Chereads / MY CEO IS MY SIMP / Chapter 8 - Bab VIII

Chapter 8 - Bab VIII

"Gimana makanan di sini?"tanya Sekretaris Joe.

"Enak," ucap kami bersamaan.

"Oh iya, saya mau nanya Pak. Besok ada briefing dari jam berapa?" todong Sinta.

Dia langsung bertanya mengenai briefing yang akan di laksanakan keesokan harinya. Kali ini aku sangat mendukung Sinta. Dari bawah meja makan, aku melakukan isyarat "yes."

"Jadi kita ada briefing dari jam 9 pagi sampai jam 1 siang,"jelas Sekretaris Joe.

"Wah, sebentar ya?"responku.

"Lalu setelah jam 1 siang, apakah ada acara yang lain selain briefing?"tanya Sinta.

"Tidak ada sih. Setelah itu adalah waktu bebas kalian. Kalian bisa pergi kemana pun kalian mau,"jawab Sekretaris Joe.

Aku dan Sinta saling bertatapan. Kami sangat senang mendengar penjelasan Sekretaris Joe. Di benakku ada banyak tempat yang ingin kukunjungi seperti Hollywood Sign, Observatorium Griffith, Holywood Walk of Fame, Urban Light, Sunset Boulevard, Walt Disneyland dan sebagainya. Aku bahkan tidak berhenti untuk terus tersenyum dengan semua tempat yang ingin aku kunjungi. Kemudian aku tersadar. Aku tidak mau dianggap aneh. Namun aku melihat Sinta juga seperti sedang berkhayal.

"Oke … karena kalian semua sudah selesai makan. Kita balik ke kamar kita masing-masing,"sela Sekretaris Joe.

Sekretaris Joe sepertinya memperhatikan kehaluan kami berdua dan membuat kami harus sadar dengan realita. Kami akhirnya kembali ke kenyataan dan segera beranjak dari tempat ini.

***

Aku, Sinta dan Sekretaris Joe sudah sampai di kamar kami masing-masing. Sekretaris Joe berpesan bahwa kami harus istirahat agar tidak lelah ketika mengikuti briefing keesokan harinya. Setelah menempelkan kartu pada pintu, aku menaruh tasku di sudut ruangan dan segera membaringkan tubuhku di atas kasur. Aku melihat langit-langit ruangan ini dan merentangkan tangan. Tiba-tiba aku tersadar akan sesuatu.

"Astaga, aku lupa balas pesan dari S.S!"

Kemudian aku berjalan ke sudut ruangan, tempat aku menaruh tas kecil serta koper, untuk mengeluarkan telepon genggam. Kuarahkan jemariku menuju aplikasi Sudabay dan membuka pesan dari S.S. Kubaca pesannya perlahan.

[Tidak. Aku tidak berniat untuk catfish kamu sama sekali. Aku nyata.]

Ini adalah pesan terakhir yang kubaca tetapi tidak sempat kubalas. Kemudian aku membaca pesan setelahnya.

[Aku dapat membuktikan bahwa aku adalah orang yang real bukan scammer. Kita dapat melakukan panggilan sebagai buktinya]

Aku sedikit terkejut membaca pesan dari S.S karena dia berani sekali di dalam pesan ini. Dia mau melakukan panggilan denganku tanpa ragu. Sebenarnya aku masih sedikit waspada dengan S.S. Selain itu, aplikasi ini tidak ada fitur telepon maupun video call.

Ting!

Ada pesan masuk dari S.S lagi. Karena aku masih belum menutup balon percakapan dengan S.S, otomatis pesan yang masuk langsung terbaca olehku.

[Ini adalah nomorku +1 917 710-XXX]

Aku melihat nomor yang dia berikan kepadaku. Untuk cross-check, aku mencari nomor kode 917 di mesin pencarian Google. Terdapat tulisan yang muncul di pencarian teratas di Google. Kemudian aku membaca tulisan tersebut dengan bersuara.

"Kode area 917 adalah kode area telepon di Amerika Utara yang mencakup beberapa wilayah di New York City yaitu The Bronx, Brooklyn, Manhattan, Queens dan Pulau Staten."

Aku makin curiga dengan S.S. Di aplikasi tertulis bahwa dia tinggal di Los Angeles tetapi nomornya mengatakan bahwa 917 adalah kode area New York City. Aku jadi teringat tentang beberapa scammer yang mampu menggunakan nomor Amerika dengan aplikasi Fake Number. Aplikasi ini mampu membuat pengguna seperti memiliki nomor telepon asli. Pengguna dapat memanggil seseorang dengan nomor yang diberikan oleh aplikasi. Aku tidak tahu bagaimana cara aplikasi itu bekerja dan apa yang terjadi dengan pemilik nomor yang sebenarnya. Namun, semua itu adalah diluar ranahku.

[KAMU BOHONG SOAL LOKASI DI APLIKASI]

Aku mengetik dengan huruf kapital dan menigrim pesan dengan sedikit emosi. S.S terlalu banyak rahasia. Mulai dari inisial sampai lokasi. Dia menutup-nutupi dirinya dan itu adalah hal yang menyebalkan.

Ting!

[Aku tidak bohong soal lokasi. Pertama kali aku membuat akun di aplikasi ini, aku memang berada di Los Angeles. Aku aslinya kerja di New York dan sering bulak-balik antara Los Angeles-New York.]

S. S menjelaskan alasan mengapa lokasi yang dia taruh di aplikasi tidak tepat. Aku memang tahu ada beberapa aplikasi yang tidak memasang lokasi secara real-time meskipun orang itu sudah pindah lokasi. Mendengar penjelasan S.S, aku ingin percaya tetapi aku bukan orang yang mudah dibohongi.

[Jika kamu orang yang nyata, bukan seorang scammer atau orang yang suka catfish, mengapa kamu menggunakan nama inisial?]

Aku masih memaksanya untuk memberitahuku alasan mengapa dia hanya menulis inisialnya. Itu hal yang mudah bagi orang biasa karena nama adalah identitas yang seharusnya tidak usah ditutupi. Beda cerita jika dia melakukan kejahatan sehingga reputasinya tercoreng.

[Baiklah aku akan memberitahukan alasan mengapa aku menggunakan nama inisial.]

Aku membaca pesan yang S.S kirimkan kepadaku. Aku merasa puas karena akhirnya tembok pertahanan dia mulai runtuh sedikit. Jika diibaratkan dengan perumpamaan, dia adalah orang yang memikiki suatu rumah dengan tembok yang sangat tinggi dan tebal sedangkan aku adalah orang yang ingin menerobos masuk. Aku berusaha menggunakan perkakas untuk merobohkan tembok tersebut dan usahaku berhasil. Meski aku tidak tahu, tombok itu mulai runtuh karena usahaku atau karena memang sudah waktunya runtuh sedikit demi sedikit.

[Seperti yang kamu tahu, pengguna aplikasi Sudabay adalah seorang laki-laki yang berperan sebagai Sugar Daddy dan seorang perempuan yang berperan sebagai Sugar Baby….]

Tanda titik-titik masih terlihat. S.S masih belum selesai mengetik dan memilih untuk menunggunya.

[Tidak seperti kebanyakan dating sites atau dating apps lainnya, aplikasi seperti ini akan terlihat kontroversial di mata publik….]

Aku masih membaca pesan yang S.S kirimkan tetapi aku tidak tahan ingin menyela ketikkannya.

[Kenapa kontroversial? Kita kan hidup di negara Amerika. Negara yang mengaungkan kebebasan.]

Pesan yang aku ketik telah kukirimkan kepada S.S. Tiba-tiba dia berhenti mengetik dan hanya membaca pesanku saja. Lagi-lagi dia melakukan hal ini sehingga membuatku naik pitam. Aku menunggu selama beberapa menit dan masih belum ada pesan baru dari S.S. Aku ingin marah dan menyuruhnya untuk cepat membalas pesanku tetapi aku yakin itu semua akan sia-sia. Lalu untuk mengalihkan rasa kesal, aku menaruh telepon genggam di meja yang memiliki laci dan lampu di atasnya serta berjalan menuju jendela kamar ini.

Ku lihat warna gorden dengan saksama dan menggesernya ke arah kiri. Aku terus menggeser sehingga seluruh jendela di kamar ini dapat memantulkan pemandangan kota ini.

"Wah, cantiknya!" gumamku.

Aku melihat pemandangan kota Los Angeles dari jendela kamar ini. Jendela ini berukuran sangat besar, bahkan melebihi ukuran badanku. Dengan berdiri di jendela ini membuatku merasa seperti aku berada di atas dunia dengan ditemani gemerlap kota Los Angeles yang cantik. Tidak henti-hentinya aku mengagumi kota ini di malam yang cerah ini. Dalam hati aku terus-terusan bersyukur dengan fakta bahwa aku bisa mendapatkan kesempatan untuk bisa datang ke kantor CBL News cabang Los Angeles.

Setelah puas menikmati pemandangan Los Angeles dengan lensa alami alia mataku. Kini aku berpikir untuk mengabadikannya di lensa buatan alias telepon genggamku. Sebenarnya kamera pasti memberikan hasil yang lebih baik daripada telepon genggam tetapi aku tidak memiliki kamera. Jadi, aku menggunakan lensa buatan yang aku punya saja.

"Ah … handphone aku … aku harus mengambil handphone,'ucapku.

Aku berjalan ke arah meja dan segera mengambil telepon gengam. Tiba-tiba ada notifikasi masuk. Aku melihat jendela notifikasi dan itu adalah dari aplikasi Sudabay.

"Nanti dulu saja. Aku harus foto pemandangan ini."

Sebenarnya aku tidak yakin pemandangan ini dapat terpotret cantik di dalam media yang sedang kupegang ini. Namun, tidak ada salahnya mencoba. Seperti kata peribahasa, kita tidak akan tahu jika tidak pernah mencoba.

Ckrek!

Aku memoto pemandangan yang terpantul di jendela kamarku. Kemudian aku melihat ke sebelah kiri, tempat dimana semua hasil jepretan tersimpan. Tempat itu juga adalah tombol cepat menuju galeri.

"Ah … jelek sekali. Sedikit blur. Tidak terlalu jelas pemandangan Los Angeles di sini,"gerutuku.

Aku menggerutu secara terus menerus. Aku asalnya hanya mau mengambil foto satu kali saja tetapi mungkin jika mencoba memotret beberapa kali, hasilnya akan berbeda.

Ckrek!

Aku mulai memoto kembali menggunakan telepon genggam tetapi hasil yang aku inginkan tidak juga muncul. Akhirnya aku menyerah dan menghentikan aktivitas jepret mejepret. Kemudian aku berjalan menuju sofa dan duduk di sana. Ku buka kembali aplikasi Sudabay dan membaca pesan yang S.S kirimkan kepadaku.

[Kamu benar. Negara kita adalah negara yang mengaungkan kebebasan tetapi bukan kebebasan yang seperti itu yang aku maksud. Ah… gimana ya jelasinnya? Ini bakal panjang. Bagaimana kalau kamu telepon aku saja?]

Ini adalah pesan dari S.S. Dia memintaku untuk menghubunginya tetapi aku malas menghubunginya. Aku masih memegang prinsip bahwa cowok harus mengirim pesan lebih berjuang. Bukan sebaliknya.

[Bagaimana jika kamu yang meneleponku? Ini nomorku +62- 896- XXXXXXX]

Pesan telah kukirimkan kepada S.S. Sebenarnya aku merasa riskan mengirimkan nomor pribadi kepada orang yang tidak dikenal. Namun, jika sesuatu terjadi, aku bisa saja mengubah nomorku ini. Lagipula, mau tidak mau, jika aku tinggal selama beberapa lama di sini. Aku pasti akan mencari nomor Amerika.

Ting!

Tidak lama kemudian, telepon genggamku berbunyi dan ada panggilan whatsapp yang masuk dari nomor yang tidak dikenal.