta tajam.

" Om tau rasa takut yang paling menyeramkan tiga tahun lalu kembali saya rasakan beberapa menit lalu? " Hariz mengangkat wajahnya melihat Ara.

" Maksud kamu? " Topan sepertinya mengerti kemana arah bicara Ara.

" Ra... Tenang "

" Anda memerintahkan Dev untuk menangani kasus besar hanya karena Dev kenal dengan Deon? Lalu anda pergi ke Indonesia meninggalkan Dev sendiri untuk mengurus kasus ini hanya karena sebuah pesta?

Om, Dev tidak memiliki tanggung jawab penuh atas masalah perusahaan secara hukum dan tertulis. Dengan kekayaan anda dan koneksi anda diluar sana saya yakin anda bisa menemukan orang yang jauh lebih hebat dari Dev yang hanya memiliki sebab Deon teman sekolah Dev dulu.

Anda membiarkan Dev bekerja sendiri tanpa perlindungan apapun dan hanya dibantu oleh karyawan kantor anda, bagaimana bisa? "

" Ara... Sebagai pewaris utama Dev sudah harus terbiasa dengan hal-hal ini. Om hanya melatihnya untuk menjadi pengusaha yang lebih hebat dari om "

" Ya. Saya tahu, tapi apa anda sadar seberapa banyak tekanan yang anda berikan kepada Dev? Melatih anak untuk menjadi kuat ditengah badai bukan tindakan yang salah. Tapi terkadang kalian sebagai orang tua lupa bahwa anak kalian juga manusia biasa.

Selama saya menjalin hubungan dengan Dev, saya menyadari anda tidak pernah memberi ruang sedikitpun untuk Dev bernafas. Apa anda tahu apa ke inginan putra anda? Apa yang sebenarnya ia inginkan di dalam hidup nya anda tahu? "

Hariz terdiam.

" Saya rasa anda tidak akan pernah tahu karena anda tidak pernah ingin mengerti Dev anda hanya ingin dimengerti dan mengatas nama kan seluruh ke egoisan anda sebagai pola asuh " kalimat Ara membuat Hariz benar-benar diam tidak menyela.

" Saya mengatakan ini karena saya tidak ingin kehilangan untuk kedua kalinya. Laki-laki pertama yang saya cintai sudah pergi karena ke egoisan orang tua nya dan saya tidak ingin Dev mengalami hal yang sama karena anda terlambat menyadari sikap anda selama ini kepada Dev.

Hari ini, Tuhan masih membuat saya hidup dan saya ingin melindungi Dev dari perbuatan ayah nya sendiri. Saya harap anda masih memiliki sedikit rasa sayang kepada putra anda sendiri dibandingkan ayah saya "

Setelah mengatakan itu Ara pergi meninggalkan ruang operasi. Ia harus menjauh dari Hariz jika tidak emosinya akan meledak dan mungkin situasinya semakin kacau.

Hariz terdiam di lorong itu, semua perkataan Ara memutar di otak nya. Apa benar secara tidak sadar ia menggunakan Dev hanya untuk kebahagiaan nya sendiri?

Ara benar ia tidak pernah bertanya apa yang membuat Dev bahagia. Dan Dev pun tidak pernah meminta sesuatu yang mengatas nama kan kebahagiaan nya.

Dev hanya mengikuti apa yang orang tua nya katakan. He's a good boy for he's parents. Tapi belum tentu dia menjadi good boy untuk dirinya sendiri.

Ara menunggu operasi Dev selesai bersama Aldan dan Topan. Sudah beberapa makanan Ara habisi, kejadian tadi membuatnya sangat lapar.

" Bang " panggil Ara.

" Apaan lagi? " Tanya Topan sedikit kesal. Setiap Ara memanggilnya pasti ada menu baru yang terfikirkan di otaknya.

" Mau martabak " Aldan langsung menghela nafas berat.

" Ya Tuhan... Ra " Ara tersenyum kuda.

" Lu bukan lagi hamil ya dari tadi makan gak kenyang apa tu perut hah? "

" Ish! Ya nama nya juga abis panik laper banget gua. Lagian tadi makan terakhir kan pas tadi siang sama lu di mall, bodoh! "

" Dih... Liat tuh, makin gak gua beliin deh " Ara langsung memegang lengan Topan sambil memasang wajah gemasnya.

" Ayo lah... Ayo... Beliin martabak coklat keju... Ya... Ya... Abang ku sayang... Hmmm " Aldan yang duduk disamping Topan langsung membuang tatapan nya dari Ara dan menutup kedua telinga nya. Tidak kuat melihat ke gemasan itu.

" Bang... Abang... "

" Ssssttt! Iya, iya gua beliin. Stop! "

Tameng pertahanan Topan runtuh.

" Awas! Awas! Ini yang terakhir ya, gua gak mau cari makanan lagi di luar "

" Iya abang sayang... " Topan langsung bergedik geli dan pergi dari hadapan Ara dan Aldan.

Beberapa saat hening Ara fokus dengan ponselnya sedangkan Aldan celingak-celinguk ke sekeliling kantin.

Sampai Aldan menemukan Hariz yang sedang berjalan menuju mereka.

" Ra "

" Hmm? "

" Calon mertua lu dateng " Ara langsung mengangkat wajahnya.

" Om " sapa Aldan.

" Operasi Dev sudah berjalan dengan lancar dan sudah di pindahkan ke ruang VVIP nomor 4 kalian bisa menemui nya di lantai 6 " Wajah Hariz terlihat murung.

" Om sudah bertemu dengan Dev? " Tanya Aldan dan Hariz pun menggeleng.

" Sepertinya malam ini Dev lebih mengharapkan kehadiran... Ara, om minta tolong untuk menjaga Dev malam ini bisa Ra? " Tatapan Hariz terlihat sedih. Apa mungkin karena kalimatnya tadi terlalu kasar?

Tidak. Ia hanya berbicara apa adanya, ia tidak bermaksud menyinggung.

" Ya, saya akan menjaga Dev malam ini. Rara bagaimana ? "

" Luna dan Rara sudah kembali ke rumah, dan Rara masih harus cek-up ke dokter anak beberapa kali karena dilihat ada ketakutan yang membekas " Ara pun mengangguk mengerti.

" Terimakasih, saya pulang lebih dulu "

" Ya. Hati-hati om " Hariz pergi dari hadapan Ara dan Aldan dengan wajah sendu.

" Lo mau ketemu Dev, Al? "

" Lo aja gue nunggu bang Topan "

" Udah ayo bareng aja. Gue chat nanti bang Topan " Aldan mengangguk setuju.

Mereka berdua menuju lantai 6 Ara melihat nomor di setiap pintu dan berhenti di ruangan paling pojok. Ara membuka pintu sepelan mungkin agar tidak menganggu.

Dev masih menutup kedua mata nya terbaring lemah di atas brankar. Di tangan kanan nya terdapat infus.

" Lo butuh sesuatu untuk jaga disini Ra? " Tanya Aldan pelan.

" Enggak, Al. Kamar VVIP pasti simpan selimut atau apapun itu untuk yang jaga pasien nya. Dan untuk makanan gue bisa makan martabak yang bang Topan beliin "

" Yaudah, gue tunggu diluar ya sampai bang Topan datang "

" Loh, disini aja Al " Aldan menggeleng.

" Lo pasti mau ngobrol sama Dev. Gue tunggu diluar aja, it's okay "

" Thanks ya Al " Aldan mengangguk lalu keluar dari ruangan Dev menunggu di kursi tunggu.

Ara menaruh sweater nya di sofa lalu menarik kursi kecil untuk duduk disamping Dev. Ara menatap posisi tepat dimana Dev di tembak tadi.

Tangan nya ingin memegang perban yang membungkus luka Dev namun terlalu menakutkan untuk nya. Akhirnya Ara memengan tangan kekar Dev lalu mengecup punggung tangan nya dan menemplekan nya pada pipi berisinya yang terasa dingin.