Chereads / Temui Aku di Masa Depan / Chapter 18 - Hari Pertama

Chapter 18 - Hari Pertama

Hari yang ditunggu-tunggu oleh Maura akhirnya tiba juga, hari di mana ia akan bekerja untuk pertama kalinya. Dengan blazer yang sesuai dengan para karyawan lainnya di kantor, ia terlihat sangat rapi menggunakannya.

Dia tidak ingin mengecewakan Pak Hermawan, berangkat dari pagi agar lebih disiplin harus ia lakukan setiap harinya.

Pagi ini, ia datang dengan menaiki bus seperti kemarin. Bedanya, di bus tadi tidak ada pengamen yang bernyanyi, artinya tidak ada yang mengoyak hatinya untuk merasakan rindu yang kerap kali hadir.

Ia langkahkan kaki untuk masuk ke dalam perusahaan itu dengan rasa gembira. Hari pertama ia harus menunjukkan skillnya yang terbaik.

"Maura, sudah datang? Rajin sekali kamu berangkat sangat pagi." Maura menoleh ke arah sumber suara. Berdiri Hermawan yang berada tidak jauh dari dirinya.

Maura melemparkan senyum ceria pada Hermawan, "iya, Pak, hehe," jawab Maura sedikit malu.

"Saya suka jika kamu setiap hari seperti ini. Disiplin itu memang diperlukan! Apa lagi jika kinerja yang kamu tunjukkan nantinya sangat baik, Bapak tidak akan ragu untuk menaikkan jabatan kamu," ucap Hermawan membuat Maura terbengong.

Baru saja masuk kerja dan belum memulai pekerjaannya, Hermawan sudah sangat mempercayai kemampuan Naura dan membuatnya menjadi bahagia atas ucapan yang ia lontarkan.

Maura mengangguk mantap, ucapan Hermawan adalah doa baginya.

"Baik, Pak! Saya akan bekerja dengan baik di sini," ujar Maura dengan gembira.

"Oke, sekarang kamu akan saya kenalkan dulu mengenai perusahaan ini dan apa yang seharusnya kamu kerjakan nanti," ujar Hermawan menjelaskan.

"Tetapi, bukan saya yang akan menjelaskan mengenai hal itu, sudah ada seseorang yang sudah saya tugaskan untuk mengajari kamu di sini," ujar Hermawan membuat Maura bingung.

"Baik, Pak. Tapi maaf, siapa orang itu, Pak?" tanya Maura pelan dan hati-hati.

Seseorang siapa? Ah, seharusnya Maura tidak usah memikirkan hal itu, ia hanya harus mengikuti instruksi dari direkturnya.

Hermawan mengalihkan pandangannya ke pintu masuk, juga pada sudut perusahaan untuk mencari keberadaan seseorang.

"Sepertinya dia masih belum datang, sebentar, ya, tunggu saja di kursi itu!" titah Hermawan, lalu ia berjalan untuk mendekati resepsionisnya.

Maura mengangguk dan mengambil duduk di kursi yang Hermawan tunjuk, sambil menunggu apa yang seharusnya ia lakukan.

"Arya belum datang?" tanya Hermawan pada sang resepsionis.

Wanita yang kemarin menjadi seseorang yang pertama kali Maura sambut di dalam kantor itu menggeleng kecil pada Hermawan.

"Belum, Pak, sepertinya dia ada urusan dan akan sedikit telat," jawab wanita itu dengan sopan.

Hermawan terlihat mendengus kesal, bawahannya yang satu itu sebelumnya tidak pernah telat seperti ini. Dia adalah seorang direktur kepercayaan Hermawan yang sangat disiplin dan bisa dipercaya.

"Ya, sudah. Beritahu dia kalau Maura adalah wanita yang sedang duduk itu, biar dia melakukan tugasnya," ucap Hermawan sambil berlalu untuk mendekati kembali Maura. Resepsionis mengangguk patuh mendengar ucapan direktur utamanya.

Maura yang sadar kalau Hermawan kembali jalan untuk mendekat ke arahnya langsung berdiri agar terlihat sopan santun.

"Tunggu saja di sini, dia akan datang sebentar lagi," ucap Hermawan memberi tahu Maura.

Maura mengangguk paham, dan membiarkan direktur utama itu melangkahkan kakinya untuk kembali ke ruang kerjanya.

Sambil menunggu kehadiran seseorang yang akan mengajarkannya itu, Maura melihat sekeliling perusahaan yang warnanya sangat elegan, matanya terasa segar melihat dekorasi dari perusahaan tersebut.

Saat Hermawan telah benar-benar hilang dari pandangan, ponsel Maura bergetar tanda ada panggilan masuk. Segera ia ambil benda pipih itu dari dalam tasnya dan mengangkat panggilan masuk.

Nama 'Raka' disertai emoticon love tertera di layar ponselnya. Tumben dia sudah bangun jam segini, pikir Maura dalam hati.

[Halo, Ka.]

Maura mengangkat telepon itu dengan pelan, selagi belum melakukan pekerjaannya, mungkin ia bisa bersantai untuk mengangkat telepon dari Raka terlebih dahulu.

[Halo, Ra. Kamu udah sampai ke tempat kerja?] tanya Raka di ujung sana. Suaranya tidak seperti orang baru bangun tidur, sepertinya ia memang sudah bangun dari tadi.

[Udah, Ka, dari tadi. Kamu kenapa tumben banget nelpon aku pagi-pagi gini? Tumben udah bangun,] ucap Maura sedikit menyindir.

Raka yang dikatakan tumben sudah bangun pun hanya bisa menyengir tanpa terlihat oleh Maura. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal di sana.

[Hehe, iya, Ra. Aku bangun pagi karena mau nganterin kamu untuk kerja hari ini. Eh, ternyata kamu udah berangkat, padahal ini aku udah rapi,] ujar Raka dengan nada sedikit kecewa.

Maura mengerutkan keningnya setelah mendengar ucapan Raka. Ingin menjemput? Kenapa tidak memberi tahu dari tadi malam? Aneh memang, saat dibutuhkan tidak ada dan saat tidak dibutuhkan malah ada.

[Harusnya kamu bilang dari semalam,] ucap Maura menyikapi pacarnya itu.

[Niatnya, sih, gitu, Ra. Tapi Raka nggak mau buat Maura kecewa lagi, Raka takut kesiangan terus nggak bisa jemput padahal udah janji. Jadi Raka tadi niatnya mau ngasih Maura surprise, tapi gagal,] jelas Raka dengan nada sedih.

Maura mendengar penjelasan Raka dengan senyuman kecil. Setakut itukah Raka sekarang jika membuat Maura kecewa lagi? Ucapan Raka seolah ia mulai merubah diri, meski baru dari hal-hal yang kecil.

[Makasih, ya, kamu udah berusaha untuk buat aku nggak kecewa lagi. Tapi kamu telat, harusnya dari jam tujuh kalau mau jemput aku!] ucap Maura mengingatkan.

Jika Raka ingin memberi kejutan untuk menjemput Maura tetapi di jam delapan percuma saja, karena dirinya pasti sudah berangkat duluan.

[Hehe, iya Raka lupa. Besok-besok Raka dateng jam tujuh, deh, kalo mau jemput Maura lagi,] ujar Raka sambil terkekeh.

Maura tersenyum mendengar suara Raka, suara yang mulai terdengar lembut dan manis. Tidak seperti Raka yang sebelumnya, yang berbicara dengan nada dingin dan gampang sekali untuk marah.

[Kamu udah mulai kerja atau belum? Emangnya boleh telponan sama aku?] tanya Raka bak seseorang yang sangat polos.

Maura tersenyum sebentar mendengar pertanyaan Raka. [Belum, Ka. Aku lagi nunggu orang yang disuruh direktur utama untuk ngajarin aku nanti,] jawab Maura memberi tahu.

Pagi ini hatinya kembali ceria. Berbicara dengan Raka lewat telepon di pagi hari dan di hari pertama kerjanya semakin menambah semangat Maura. Ia terus tersenyum sambil berbicara dengan Raka.

"Ehm!"

Maura tersentak saat sebuah dehaman dari seseorang terdengar ada di dekatnya. Segera ia matikan sambungan telepon tanpa bilang dulu pada Raka, ia masukkan ponsel itu ke dalam tas, hatinya tiba-tiba deg-degan saat ini.

"Kamu Maura?" Dari suaranya dia memanglah seorang lelaki seperti saat berdeham tadi.

Pasti ini orang yang Pak Hermawan maksud, batin Naura dalam hati.

Dengan perasaan gugup dan takut sebab tadi kepergok sedang senyum-senyum sendiri sambil menelpon seseorang di telepon, Maura mengangkat kepalanya perlahan untuk melihat siapa pria yang sedang ada di hadapannya saat ini.

"Saya yang akan mengajari kamu," ucapnya agar Maura segera melihat ke arahnya.

Dengan perasaan takut, akhirnya Maura berani menatap pria yang ada di hadapannya. Entah takdir atau bagaimana, Maura sangat terkejut dengan siapa yang ada di hadapannya saat ini.

"Kamu?!" ucap mereka berbarengan dengan raut wajah terkejut.

Bersambung ....