Malam pertama pernikahan menjadi malam yang berkesan untuk sebagian pengantin baru. Tak hanya mempersiapkan mental dan fisik, namun dekorasi kamar pengantin pun tak luput dari perhatian.
Tak sedikit pasangan yang memilih untuk menghias kamar pengantinnya sedemikian rupa agar terlihat lebih rapi, nyaman, dan berkesan di malam pertama. Begitulah bayangan pengantin normal pada umumnya.
Sedangkan Lynn dan Ale hanya berdiri di bibir pintu sambil memandangi suasana kamar yang sangat asing bagi mereka.
Dekorasi kamar bernuansa mewah dan klasik. Kombinasi warna putih gading dan coklat keemasan mewarnai setiap sudut. Ranjang besi mewah, lampu hias meja dan tirai di atas tempat tidur membuat suasana ruangan menjadi lebih romantis, ditambah lagi dengan taburan mawar merah di tempat tidur.
Ale menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal, "Agak berlebihan nggak, sih? Gue nggak biasa."
"Horor."
"Uhmm?"
"Gimana mau tidur kalau ditaburin bunga mawar? Kaya kuburan." Lynn bergidik ngeri, langsung mendekat ke arah ranjang. Mengumpulkan taburan bunga tersebut ke dalam tempat sampah. "Bisa-bisanya orang mau istirahat ditaburin kembang mawar. Amit-amit bablas." gerutunya sambil mengetuk kepalanya dengan satu kepalan tangan.
Pip! Cklek!
Lynn menoleh bersama mata yang membelalak, "L-lo kunci?"
Ale agak bingung sampai akhirnya mengangguk, "Biar aman, dong."
Detik itu juga Lynn tercenung cukup lama. Menyadari detik-detik yang terasa begitu aneh saat dirinya hanya berada di satu ruangan tertutup dengan Ale yang kini sedang melepas casual blazer yang dikenakannya.
"G-gue tidur di kamar lain aja." kata Lynn berjalan menuju pintu.
"Kamar mana?" pertanyaan Ale menghentikan langkahnya.
"Kan satu lantai buat kita. Masih ada kamar lain, dong."
Ale menahan diri untuk tetap tenang dan melangkah lebih dekat yang justru membuat Lynn semakin mundur gugup.
Pria yang kini berbalutkan koas putih polos itu hanya bisa menghempaskan napasnya kasar, "Lo kenapa mundur-mundur!"
"Ya, Lo jangan dekat-dekat!" teriak Lynn meringkuk.
Ale berdecak, lalu memilih untuk mundur satu langkah, "Kita nggak bisa tidur di kamar terpisah! Udah ada di kontrak, kan? Apa kata orang tua kita kalau tau?! Kalo nyokap gue ngecek, tanya orang hotel?"
Lynn mengerucutkan bibirnya membentuk sebuah huruf U terbalik. "Gue nggak pernah tidur sama orang asing. Apalagi cowok."
"Lo kira gue pernah?!" hardik Ale.
"Mana gue tau! Lo kan pernah tinggal di Amerika."
Ale mengacak rambutnya frustrasi menghadapi celotehan Lynn yang beragam itu, "Lo pikir gue apa?! Gue menjunjung tinggi kebudayaan dan agama! Gila, Lo!"
Lynn hanya bisa terdiam dan menciut sambil menyimak omelan Ale. Bahkan ini menjadi kali pertama kalinya mendengar Ale mengomel.
"Lo tidur di kasur, gue di sofa," Ale menunjuk masing-masing benda yang disebutkan, "Gimana? Clear, kan?"
Lynn memandangi jarak ranjang dan sofa yang memang cukup jauh. Tetapi jika tetap berada dalam satu ruangan masih membuatnya gelisah. Kendati demikian, ia tak punya pilihan.
"Ya, udah." Lynn mengarah ke ranjang, "Awas kalau lo dekat-dekat gue!" ia memberi peringatan.
"Ngapain juga gue dekat-dekat?" Ale tertawa.
"Aishh!" Keluh Lynn masih merasa tak nyaman, "Kayanya gue nggak akan bisa tidur, deh."
^^^
Berbagai medali, piagam dan berbagai macam atribut penghargaan dari berbagai kejuaraan tertata rapi di kamar minimalis milik sang atlet—Ashraf Fannan.
Dengan rambut yang masih setengah basah, ia terduduk di bibir ranjang. Akhirnya usaha keras yang dilewatinya sebelum Asian Games hingga setelahnya terbyara sudah. Kini, ia bisa beristirahat lebih banyak—setidaknya untuk beberapa waktu ke depan.
Fannan membuka artikel daring yang memberitakan tentang kemenangannya. Kedua sudut bibirnya terangkat. Merasa puas. Tetapi bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk Lynn. Ia senang bisa menepati janjinya.
Dan patah pula secara bersamaan.
Hari dimana ia harus mengeluarkan segala tenaga, mental dan kekuatannya demi satu medali yang dijanjikannya itu justru bertepatan dengan hari pernikahan Lynn.
Bisa saja Fannan membatalkan janjinya karena terlanjur patah. Namun, ia merasa lelaki sejati harus menepati semua ucapannya. Jadi, ia tetap bekerja keras untuk semua itu. Lagi, cintanya masih besar pada Lynn.
Bahkan ia melihat tayangan ulang yang disiarkan oleh saluran YouTube milik wedding organizer yang menyokong acara pernikahan itu. Mulai dari akad hingga respesi.
"Kenapa lo bertindak sejauh ini, Lynn?" ia masih bertanya-tanya saat Ale mulai menjabat tangan Ayah Lynn.
'—dan seperangkat alat sholat, dibayar tunai!'
'Sah?'
'Sah!'
Namun, mendadak kehawatiran itu berubah menjadi sebuah keheningan berbalut haru saat mendapati Ale menangis tersedu selepas akad. Siapapun yang menyaksikannya, pasti akan merasakan ketulusan darinya.
Pun dalam kolom komentar, banyak sekali warga net yang meninggalkan harapan dan doa mereka agar pasangan Ale dan Lynn langgeng. Sakinah mawaddah wa rahmah. Banyak pula yang iri karena Lynn mendapatkan lelaki yang begitu tulus.
Fannan menarik satu napas yang cukup bertenaga sembari mengingat isi surat yang dituliskan Ale bahwa dirinya mencintai Lynn.
"Aku benar-benar nggak ngerti," Fannan terkekeh. "Sebenarnya pernikahan apa yang kalian jalani?"
Kemudian Fannan kembali mengulang momen dimana Ale menangis tersedu-sedan dan berusaha menyembunyikannya saat Lynn datang.
Pikirannya mengais hipotesa, "Ale benar-benar tulus. Sebagai lelaki, Aku bisa merasakannya."
^^^
Ale yang keluar dari kamar mandi dengan rambut setengah basah, handuk melingkar di leher itu dibuat terkaget oleh suara-suara kasar yang disponsori oleh dengkuran istrinya. Seketika ia tak bisa menahan tawa. Apalagi saat membidik cara tidur Lynn yang tak beraturan.
Perempuan itu mengenakan piyama tartan. Arahnya sangat tak beraturan. Kakinya bahkan menjejakki selimut, alih-alih digunakan.
Sambil tersenyum, Ale merapikan bantal-bantal yang juga sempat terjatuh, "Katanya nggak bisa tidur!"
Lantas menarik selimut sampai ke bagian leher agar Lynn tak kedinginan. Terpaku setelahnya Memandangi wajah Lynn begitu lekat dalam waktu yang cukup lama. Sebuah tatapan penuh cinta dan makna yang medalam.
Ini merupakan kali pertamanya seumur hidup Ale memandangi wajah Lynn yang cantik, polos dan sederhana itu. Bulu matanya bahkan tampak melengkung meski dalam waktu tidur.
"Terima kasih sudah hadir dalam hidupku, Lynn." ungkapnya dari lubuk hati yang terdalam. Kerlingan matanya tak pernah bisa berbohong. Banyak cinta tercurah.
"Terima kasih, Yaa Allah.. Engkau telah izinkanku untuk hidup bersama cintaku—" bibirnya bergetar, "—meski tak lama. Sebagai gantinya Aku akan buat dia bahagia. Memberikan semua yang dia inginkan."
"Meski Aku tak bisa menyentuh, Aku bahagia saat Lynn berada disisiku." lanjutnya tak bisa menyembunyikan besar cintanya pada perempuan yang sedang tertidur pulas itu.
Ale benar-benar tak pernah menyangka jika dirinya diizinkan Allah untuk kembali bertemu dengan cinta lamanya. Tak pernah absen ia melangitkan nama Lynn. Perempuan itu memberikan kebahagiaan sederhana disaat titik terendahnya sebagai anak remaja. Pun Ale yakin, Lynn tidak sadar akan perbuatan recehnya.
Tapi, Ale bersumpah. Ia merasakan ketenangan pikiran dan batin yang saat itu sedang berkemelut karena vonis akan penyakitnya yang terlalu dini, sehingga bisa bertahan sampai saat ini.
Pun dahulu, Ale smepat berusaha keras mencari Lynn selepas kepulangannya dari Amerika. Namun, ia benar-benar kehilangan jejak. Perempuan yang namanya selalu terselip dalam doa itu hilang bak ditelan bumi.
Ale meminta pada Allah lagi agar diberikan keikhlasan saat dirinya benar-benar tak lagi bisa bertemu dengan Lynn.
Tetapi, Allah memberikan alur cerita yang lain. semesta bergerak mempertemukan mereka dalam sebuah insiden hampir setahun lalu saat Lynn harus dibawa ke rumah sakit. Dan pada akhirnya, Allah lah yang akan menggerakkan hati setiap manusia.
Sambil memejam begitu dalam, Ale mendaratkan bibirnya ke kening Lynn untuk kedua kalinya. Tertahan begitu lama. Menyemai semua perasannya pada perempuan tersebut.