Chereads / MY CEO IS MY SIMP / Chapter 2 - Bab II

Chapter 2 - Bab II

"Persetan dengan kontrak!"sahut Shiloh. Dia segera memegang bahuku. Sontak aku menutup mataku. Aku sebenarnya sangat takut jika dia akan berlaku kasar padaku tetapi dia tidak melakukannya. Malah dia memelukku dengan erat. Kemudian, dia melepaskan pelukannya. "Aku tidak mau hubungan kita seperti ini terus. Aku mau kamu. Aku gak mau yang lain. Hanya kamu di hatiku," ucapnya sambil membelai rambutku.

Aku memegang tangannya yang sedang membelai rambutku. Tangannya seketika berhenti. Kemudian, aku melepaskan tangannya dari rambutku. "Bukankah seperti ini lebih baik. Aku, kamu, kontrak,"bantahku.

Shiloh memegang tanganku kembali dan menempelkan ke wajahnya. Dia menyuruhku untuk menatapnya. Entah apa alasan dia menempelkan tanganku di wajahnya. Mungkin dia berpikir bahwa perlakuan tersebut membuatku luluh. Sayangnya, perlakuan itu akan berakhir sia-sia.

Berdasarkan psikologi, ada beberapa bahasa cinta. Mereka adalah quality time, touch, act of service, gift dan words of affirmation. Menurut perkiraanku, Shiloh sedang menunjukan bahasa cintanya yaitu touch. Sayangnya, bahasa cintaku bukanlah touch. Jadi, tentu saja, aku tidak merasa dicintai dan usaha Shiloh tidak akan membuahkan hasil.

Selagi aku terdiam, Shiloh mengulangi kata-katanya kembali. "Persetan dengan kontrak! Aku tidak peduli dengan kontrak. Aku tidak mau hubungan kita di atas kontrak." Dia tercekat sebentar sebelum melanjutkan kata-katanya. "Aku mau hubungan kita resmi menjadi sepasang kekasih."

***

Dua tahun sebelumnya…

Aku berjalan menuju ke ruanganku yang cukup jauh dari pintu masuk. Maka dari itu, sebelum sampai ke ruanganku, aku harus melewati ruang editor dan papan pengumuman yang berada di ruang tengah. Di dalam dunia kerja, selain harus pintar mengambil hati atasan, kita juga harus pintar mengambil hati rekan sejawat. Salah satu hal sederhana untuk mengambil hati rekan sejawat adalah memberikan salam setiap berpapasan.

"Selamat pagi semua," sapaku kepada setiap orang di ruang editor ini.

"Eh, Clay, pagi. Baru datang nih!"sapa seorang lelaki.

Lelaki itu adalah Pak Justin, kepala editor di CBL News Jakarta. Dia adalah mantan atasanku di sini ketika jabatanku masih jurnalis junior. Dengan naiknya jabatanku, tentu saja, aku mendapatkan atasan yang baru. Atasanku yang baru memang baik tapi Justin juga tidak kalah baiknya. Bahkan Justin masih memanggilku dengan nama panggilan khusus yaitu Clay.

"Iya nih, aku sedikit sibuk pagi ini, Pak," responku.

"Oh iya, apa kamu sudah tahu berita terbaru?" tanya Justin.

"Tentang apa?"

Aku berjalan mendekati Justin. Rasa penasaran membuncah. Sepertinya ada berita menarik yang sayang jika terlewatkan olehku.

"Tentang mutasi karyawan ke kantor kita yang ada di luar negeri," beber Pak Justin.

Aku semakin bersemangat mendengar kabar baik ini. Dari dulu, aku selalu ingin keluar negeri. Baik untuk liburan ataupun bekerja di luar negeri. Pokoknya segala sesuatu mengenai luar negeri selalu membuat jantungku berdegup kencang. Setelah menarik napas panjang untuk menenangkan jantung, aku menanyakan informasi lebih lanjut kepada Pak Justin. "Kantor cabang di mana? Inggris, Amerika atau dimana?"

Justin terdiam sejenak. Dia menutup matanya sebagai respon dari pertanyaanku. Sepertinya dia sedang mengingat-ingat kembali mengenai informasi ini. Kemudian dia membuka matanya. "Ah … aku ingat! Kalau gak salah di mutasi ke kantor di New York, Amerika Serikat."

Aku terkejut. Ku buka mulutku dengan lebar. Jika ada lalat yang terbang, aku yakin dia akan masuk ke dalam mulutku. Mulutku yang tergangga bisa-bisa dikira sebuah gua saking dalam dan lebarnya. Tidak ingin membuang waktu, aku segera sadar dari semua keterkejutan ini. Aku harus segera ke papan pengumuman untuk memastikan kebenaran informasi ini.

Setelah lelah berlari ke papan pengumuman, aku terhenti sejenak. Aku melihat banyak orang yang mengerumuni papan pegumuman sehingga aku tidak dapat melihat pegumuman dengan jelas.

"Tentu saja semua orang ingin melihat papan pengumuman. Siapa sih yang gak mau kerja di luar negeri?" batinku. Namun, aku tidak menyerah. Aku mencoba menerobos kerumumunan orang yang berkumpul di depan papan pengumuman dengan mengandalkan tubuhku yang mungil.

Akhirnya, usahaku berhasil dan aku sampai tepat di depan papan pengumuman. Kini, semua infomasi yang tertempel di papan pengumuman dapat terlihat. Aku mulai mengarahkan mataku dari kiri atas hingga kanan bawah. Tidak begitu lama, aku menemukan informasi mengenai mutasi karyawan.

Pengumuman

Kepada seluruh karyawan CBL News cabang Jakarta,

Dikarenakan perusahaan yang kian berkembang, maka kami membutuhkan karyawan untuk menempati posisi sebagai asisten eksekutif yang akan ditempatkan di kantor utama kami yang berada di kota New York, Amerika Serikat. Posisi ini terbuka bagi siapapun di perusahaan ini dengan minimal pengabdian selama tiga tahun di berbagai posisi di perusahaan kami. Jika, anda berminat, anda dapat menghubungi atasan masing-masing dan mengikuti tes yang akan di adakan dalam dua minggu ke depan.

Salam,

Shiloh Sulivan

CEO CBL News

Setelah membaca papan pengumuman, aku segera berlari ke ruang atasanku, Pak Ethan. Dari kejauhan, nampak ruangan Pak Ethan dipenuhi sekerumunan orang. Tiba-tiba barisan dibubarkan dan aku menerima informasi bahwa Pak Ethan akan menginstruksikan informasi lebih lanjut di ruang meeting.

***

Pak Ethan menjelaskan segala informasi mengenai kantor cabang di New York. Aku memerhatikan setiap penjelasan Pak Ethan dengan saksama. Setiap informasi mulai dari sejarah CBL News, semua kantor cabang CBL News di setiap negara, hieraki jabatan serta sekilas mengenai jobdesk dari Asisten Eksekutif, posisi yang dibutuhkan saat ini. Penjelasan yang diberikan sangatlah banyak tetapi aku tahu informasi ini akan berguna untuk ke depannya. Aku juga percaya bahwa bukan hanya aku yang berpikir demikian. Untuk memastikannya, aku melihat ke sekitar. Banyak dari mereka yang mencatat, memotret melalui kamera ponsel dan merekam melalui mesin perekam suara. Seperti kata peribahasa, untuk mengalahkan musuh maka kita harus mengenalnya dengan baik.

"Ada pertanyaan?" Suara Pak Ethan memecah keheningan. Dia menelusuri setiap sudut ruangan untuk melihat setiap tangan yang terangkat.

"Pak, saya ada pertanyaan," usulku.

"Ya, saudari Claretta. Saya persilakan," sahut Pak Ethan.

"Tes seperti apa yang akan diujikan untuk para kandidat?"

Pak Ethan berbalik dan menulis di sebuah papan tulis berwarna putih. Dia mengambarkan sebuah skema dari tahap pertama sampai tahap akhir. Setelah dia menggambar sebuah skema, dia menjelaskan kembali mengenai jadwal pelaksanaan seleksi untuk posisi assisten eksekutif.

"Pertama-tama, kalian harus mendaftar secara online melalui website perusahaan kita, yaitu CBLNews.com. Dari sana, kalian akan mengisi formulir pendaftaran dan akan ada penjelasan lebih lanjut mengenai dokumen apa saja yang diserahkan lalu…." Pak Ethan menjelaskan dengan panjang dan lebar.

Aku turut mencatat dan merekam suaranya melalui ponsel yang diletakan di atas meja. Untung saja, posisi tempatku duduk sangat dekat dengan Pak Ethan sehingga aku dapat merekam suaranya dengan baik.

"Pak, bolehkah saya bertanya?" tanya seorang wanita. Suaranya sangat tinggi dengan nada menekan. Dia adalah Sinta. Seorang rekan sejawat sekaligus saingan terberatku. Dia sangat cantik, supel dan pintar.

"Iya saudari Sinta, saya persilakan untuk bertanya,"jawab Pak Ethan.

"Setelah mendengar penjelasan Bapak, proses seleksi untuk posisi ini membutuhkan waktu tiga bulan mulai dari pendaftaran hingga wawancara akhir di Los Angeles?"

"Betul."

Tak mau kalah, aku mengajukan pertanyaan kembali.

"Apakah sudah ada jadwal mengenai pendaftaran untuk posisi ini?" tanyaku dengan semangat membara.

Aku tidak mau kalah dari Sinta. Melihat sorot mata Sinta yang memperhatikan Pak Ethan dan mengajukan pertanyaan yang kritis adalah suatu pembuktian bahwa Sinta akan serius untuk mengejar posisi ini. Dan benar saja, setelah aku mengajukan pertanyaan kedua kepada Pak Ethan, aku merasakan suatu hawa panas yang di tujukan padaku dari arah Sinta. Untung saja, Pak Ethan menjawab pertanyaanku sehingga suasana menjadi sedikit lebih sejuk.

"Karena kita perlu mempersiapkan beberapa dokumen, pendaftaran akan dimulai minggu depan. Jika berdasarkan pengumuman, tes akan diadakan semingggu kemudian. Namun, untuk kepastian lebih lanjut. Kalian bisa memeriksa website perusahaan kita, CBL News secara berkala,"jawab Pak Ethan.

"Apakah ada yang pertanyaan lain?" lanjut Pak Ethan.

Tidak ada tangan yang terangkat. Kami semua terdiam dan melihat satu sama lain. Suasana mulai memanas kembali. Aku dapat merasakan ambisi dari semua orang di ruang meeting ini.

"Oke, karena tidak ada pertanyaan lain, meeting ini saya bubarkan,"usul Pak Ethan.

Semua peserta meeting segera beranjak dari bangku dan menuju ke ruang kerja mereka masing-masing.

***

Tiga bulan kemudian, LAX Airport.

Aku berhasil melewati tujuh tahap tes untuk posisi assiten eksekutif. Memang perjalanan yang panjang untuk sebuah posisi idaman. Namun, aku tahu perjuanganku terbayar.

Tap! Tap!

Aku sedang berjalan menuju pintu kedatangan bandara LAX. Bandara utama di kota Los Angeles, California. Setelah perjalanan selama empat puluh jam termasuk transit di Hongkong selama beberapa jam, aku dapat menghirup udara di negeri tempat artis Hollywood berada.

"Kita sampai di Amerika, Hollywood! Cocok banget buat nyanyi lagu Miley Cyrus dengan judul Party in The USA," celetuk Sinta dengan riang.

Aku melihat Sinta mengeluarkan headset dan mencolokan ke telepon genggamnya. Kemudian, dia menempelkan headset tersebut ke kedua telinganya sambil menyanyikan lirik lagu Miley Cyrus- Party In The USA. Mendengar celotehan Sinta, aku sedikit heran karena aku tidak tahu bahwa dia memiliki sedikit kepribadian yang ceria. Selama ini, kami tidak dekat karena saling bersaing. Di kantor CBL News Jakarta, dia selalu menunjukan sifatnya yang angkuh, kritis serta menyebarkan aura menekan. Jujur saja, aku sedikit terkejut dengan sifatnya yang terkuak sekarang. Karena aku tidak mau berhubungan dengan Sinta lebih lanjut, aku asyik memotret pemandangan di sekitar bandara hingga aku tertinggal jauh darinya.