"Waduh pak Kamal imam kita di mushola ini lagi sakit, sekarang siapa ini yang menjadi imam" kata Agus seorang warga kampung Rambutan.
"Kamu aja di, kalau saya kadang lupa pas baca surah pendeknya" kata Solikin sambil mempersilahkan Agus.
"Saya gak berani Kin, saya suka gugup" saut Agus yang mundur mundur.
"Ayo bapak bapak, masak kalian sebagai seorang pemimpin malah gak ada yang berani mengimami" saut Dea di balik tirai pembatas antara jamaah laki laki dan perempuan.
Agus dan Solikin pun masih berdebat, sedangkan yang ada di mushola itu banyak jamaah yang sudah berusia lanjut, untuk bicara pun kurang jelas, ada bapak bapak yang tidak bisa ngaji karena baru belajar, ada anak muda tapi dia malu dan anak anak yang masih berusia 8 tahunan.
Di antara berdebatan itu Feri baru masuk mushola, seketika semua memandang Feri karena dia tidak pernah sholat di mushola itu, terakhir sholat pada waktu masih kecil pas masih ada bapaknya.
"Loh bapak bapak kok belum di mulai ?" tanya Feri yang baru tiba di mushola itu.
"Wah mas Feri ya ini, seneng rasanya melihat mas Feri ikut jamaah di mushola ini" kata Agus tetangga Feri.
"He he he. . iya pak Agus, berkat bimbingan komandan saya, hati saya jadi tergerak untuk lebih mendekatkan diri pada sang pencipta" saut Feri sambil menggaruk garukan kepala nya karena malu.
"Tapi kok belum mulai sholat dzuhur nya, nanti keburu abis waktunya" kata Feri yang bertanya tanya.
"Jadi gini Fer, pak Kamal kan sakit, kami bingung siapa yang akan menjadi imam" kata Solikin.
"Walaaaah. . kalo di perbolehkan saya yang akan menjadi imam pak" saut Feri dengan tersenyum.
Seketika satu mushola pun tercengang karena kata kata dari Feri, karena dia setahu warga kampung tidak pernah sholat dan tiba tiba menawarkan diri untuk menjadi imam.
"Yakin kamu bisa Fer ?" tanya Solikin kurang percaya.
"Insya'allah pak" jawab Feri sambil tersenyum.
Feri pun di persilahkan untuk menjadi imam sholat dzuhur hari itu, yang tak di sangka sangka selain suaranya merdu, Feri menghafal surah surah pendek dengan baik dan benar.
Setelah selesai sholat itu mereka pun bertanya kepada Feri, bagaimana bisa menghafal dan berani untuk menjadi imam sedangkan dia tidak pernah sholat setau Agus.
Feri pun menjelaskan bahwa setiap pulang kerja semua anggota satpam di bawah pimpinan Madi komandannya di adakan acara ngaji bareng, yang di dalam acara itu mulai dari belajar sholat dari awal, belajar ngaji hingga menghadapi makhluk ghaib yang suka jahil pada manusia.
"Waaaaah. . kalau gitu mas Feri harus sering sering ke mushola ya, apalagi pak Kamal saat ini masih sakit, jadi kami butuh seorang imam di mushola ini" kata Agus yang tersenyum heran melihat perubahan dari Feri.
"Insya'allah ya pak, kalau pas nggak kerja" jawab Feri sedikit malu.
Akhirnya jamaah sholat dzuhur pun selesai dan semua orang pulang kerumah masing masing.
"Hari ini libur kerja, enaknya ngapain ya, mau kerumah Deni dia lagi masuk kerja, mau ngopi di warung nanti abis maghrib ada tahlilan di rumah pak Agus, mending ngopi abis isya' ajalah" batin Feri yang bingung mau ngapain.
Allahuakbar allahuakbar. . (suara adzan)
"Wah sudah maghrib" kata Feru yang langsung mengambil air wudhu dan siap siap berangkat ke mushola.
Setiba di mushola Feri pun melihat jamaah maghrib tambah banyak di bandingkan pas jamaah ashar tadi.
Setelah menunggu adzan selesai ternyata pak Kamal tidak datang karena masih sakit, para warga pun mempersilahkan Feri untuk mengimaminya sekali lagi, dengan senang hati Feri pun langsung maju, karena pesan dari komandannya "ketika orang meminta bantuan atau kita di butuhkan langkahkan kaki mu, selama semua itu di jalan Allah"
Akhirnya Feri pun mengimami sholat maghrib di mushola itu, setelah sholat selesai semua jamaah laki laki pun menuju kerumah pak Agus untuk menghadiri undangan tahlilan.
Setibanya di kediaman pak Agus semua tamu undangan pun di suguhi satu gelas teh dan rokok seperti adat kebiasaan di kampung itu.
"Pak Agus kayaknya semua sudah datang, tapi siapa yang memimpin tahlil, kan pak Kamal masih sakit" teriak seorang warga di situ.
"Mas Feri tolong pimpin tahlilan ya !!" kata pak Agus yang menghampiri Feri yang sedang duduk di pojokan.
"Waduh jangan saya pak Agus, soalnya saya jarang bicara di depan orang banyak" saut Feri sambil menggelengkan kepala.
"Ayolah mas Feri, di tempat ini yang saya tau mas Feri lah yang tepat untuk memimpin tahlil, setelah saya tau kalau mas Feri sanggup mengimami di mushola" kata pak Agus sambil merayu Feri.
Feri pun bimbang, tapi dia teringat dengan kata kata Komandannya, dengan memberanikan diri, dia pun menyanggupinya.
"Akan saya coba sebisa saya ya pak Agus" kata Feri.
"Terimakasih ya mas Feri, saya yakin sampean bisa" saut Agus dengan lega.
Feri pun memulai acara itu dengan salam dan pembukaan yang pernah di ajarkan oleh Komandannya pada waktu acara ngaji bareng.
Acara pun berlangsung dengan baik, Feri pun terlihat seperti seorang yang sudah terbiasa memimpin tahlil, dan semua orang di rumah itu pun terkejut pada Feri.
"Loh Fer kamu bisa pimpin tahlil ya ternyata" kata seorang bapak tua berbaju putih kotak kotak di situ setelah acara selesai.
"Hehe. . nggak juga pak, sebenernya agak gugup juga, tapi semua ini berkat bimbingan dan ajaran dari komandan saya juga pak" saut Feri tersipu malu.
Akhirnya acara tahlil itu pun selesai, semua orang pun berpamitan untuk pulang kerumah.
"Mas Feri terimakasih ya, berkat sampean acara ini berlangsung dengan lancar" kata pak Agus sambil menjabat tangan Feri dan memberi sebuah amplop.
"Loh apa ini pak Agus, jangan pak Agus, saya hanya mencoba membantu saja" saut Feri yang mencoba mengembalikan amplop itu.
"Jangan di tolak mas Feri, saya juga ikhlas ngasih ini, ini rejeki dari allah yang melewati saya mas Feri, jadi tolong di terima ya" kata Agus yang sedikit memaksa untuk menerima amplop tersebut.
Akhirnya Feri pun dengan terpaksa menerima amplop tersebut, dan berpamitan pada pak Agus untuk pulang.
Akhirnya Feri pun menjadi buah bibir di desa itu, dia pun menjadi tambah di segani oleh orang orang di desanya, dan dia pun menjadi imam di mushola ketika pak Kamal yang tidak bisa datang karena kepentingan tertentu, Feri pun terkadang juga di suruh memimpin tahlil di desanya, dari situlah Feri menjadi tambah bersemangat untuk memperdalam ilmu agamanya yang mengingat di desanya kurang sosok seorang imam, dia pun juga berinisiatif untuk mengajar mengaji anak anak ketika dia tidak terbentur dengan jadwal kerjannya.