MAJHAR mendekati Medina. Tangannya terasa meraih paha Medina. Dengan mata tertutup, Medina terkejut karena Majhar ternyata ingin mengambil Ponselnya.
"Apa yang akan kamu lakukan dengan itu?!" teriak Medina.
"Apakah ada yang penting di sini?" tanya Majhar. Mendekati wajah takutnya Medina.
"Ha-hanya ada beberapa kenangan bersama Papa dan Mamaku saja," jawab Medina dengan bibir yang bergetar.
Kemudian, Majhar memberikan ponsel baru kepada Medina. "Ponsel ini sekarang adalah milikmu. Pindahkan semua kenanganmu itu ke sini, Medina," pinta Majhar.
Tak membutuhkan waktu lama untuk Medina memindahkan beberapa hal penting dari Ponsel lama ke ponsel barunya. Setelah itu, ponsel lama Medina diserahkan kepada Majhar.
Prang!
Majhar membanting ponsel Medina dengan keras. Walaupun perlu beberapa kali dia membantingnya karena ponsel itu sangat kuat.
Jujur, Medina belum mengerti apa maksud Majhar karena dia tidak bicara langsung intinya saja. Dengan berani, Medina pun bertanya tentang semuanya. Tentang kebingungannya.
Medina mengarahkan pisau itu kembali karena Majhar mulai terlihat aneh.
"Hah! Hahaha. Medina, kita harus membunuh Tano sialan itu! Membunuhmu? Aku tak akan berpikir ke sana. Karena kita ... Harus hidup bersama."
Sret!
Pisau Medina mengenai leher Majhar dan membuat darah itu mengalir tanpa sadar. Namun Majhar tak berbuat apa-apa. Dia diam dengan mata tajam namun terlihat kosong. Bahkan saat Medina melihat mata Majhar, dia seperti menunggu Medina untuk menancapkan pisau itu lebih dalam.
"Hah! Hah! Hah! Aku tak percaya dengan yang aku lihat sekarang," kata Medina
Majhar tetap menatap Medina walaupun tangannya sibuk mengusap darah dari lehernya.
"Ini bukan aku! Aku akan pergi dari sini–"
"Jika kamu pergi, kamu tidak akan bisa membalaskan dendam kamu, Medina," kata Majhar yang membuat langkah Medina terhenti.
Medina pun mengurungkan niatnya. Karena hatinya tak bisa berbohong. Dia jelas ingin membalas dendamnya. Apalagi setelah melihat ruangan ini, Medina semakin yakin jika bekerja sama dengan Majhar akan berhasil.
"Aku akan menjelaskan dari mana, ya. Ceritanya cukup panjang. Tapi kamu harus tahu karena kita akan menjadi partner."
"Kenapa kamu dendam pada Tano?" tanya Medina dengan mata yang tak menatapnya.
"Medina, duduk di sini. Aku akan menceritakan semuanya termasuk misi kita," ajak Majhar.
Medina duduk di sebelah Majhar. Dan Majhar, banyak menceritakan seperti bagaimana dirinya merencanakan semua ini dengan apik. Niat membalaskan dendamnya dimulai dari kematian Ibu Majhar. Dia bernama Thalia Sayuti. Beliau merupakan seorang Jaksa yang saat itu, sedang menangani kasus korupsi.
Selain itu, Tano juga diketahui telah merampas hak banyak orang yang dirasa menggiring opini publik untuk membencinya, terkait korupsi tersebut. Dari yang teringan sampai terberat. Asalkan hal itu membuat Tano marah, dia tidak segan untuk menghabisinya. Termasuk, Zaki yang baru-baru ini.
Thalia mendengar bahkan pernah menyaksikan Tano mencambuk seorang wanita dengan ikat pinggang listriknya. Thalia bingung. Bagaimana dia memiliki benda seperti itu? Bagaimana dia menyiksa seorang wanita seperti iblis yang tak memiliki hati.
Namun sayangnya, Thalia tak bisa memiliki jejak kejahatan Tano saat itu. Dia ingin mengambil ponsel dari saku celana belakangnya. Tapi entah kenapa ponsel itu hilang sampai sekarang. Bahkan Thalia yakin bahwa ponselnya masih ada ketika dia masuk lalu bersembunyi melihat aksi biadab tersebut.
Tapi untuk menggantikannya, Thalia membuat petisi perihal Tano supaya turun dari jabatannya. Thalia yang semangat di depan komputer, tiba-tiba dia dipukul habis-habisan oleh tongkat golf milik Tano. Serangan tiba-tiba. Membuat Thalia tak berdaya dan hanya menyuruh Majhar untuk berlari.
"Aku adalah anak 10 tahun saat itu. Bohong jika aku tidak terkejut, Medina. Aku ingin berteriak namun mulutku seakan terkunci dan malah bergeming. Aku bahkan masih menyesali kenapa saat itu aku hanya diam walau tubuhku bergetar," paparnya.
Medina tak bersua. Dia malah memalingkan wajah dengan dada yang terasa sesak. Perkataan Majhar, membuat api yang berkobar di dadanya, hampir membunuhnya.
"Aku sudah mengenalmu lebih lama. Aku memperhatikanmu, Medina. Melalui ini," ujar Majhar. Menunjuk layar CCTV miliknya, yang dapat melihat ruang Kerja Tano. Dia menceritakan misinya untuk membantai Zaki.
BRAK! GREP!
Medina berdiri membanting meja di hadapannya. Menarik kerah Majhar kasar. Lalu mengangkat wajahnya sampai membuat dadanya busung. "Kamu tahu dan kamu diam saja?! Kenapa saat itu kamu tidak bergegas menolongku?! Ah, apakah karena kamu sangat ingin memiliki teman balas dendammu? Hah?!" bentaknya.
"Aku juga ingin menolongmu! Tapi aku hanya bisa menyadap kantornya saja, Medina. Aku tidak tahu, dia pasti membicarakan rencana membunuh Papamu di rumahnya. Maka dari itu, tolong tenanglah dan mari kita bekerja sama, ya?" cakapnya dengan lembut.
Medina pun kembali duduk, menstabilkan emosinya. "Ma-maafkan aku. Aku benar-benar tak bisa menahan emosi. Sama sepertimu. Aku membenci Tano. Jadi, bagaimana dengan rencana kita selanjutnya?" tanya Medina sambil berdehem.
"Kamu tidak punya keluarga lagi, 'kan? Tinggallah di rumah ini. Aku akan pindah ke rumahku yang satunya lagi," pintanya dengan penuh harap.
Mata Medina terlihat sedikit ragu. Medina masih tak mempercayai orang yang baru dikenal ini. Beberapa kali Medina bergelut dengan pikirannya, menunggu kemenangan yaitu kepastian dari pilihannya. Tapi masalahnya lebih besar dan serius. Medina juga tak mungkin membalaskan dendamnya sendiri. Hadirnya Majhar, akan menjadi Partner yang baik untuk menghancurkan Tano Akaza.
"Aku menerima tawaranmu. Tapi jangan sembarangan masuk ke rumah ini."
"Aku paham maksudmu. Tapi karena semua rencana kita ada di sini, aku akan menghubungimu lebih dulu saat ingin masuk ke ruangan ini," usul Majhar yang dibalas anggukan Medina.
Setelah Majhar cukup tenang karena menerima kepastian bahwa Medina akan bekerja sama dengannya, Majhar pun melanjutkan saran untuk Medina dan dia kedepannya.
Majhar menawarkan sesuatu yang akan membuat pembalasan ini membuahkan hasil. Walaupun, memerlukan waktu yang tidak cepat. Majhar mengusulkan, supaya Medina mengubah identitas keseluruhannya. Mengingat bahwa Medina sudah tak memiliki keluarga dan kerabat, Medina pun menyanggupinya.
Majhar akan menyuruh kerabat palsu, bahwa Medina sudah meninggal dunia karena kecelakaan. Kemudian, selama satu tahun bersembunyi, Medina akan menurunkan berat badannya dan mengubah penampilan yang dapat menarik target pertama di Sekolah. Target tersebut adalah anak dari Tano Akaza. Dia bernama Kenzo Laisson, yang mana dengan Majhar pun satu kelas. Tapi dia gagal mendekatinya, karena Kenzo merupakan anak yang pemilih.
"Aku harap kamu berhasil menjadi teman dekatnya. Kalau bisa menjadi kekasihnya saja, Medina. Aku dapat melihat bahwa Kenzo hanya ingin dekat dengan anak yang cerdas apalagi seimbang dengannya. Tapi dia bukan takut tersaingi. Dia hanya ingin mengasah kemampuan akademik maupun non akademik," kata Majhar itu membuat Medina paham.
Medina merupakan anak yang cerdas dan selalu peringkat pertama. Prestasi akademik maupun non akademik, selalu dirinya dapatkan tanpa keluar dari tiga besar. Hal ini membuat Majhar yakin untuk mengubahnya menjadi wanita cerdas dan menawan. Cocok, untuk memikat Kenzo yang memiliki kemiripan dengannya.
Dan dari sinilah, pembalasan mereka dimulai.