Akhirnya mereka membeli hoodie dengan warna senada yaitu coklat tua. Setelah membeli pakaian, mereka pergi mencari tempat untuk makan.
Sejak turun dari kereta sampai saat ini tangan mereka terus bertaut. Keduanya tampak mesra dan menikmati waktu libur bersama dengan bahagia.
Masalah yang terjadi beberapa jam lalu terasa tak pernah terjadi karena terbayarkan oleh moment-moment indah saat ini ketika bersama Dev.
" Mau makan apa Ra? "
" There " jawab Ara sambil menunjuk satu restoran yang pernah ia lihat di tempat lain dan pernah mengunjungi restoran tersebut bersama Rey dulu.
Sebuah restoran italia yang sudah cukup lama buka dan hadir di Indonesia. Restoran yang interiornya bertemakan classic romawi ini sangat pas untuk di abadikan.
" What do you want, babe? " Ara menoleh ketika Dev memanggil nya Babe.
" Spaghetti seafood " jawab Ara. Pelayan langsung mencatat pesanan Dev dan juga Ara lalu pergi.
" Aku baru tahu ada tempat se-aestethic ini di Bandung. Vibes europe nya kuat banget " celetuk Dev.
" Aku pernah ketempat ini sama bang Rey " Dev langsung menoleh.
" Dimana? "
" Italia. Waktu itu aku lagi temenin bang Rey yang ketemu sama salah satu pemegang saham agensi yang nauingin bang Rey selama menjadi seorang pembalap.
Saat itu hanya ada 4 orang, aku, bang Rey, bang Louis dan satu kru dari tim nya mereka. Selama disana bang Rey selalu bawa aku kemana pun dia pergi agar aku gak kesepian.
Padahal, aku tahu jadwal dia saat itu penuh banget. Tapi dia masih mau beliin aku ice cream di dekat tempat meeting dia sama anggota yang lain "
Dari mata, Ara terlihat berkaca-kaca. Padahal yang ia ceritakan adalah moment bahagia tetapi jika bagian seseorang yang ada di dalam cerita tersebut sudah pergi seperti apa pun genre cerita nya pasti akan terdengar sedih.
Bukan nya tidak ingin menanggapi cerita Ara tapi Dev mencegah Ara bersedih kembali, ia pun mengganti topik.
" Di depan restoran ini aku liat ada toko ice cream mau pergi kesana? " Ara mengangguk dengan tersenyum lebar.
Makanan mereka datang langsung di habiskan dan menuju tempat kedua. Yaitu tempat ice cream. Ara melihat-lihat menu yang ada dan memilih ice cream dengan rasa matcha.
" Dev, mau pesen yang apa? "
" Berdua sama kamu aja " jawab Dev menolak dengan halus. Padahal ia menolak karena merasa kondisi tubuh nya semakin memburuk.
Ia ingin segera ke hotel untuk beristirahat tapi melihat Ara yang begitu bahagia dan semangat tidak tega jika harus mengatakan yang sebenarnya.
" Wow... Lucu banget... " Gumam Ara melihat tampilan ice cream di hadapan nya.
Sebelum masuk kedalam perutnya Ara mengabadikan terlebih dahulu pemandangan indah di hadapan nya saat itu.
" Come to mama " gumam Ara. Dev yang duduk di hadapan Ara hanya bisa tersenyum melihat sikap kekasihnya yang seperti anak kecil.
Ara pun memakan ice cream tersebut sambil bersenandung kecil karena terlalu bahagia.
" Dev... Aaaa " Ara menyuapi Dev menggunakan sendok yang ia pegang.
" How? That's good right? " Dev mengangguk sambil tersenyum.
Setelah selesai makan, mereka langsung pergi ke hotel. Sesampainya di sana sekitar pukul setengah tujuh malam.
" Nanti mau kemana lagi Ra? " Tanya Dev sebelum mereka masuk ke kamar masing-masing.
" Kamu jadi sewa motor gak? Kalau jadi kita jalan-jalan aja "
" Iya udah kok, aku sewa kamar ini sekalian minta di cariin kendaraan sama pegawai disini. Kita bisa langsung keluar nanti malam "
" Sip! Jam 8 ya? " Dev mengangguk.
" Yaudah, aku masuk duluan "
" Iya "
Setelah Ara masuk Dev pun masuk kedalam kamarnya dan langsung tumbang di atas kasurnya. Kepala nya sudah terasa sedikit pusing sejak tadi dan suhu tubuhnya juga mulai panas.
Sedangkan di kamar Ara ia termenung sejenak. Sejak awal pergi dari rumah tadi pagi sampai saat ini ia belum mengabari siapapun.
Banyak panggilan masuk dari Shera, Topan, serta orang tua nya. Namun diantara nama-nama tersebut yang paling banyak melakukan panggilan adalah Shera.
Dengan meyakinkan dirinya Ara pun menelfon Shera untuk memberi kabar.
" Hallo? Ara? Sayang, where are you? Kamu baik-baik aja kan? "
Ara tersenyum setelah mendengar suara Shera.
" Aku baik-baik aja kok tan. Maaf, Ara buat tante dan bang Topan khawatir. Sekarang Ara sama Dev tante gak perlu khawatir ya "
" Syukurlah... Kalau kamu sama Dev tante gak perlu mencemaskan apapun lagi. Tapi, kamu pulang kapan Ra? "
" Kemungkinan besok tapi Ara juga belum tahu "
" Yaudah yang penting Ara baik-baik aja tante udah seneng. Jangan lupa makan ya Ra "
" Iya tan... Yaudah Ara mau istirahat dulu ya tan nanti Ara telfon lagi "
" Iya cantik "
Tut...
Sambungan telfon pun tertutup. Perasaan sesak di dada terasa hilang dan Ara merasa nafas nya jadi lebih lega dan bisa memejamkan mata untuk 30 menit kedepan.
Kring... Kring...
Alarm dari ponsel Ara berbunyi. Ia segera bangun dan merapihkan sedikit pakaian nya setelah itu keluar menuju kamar Dev.
Tok tok tok
Tak ada jawaban dari dalam.
Tok tok tok
" Dev... Ini aku Ara " tak ada jawaban juga dari pemilik kamar. Penasaran Ara coba membuka pintu dan ternyata tak di kunci.
" Dev... "
Terlihat laki-laki yang terbaring di atas ranjang dengan selimut yang hampir menutupi seluruh tubuhnya.
" Dev... " Perlahan Ara mendekat dan tangan nya tiba-tiba saja bergerak memegang kening Dev.
" Aw... " Pekiknya karena suhu tubuh Dev yang seperti air baru matang.
Ara segera menyingkirkan selimut itu dari tubuh Dev dan mengangkat lengan baju yang Dev gunakan untuk mengecek suhu tubuh nya.
" Yaampun Dev lo sakit? "
Suara Ara yang masuk ke dalam telinga nya membuat Dev terbagun.
" A... Ara? " Panggil nya dengan suara parau.
" Lo kenapa gak bilang kalo sakit Dev? " Ucap Ara lagi sedikit kesal.
" Apa yang sakit, hm? Lo radang? Atau flu? Kok tiba-tiba panas? "
" G...ak tahu Ra " Ara berfikir sejenak lalu terlintas tentang luka Dev.
" Dev, coba duduk bentar " Ara membantu Dev untuk bersandar di kepala kasur. Lalu ingin mencoba membuka baju Dev.
" Eh? Mau ngapain Ra? "
" Gua mau liat luka lo. Gak usah mikir macem-macem deh, angkat tangan nya bentar " Dev menuruti perintah Ara. Karena Dev masih memakai kaos Ara harus mengangkat lengan baju kaos yang Dev pakai lalu membuka perban luka yang melingkar di otot kekar kekasihnya itu.
" Dev... Luka lo bengkak. Lo ngapain sampe bengkak gini hah? Ngangkat yang berat-berat? " Dev menggeleng.
" Gak inget Ra... "
" Argh... Yaudah kita ke rumah sakit sekarang "
Ara kembali membalut luka itu dengan perban dan merapihkan lengan baju kaos Dev setelah itu memapah nya untuk keluar. Pegawai yang melihat Ara memapah Dev langsung menghampiri.
" Teh, kenapa ini? "
" Mau ke rumah sakit mang, bisa tolong cariin taxi atau apa gitu? "
" Pake mobil hotel aja teh. Mari saya antar "
Akhirnya mereka berdua pergi ke rumah sakit menggunakan fasilitas hotel. Dev segera dibawa ke ruang UGD dan langsung di tangani oleh dokter setelah mendengar penjelasan dari Ara.
" Anda wali dari pasien? " Tanya dokter yang menangani Dev.
" Iya, dok "
" Sebelum nya apa pasien pernah melepas perban nya setelah operasi? "
" Saya... Kurang tahu dok. Memang nya kenapa? "
" Bengkak yang terjadi di lengan pasien serta suhu tubuh pasien yang panas disebabkan karena luka pasien yang hampir infeksi. Ketika saya membersihkan kembali luka dari pasien terdapat beberapa debu atau kotoran yang menempel di bekas jahitan.
Maka dari itu saya bertanya apa pernah pasien melepas perban setelah operasi? Karena kuman-kuman bisa menempel ketika luka masih belum kering dan cukup berbahaya untuk kesehatan pasien "
" Terus sekarang gimana dok? Apa harus di rawat? "
" Ya... Mungkin sampai besok pagi jika kondisi nya sudah lebih baik anda bisa membawa pulang pasien tapi jika tidak mungkin harus beberapa hari di sini "
" Untuk obat nya gimana dok? Ada yang perlu saya beli?"
" Tidak perlu tebus obat. Perawat disini sudah memberikan infus kepada pasien jika masih terasa nyeri besok pagi kami akan berikan obat tambahan. Mbak nya bisa mengurus data pasien terlebih dahulu "
" Iya, baik dok. Terimakasih "
Saat ini bukan waktu yang tepat untuk bertanya pertanyaan seperti yang tadi dokter tanyakan pada dirinya kepada Dev. Ia melihat Dev yang sedang memejamkan mata nya lalu membelai rambutnya penuh kasih sayang.
" Dev... " Panggil Ara di telinga Dev dengan lembut.
" Hmm? " Dengan susah payah Dev membuka mata nya untuk melihat Ara.
" Aku ke administrasi dulu ya "
" I... Ya "
Setelah mendapat izin Ara langsung meninggalkan Dev dan mengurus administrasi. Beberapa saat kemudian Ara kembali dan duduk di samping Dev. Ara memegang tangan panas itu dan menempelkan nya di pipi.
" Kamu tahan rasa sakit kamu untuk kebahagiaan aku Dev? That's stupid. Kamu membahayakan diri kamu sendiri " batin Ara.
" I'm so sorry " ucap Ara di telinga Dev. Saat ini ia menatap wajah Dev dengan intens. Tangan kanan nya menggenggam tangan Dev dan tangan kiri nya membelai lembut rambut kekasihnya.
Di lihat dari jarak yang sangat dekat menyadarkan Ara kembali bahwa betapa tampan nya kekasih nya itu. Hidung yang lancip, alis yang cukup tebal, bulu mata yang lentik, bibir mungil berwarna merah. Ara tersenyum manis melihat tenang nya wajah Dev ketika tidur.
Drrtt... Drrttt...
Ponsel Ara bergetar ada sebuah pesan masuk dari Louis.
Bang Louis
Ra, lusa bisa ketemu sama anggota tim yang lain? Pertandingan tinggal satu minggu lagi.
Ara berfikir sejenak. Bisa kah ia dan Dev pulang ke Jakarta besok?
Me :
Gue usahain ya bang. Gue lagi di bandung dan Dev masuk rumah sakit. Kalau besok gue dan Dev bisa balik ke Jakarta gue kabarin.
Bang Louis :
Dev masuk rumah sakit? Kenapa? Kalian cuma berdua?
Me :
Iya bang. Bekas luka dia infeksi dan demam.
Bang Louis :
Lo perlu bantuan? Gue kesana.
Me :
No. Sekarang semua udah aman gak usah khawatir.
Bang Louis :
Yaudah. Tapi hubungin gue kalo lo butuh bantuan. Gue langsung dateng.
Me :
Iya bang. Thanks
Setelah itu percakapan di chat berakhir. Karena Ara sudah merasa lelah jadi rasa ngantuk menghampiri nya. Ia pun sedikit membungkukkan badan nya dan meletakan kepala nya di dekat tangan Dev dan tidur dalam posisi duduk.