Chereads / MY CEO IS MY SIMP / Chapter 6 - Bab VI

Chapter 6 - Bab VI

[Ada banyak alasan kenapa seseorang merahasiakan namanya]

Itu adalah isi pesan dari S.S. Aku mendengus kesal.

"Dia mengetik begitu lama hanya untuk mengirim ini?"batinku.

Kemudian, aku membalas pesannya dengan cepat.

[Iya. Memang banyak alasan kenapa seseorang merahasiakan namanya. Biasanya orang yang tipenya kayak gini adalah scammer]

Kemudian aku mengirim pesan ini dan memulai paragraf baru. Aku ingin mengetik beberapa kata kembali. Belum sempat aku selesai mengetik, S.S langsung membalas pesanku.

[Aku bukan scammer]

Tentu saja scammer tidak akan mengaku bahwa dirinya scammer. Layaknya pencuri, dia tidak akan mau mengaku ketika seseorang menangkap basah dirinya.

[Kamu mau catfish aku, 'kan?]

Aku mengirimkan pesan kepada S.S. Aku tahu dia adalah scammer tapi aku ingin sekali memberi pelajaran kepada scammer. Dia harus kena batunya. Jadi, aku akan berusaha membuka kedok para scammer. Bagaimanapun caranya.

[Tidak. Aku tidak berniat untuk catfish kamu sama sekali. Aku nyata]

Aku tertawa miris membaca pesan dari S.S. Sebenarnya aku mau meladeni S.S lebih lama lagi tetapi aku melihat Sekretaris Joe membawa dua nampan berisi pesanan Sinta yaitu Steak serta pesananku yaitu Fish and Chips dari kejauhan. Melihat Sekretaris Joe yang berjalan mendekati meja kami, aku berinisiatif untuk membantunya. Aku menutup semua aplikasi di telepon genggamku termasuk aplikasi Sudabay dan memasukkan telepon genggamku ini ke dalam tasku. Tasku adalah tas selempang mini yang muat untuk dompet kecil dan telepon genggam saja.

Selain karena efiesiensi, aku tidak suka jika aku membawa barang-barang yang tidak penting. Selain itu, lebih mudah mengetahui jika salah satu atau kedua barang tersebut hilang jika aku memakai tas ini. Setelah selesai dengan urusanku dengan tas ini, aku menghampiri Sekretaris Joe. Ku ambil nampan yang berada di tangan kanannya. Nampan itu adalah nampan yang berisi Fish and Chips.

"Eh, Claretta. Padahal tidak apa-apa. Kamu gak usah bantu aku," ujar Sekretaris Joe.

"Gak apa-apa, Pak, Malah saya yang gak etis, ini adalah makanan saya tapi saya malah secara tidak sengaja menyuruh Sekretaris Joe membawanya,"ucapku.

Kemudian kami sampai di meja kami. Ku taruh makananku sedangkan Sekretaris Joe memberikan nampan berisi steak kepada Sinta.

"Makasih ya, Sekretaris Joe. Mau kita repotin,"ucap Sinta sambil tersenyum tipis.

"Tidak masalah,"jawab Sekretaris Joe santai.

Setelah aku menaruh makanan di mejaku. Aku langsung mengambil pisau dan garpu untuk memotong makananku menjadi potongan yang lebih kecil. Setelah aku mengisi mulutku dengan beberapa suap makanan, aku menyadari sesuatu.

"Sekretaris Joe gak makan? Eh, bentar … mana makanan Sekretaris Joe?" kataku dengan rasa penasaran.

"Oh … saya pesan makanan kalian terlebih dahulu."

"Emang sekretaris Joe tidak lapar?"tanyaku sambil terus menyuapkan potongan fish and Chips.

Mulutku dipenuhi dengan makanan tanpa mempedulikan Sekretaris Joe yang mungkin saja kelaparan. Namun, aku tidak tahan. Perjalanan yang panjang, jetlag dan tersesat membuatku kehilangan rasa empati.

"Lapar sih, ini saya mau pergi sekarang untuk pesan makanan." Sekretaris Joe berdiri dari tempat duduknya. Dia segera beranjak dari tempat duduk dan ingin pergi dari tempatnya berada.

"Sebentar Sekretaris Joe, aku mau ikut. Sekalian mau bayar,"pintaku.

"Oh, tidak perlu bayar, ini gratis kok. Kalian kan ada wawancara dan pelatihan di sini. Jadi, semua fasilitas di sini gratis," ujar Sekretaris Joe.

"Seriusan?"tanya Sinta.

Ternyata dia menyimak pembicaraanku dengan Sekretaris Joe. Aku pikir dia hanya fokus pada makanannya saja. Bahkan ketika dia bertanya, dia tengah memotong daging yang tersaji di piringnya menjadi potongan kecil.

"Iya … kalian akan tahu ketika kita mengikuti briefing besok."

Bukan hanya Sinta saja yang terdiam tetapi aku juga ikut terdiam. Aku merasa kagum dengan perusahaan CBL News cabang Los Angeles. Selain karena megah, fasilitas yang mereka berikan juga layaknya hotel bintang lima. Di Indonesia, jika suatu perusahaan memberikan tempat tinggal, mereka memberi fasilitas mess seadanya.

Tidak ada kamar pribadi. Tiap kamar biasanya berisi dua orang saja tetapi kadang bisa lebih banyak seperti berisi empat orang. Kamar mandi pun terbatas dan tidak ada di dalam kamar sehingga para penghuni mess harus antri untuk mandi di pagi hari. Selain itu, mereka tidak menyediakan kantin atau catering bagi penghuni mess. Sedangkan kantor ini sangat berbeda, mereka menyediakan kamar pribadi dengan shower serta bathtub. Selain itu, mereka menyiakan kantin dengan menu dari berbagai belahan dunia serta chef dan staff dapur yang sigap menyiapkan makanan.

Selagi aku dan Sinta terdiam, Sekretaris Joe berlalu. Namun, aku mengejar Sekretaris Joe. Aku ingin ikut bersama Sekretaris Joe dan menemaninya.

"Sekretaris Joe, tunggu aku!" teriakku.

***

"Hah! Hah! Capek!"

Aku berhasil mengejar Sekretaris Joe dan menepuk punggungnya dari belakang. Sadar akan tepukkanku, Sekretaris Joe menoleh ke belakang. Dia terkejut.

"Loh, Claretta. Kenapa menyusul saya?" tanya Sekretaris Joe.

Aku tidak langsung menjawab Sekretaris Joe karena masih sibuk mengatur nafas. Aku tidak tahu mengapa lelaki berjalan sangat cepat. Padahal aku hanya terdiam sesaat tetapi rasanya aku mengejar seseorang yang sudah lama pergi.

"Pak, jalannya cepat sekali. Hah! Saya penasaran aja, Pak." ucapku sambil masih masih mengatur nafas.

"Saya jalan biasa aja, kok. Omong-omong apa maksudmu dengan penasaran?" tanya Sekretaris Joe.

Sekarang nafasku sudah kembali normal. Sebelum menjawab pertanyaan Sekretaris Joe, aku melihat ke sekitar.

"Sebenarnya aku masih belum puas melihat jenis-jenis makanan di sini. Aku juga belum melihat menu prasmanan karena tadi penuh sekali," jawabku.

Tentu saja alasan aku tidak sepenuhnya benar. Memang aku masih ingin melihat jenis-jenis makanan di sini tetapi alasan lain adalah aku tidak mau berduaan dengan Sinta. Sebenarnya aku tidak ada masalah dengan Sinta tetapi aku tidak dekat dengannya. Kita semua pasti pernah merasakan bersama dengan orang yang tidak dekat dengan kita. Dan kita hanya berdua di suatu ruangan atau meja yang sama. Pasti kita merasa sangat canggung. Namun, tentu saja alasan ini tidak akan aku ungkapkan ke Sekretaris Joe.

Mendengar jawabanku, Sekretaris Joe tidak curiga. Dia akhirnya membiarkanku untuk berjalan bersama. Kini, kami pergi ke tempat pasta. Aku dapat melihat etalase kaca yang berisi berbagai makan Italia. Ada spaggeti, lasagna, pizza dan pasta. Sayangnya, kami harus mengantri untuk dapat menikmati makanan-makanan ini.

Ketika sampai pada giliran kami, makanan yang ingin Sekretaris Joe makan yaitu pasta telah habis, Aku sontak melihat raut wajah Sekretaris Joe, ada kekecewaan yang tergambar di wajahnya. Kemudian dia memilih menu lain dan segera berlalu dari etalase. Sekretaris Joe terus berjalan mejauh tetapi aku masih berdiam di sini. Aku menunggu chef atau staff dapur untuk datang.

***