"Akhirnya apa yang kamu inginkan akan segera tercapai, Ra," ujar Hana sambil menatap Maura dengan rasa senang.
Maura tersenyum, menampilkan wajah ceria yang siap untuk memulai segalanya dari hari ini.
Hari senin, hari yang Maura tunggu sejak kemarin-kemarin, hari di mana apa yang ia tunggu dan impikan kini segera menjadi nyata.
Ia sudah siap menggunakan baju yang sangat rapih, tetapi dengan rambut yang terkuncir satu bukan tergerai bebas. Ia tetap terlihat cantik, apa lagi dengan body tubuhnya yang begitu langsing dan ideal.
Hari ini akan menjadi hari yang bahagia baginya. Berkas yang dibutuhkan untuk melamar pekerjaan sudah siap sedia untuk kemudian langsung melakukan wawancara di hari ini.
Indri bilang, semua akan berjalan lancar apa lagi kecerdasan Maura yang tidak usah diragukan lagi. Pak direktur perusahaan yang sudah Indri kenal dengan baik pun tidak ragu jika langsung menerima Maura untuk berkerja.
Tetapi tetap saja Maura harus tetap melamar dulu dengan berkas-berkas yang perusahaan butuhkan untuk data dirinya dan juga wawancara untuk mengetahui kebenaran dari potensi yang ia miliki.
Rusdi dan Hana yang mendengar kabar dari putrinya itu tentu saja ikut bahagia. Rasa bangga semakin besar mereka tujukan untuk Maura, anak sulung mereka.
Berkat sebuah kabar bahagia itu pula, Rusdi jadi cepat sembuh. Tubuhnya menjadi semakin semangat untuk terus bangkit dan tetap sehat demi mempertahankan kebahagiaan sang putri dan sang istri tercinta.
Rusdi sudah kembali berkerja seperti biasanya, Hana kini sudah tidak lagi berjualan kue dan tetap di rumah untuk menjadi seorang Ibu rumah tangga yang baik, dan Maura sekarang akan mulai berkerja untuk membantu perekonomian keluarga kecilnya itu.
"Maura berangkat, ya, Bu," ucap Maura masih dengan rasa bahagia yang tidak juga hilang.
Hana tersenyum, Maura mendekat untuk meraih lengan kanan Ibunya dan ia tempelkan punggung tangan itu pada bibirnya.
Hana mengelus pelan rambut Maura, rasa bahagia yang masih bergolak di dalam hati Maura seolah tersalurkan pada sang Ibu.
"Assalamualaikum," ucap Maura untuk berpamitan.
"Waalaikumsalam," jawab Hana melepas keberangkatan putrinya.
"Hati-hati di jalan, ya, Nak!" seru Hana sebelum Maura benar-benar hilang dari pandangan.
Ditatapnya tubuh muda nan ramping itu dengan tatapan penuh harap. Usianya akan semakin menua, tubuhnya tak akan muda terus-menerus. Begitupun sang suami yang terkadang sudah mulai sakit-sakitan.
Ia berharap semoga pekerjaan yang akan Maura tekuni adalah pekerjaan yang memang terbaik untuk dirinya. Pekerjaan yang bisa mengubah hidup Maura dan membantu beban hidup keluarga yang selalu berusaha untuk Hana tutupi, meski terkadang Maura peka dan mengerti tanpa Hana tahu.
"Semoga kamu sukses dan berhasil untuk meraih impian kamu, Nak," lirih Hana saat Maura sudah hilang dari pandangan.
Ia berbalik arah dan kembali masuk ke dalam rumah untuk melanjutkan rutinitas wajibnya sebagai seorang Ibu rumah tangga.
***
Maura sudah sampai di depan gang rumahnya. Ia menghentikan langkah kakinya dan berjalan untuk mendekati sebuah poskamling yang sering digunakan para Bapak-bapak untuk menjaga kampung saat malam hari.
Ia mendudukkan diri di sana dan melihat jalan yang ada di hadapannya untuk menunggu seseorang.
Naik bus adalah alternatif yang harusnya ia gunakan, tetapi menggunakan motor akan lebih mempersingkat waktunya untuk sampai ke tempat tujuan, begitu yang Maura pikirkan.
Ia semalam sudah menelpon Raka dan memberi tahu kabar gembira tentang dirinya yang akan bekerja di hari ini. Raka tentu ikut senang juga mendengar ucapan Maura.
Ucapan selamat dan bangga terucap dari bibir Raka melalui panggilan suara, semakin membuat Maura bertambah semangat karena ucapan dari sang kekasih.
Raka bilang akan menjemput Maura di hari pertama kerjanya. Akan menjemput dengan motor kesayangannya agar Maura semakin ceria di pagi hari.
Tetapi, sudah lima menit Maura menunggu, Raka tak kunjung juga datang.
Motor dan mobil yang berasal dari dalam kampungnya mulai lewat dengan dikendarai oleh para pengendara yang siap untuk bekerja. Pakaian rapih dan wajah ceria menghiasi diri mereka di pagi hari ini.
Dari beberapa kendaraan yang lewat, tidak juga ada Raka di antaranya. Batang hidung Raka tidak terlihat sama sekali membuat Maura menjadi gusar.
Tidak mungkin ia akan terlambat di hari pertamanya, tidak mungkin ia menunjukkan kedisiplinan yang buruk padahal belum benar-benar di terima.
Ia ambil ponsel kesayangannya dari dalam sling bag berwarna silver yang kini ia gunakan.
Dibukanya layar handphone itu, menampilkan sebuah foto wallpaper yang membuatnya kembali tersenyum.
Foto gambar dirinya dan Raka dengan wajah konyol saat di pantai waktu itu. Cahaya dan background yang ada membuat foto itu terasa sempurna.
Beberapa kali Maura melakukan panggilan menggunakan aplikasi berwarna hijau di handphonenya, tetap saja tidak ada jawaban dari Raka.
Ia beralih untuk melakukan panggilan biasa dari kontak ponsel. Setelah menunggu nada tunggu yang lama, terdengar suara seorang wanita yang membuat dirinya menjadi kesal.
[Maaf, nomor yang ada tuju sedang tidak aktif, cobalah beberapa saat la ....]
Maura matikan segera panggilan telepon itu sebelum operator selesai mengucapkan kalimatnya.
"Ih, ke mana Raka? Kok, malah ilang!" kesal Maura sambil melihat tanda terakhir dilihat pada profil Raka yang menunjukkan pukul dua belas malam.
Maura mendengus sebal, ia masukkan kembali ponselnya ke dalam tas saat merasa tidak ada lagi yang harus ia hubungi.
Raka tidak online, nomornya pun sedang tidak aktif, membuat Maura kecewa pada Raka yang tidak menepati janjinya hari ini.
Untung Maura sudah berinisiatif untuk berangkat dari rumah sejak jam setengah tujuh, sedangkan lamaran pekerjaannya akan berlangsung di jam delapan seperti yang Indri ingatkan.
Saat ini jam sudah menunjukkan pukul tujuh kurang lima belas menit, Raka tidak juga datang padahal berjanji untuk menjemput di jam setengah tujuh.
Tidak masalah jika memang Raka tidak jadi untuk menjemputnya, yang terpenting ia tidak akan telat meski ujungnya memilih bus untuk kendaraan yang akan ia tunggangi.
"Dasar Raka! Pasti dia masih tidur. Untung aku lagi bahagia hari ini. Ya, udah, ah, naek bus aja," ujar Maura berbicara sendiri, sambil berdiri dari tempat duduknya untuk berjalan ke halte yang tidak jauh dari tempatnya berada sekarang.
Baru kemarin Raka berkata akan berubah dan menjadi lelaki terbaik dalam hidup Maura, saat ini ia malah tidak menepati janji.
Baru tadi malam Raka membuat Maura semakin bahagia dan semangat, kini tidak datang, dan membuat Maura sedikit merasa kecewa.
Rasa kecewa yang seharusnya besar, malah menjadi kecil karena kalah dengan kebahagiaan yang masih menggebu dalam hati Maura.
Ia tidak ingin moodnya pagi ini menjadi hancur hanya karena Raka yang tidak datang menjemputnya. Segera ia langkahkan kaki untuk cepat sampai di halte bus dan menuju tempat kerja pertamanya itu.
"Aku harus terus semangat hari ini!" ucap Maura meyakinkan dirinya sendiri.
Bersambung ....