"Aku Majhar. Aku yang mengirim surat dan pesan anonim itu," jawabnya.
Medina membelalakan matanya tak percaya. Namun siapa lagi yang mengetahui tentang surat dan pesan anonimnya selain dia. "Jadi kamu yang–"
"Jadi kamu ada di sini hah?!"
Belum selesai dengan bicaranya. Pria berjas hitam yang mengejarnya ternyata dapat menemukan Medina. Alhasil, Medina dan Majhar dipaksa keluar dari tempat itu.
Plak!
Yuda–Sekretaris Tano tiba-tiba menampar pipi Medina sangat keras. Membuat bekas tangannya menempel jelas di pipinya yang seputih susu.
"Gadis jelek sialan! Gara-gara kamu bersembunyi seperti ini, aku sampai dimarahi oleh Pak Tano," sentaknya.
Plak!
Majhar membalas tamparan pria itu dengan wajah yang datar.
"Apa yang sedang kamu lakukan?"
Pria itu hampir menampar balik Majhar.
Krek!
Namun, tangan pria itu Majhar putar searah jarum jam yang membuat tangannya bersuara.
"Argh! Apa yang kalian lihat? Habisi dia!" perintah Yuda itu.
BUKKK!
Sebelum mereka menyerang, Majhar menendang perut Sekertaris itu sampai membuat tubuhnya mengenai tembok.
GREP! BUGH!
Majhar membuat orang pertama yang menyerangnya tak berdaya karena dia mencubit dadanya.
"GYAAA!!!"
Dia berteriak karena sakitnya yang tak bisa didefinisikan.
BUGH! BUGH! BUGH!
Majhar dapat menyerang orang yang berada di depannya dengan tonjokan maut. Beberapa kali dia layangkan kepalannya dengan penuh semangat.
Kemudian, seseorang di samping kirinya hampir memukul Majhar. Namun dia dengan cepat meninju hidung dan juga lehernya. Membuat dia tak sadarkan diri.
Bahkan di sebelah kanannya juga banyak yang ingin menghabisi Majhar. Namun mereka kalah cepat. Majhar membuat mata mereka kesakitan dan mengeluarkan banyak darah, karena jari-jari hebat Majhar yang melakukannya.
"Majhar! Dibelakangmu!" teriak Medina
Bugh!
Tak sengaja Majhar melihat ke belakang dan cukup lengah, membuat kayu besar itu mendarat di kepalanya. Bahkan Majhar sampai berlumuran darah di sekitar kepalanya dan membuat pusing.
Krek!
Majhar yang ingin bangkit, ditahan oleh Sekretaris tadi. Kakinya menindih kepala Majhar kemudian ditekan.
"Gyaaaa!!!"
Majhar tak bisa menahan rasa sakitnya. Dia memegang celana Sekretaris Yuda dengan kekuatan yang tersisa. Dan Sekertaris itu membalas tendangan yang dilakukan oleh Majhar tadi. Membuat Majhar berguling ke arah tembok dan membentur kepala kemudian tak sadarkan diri.
Medina juga teringat Papanya saat kaki Sekretaris itu menindih dan memutar kepala Majhar.
"Ikat gadis itu!" perintah Sekretaris Yuda.
Sekretaris Yuda langsung mengambil ponselnya untuk menghubungi Pak Tano dengan memegang perutnya.
"Sekretaris Yuda! Jangan bilang kamu tidak menemukan dia!" sentak Tano.
"Sa-saya berhasil menangkapnya, Pak," jawabnya takut.
"Benarkah? Kalau begitu, bawa dia ke markas kita," perintahnya sambil menutup telepon.
"Bawa dia ke markas kita."
Seluruh pria berseragam hitam itu membawa Medina yang sudah diikat dan diberikan obat bius supaya tak membuat ulah sebelum sampai ke markas.
Di dalam mobil hitam yang terdapat Medina, semuanya tertawa. Karena mereka akan mendapat sejumlah uang masing-masing 200 juta jika berhasil menangkap Medina. Walaupun saat diperintahkan untuk menangkapnya, mereka tidak tahu kenapa Tano sangat menginginkannya sampai berani membayar mahal.
Kini mereka sampai di markas yang dimaksud. Medina yang masih tak sak sadarkan diri diikat menyatu dengan kursi.
Tano juga sudah tiba paling cepat dibanding mereka. Tano menyeringai seperti pertama kali dia menindas gadis itu. Tatapan dan senyumnya masih sama. Membuat siapapun akan memegang leher takut.
"Bangunkan dia," perintahnya.
Sekretaris Yuda langsung menyembur wajah Medina dan membuat dirinya sadar.
"Apakah kamu ingat siapa aku?" tanya Tano.
Medina mengepalkan tangannya namun tak bisa bergerak bebas setelah mendengar dan melihat Tano. Andaikan dirinya dapat mengeluarkan api, mungkin bisa membakar ikatan itu dan membuat neraka untuk Tano.
"Hm? Tatapanmu masih sama, Medina."
Plak!
Tano menamparnya dan membuat Medina melotot tak takut. "Aku juga tak suka caramu melihatku."
Plak!
Untuk kedua kalinya, Medina ditampar di pipi yang berbeda. Jika harus dikatakan, Medina seperti orang tanpa bisa merasakan sakit. Karena sakit hatinya menutupi tamparan Tano kepadanya.
Brugh!
Kursi yang mengikat bersamanya, Tano tendang sehingga membuat Medina terjatuh. Menyaksikan dirinya menderita, Tano tak berhenti tertawa seperti Iblis.
"Tano, kamu mengambil dokumen Papaku, 'kan?" Medina bertanya menggunakan nama saja seperti orang seumuran.
"Kalau iya kenapa?"
"Iblis gila! Pergilah ke neraka!" umpat Medina.
Bagaikan Raja yang hidup tanpa boleh ada yang menghina atau mengumpatnya, Tano berlaga seperti itu. Dia menghukum manusia yang tak bersalah. Tapi Medina yakin, Tano tidak akan selalu berada di lingkaran kesenangan.
Bugh!
Medina menendang area sensitif Tano. Kemudian, dua orang menghampiri Tano yang terjatuh. Lalu saat mereka ingin memukul Medina, Majhar datang lebih cepat sehingga berhasil mengarungi kepala mereka menggunakan kain hitam.
Kini tersisa Tano. Dia tampak memundurkan tubuhnya dan berniat ingin mengambil benda tajam dari belakang. Tapi Majhar memukul wajah tua itu beberapa kali, sampai beberapa titik mengeluarkan darah. Tano pun, tak sadarkan diri.
Majhar menghampiri Medina dan tidak membutuhkan waktu lama untuknya membuka ikatan itu.
"Kamu siapa?" tanya Medina karena Majhar menggunakan topeng wajah. Jelas Medina tak dapat mengenali.
"Aku Majhar! Pakai helmnya!"
Entah apa yang membuat Majhar menutupi kepalanya. Tapi Medina tak ingin memikirkan hal itu. Medina langsung menggunakan helm dan naik motor besar putih tersebut.
Majhar menancapkan gas dengan kencang. Membuat tangan Medina memeluk perut berkotak itu.
"Pegangan yang kencang."
"Kyaaaa!"
Sampai akhirnya, Majhar selesai dengan atraksi yang hampir membunuh dirinya dan Medina itu.
Dengan tubuh yang lemas. Entah karena dia diikat di markas Tano atau karena menaiki motor super cepat milik Majhar, dia berusaha ingin bertanya kenapa Majhar membawanya ke rumah besar yang sudah jelas, itu rumahnya. Tapi wajar, seorang perempuan takut seorang laki-laki
"Kamu pasti ingin bertanya kenapa aku membawamu kesini, 'kan? Tenang saja. Aku tidak berbahaya. Jika kamu tidak percaya padaku. Ambil ini," ucapnya sambil memberikan kartu tanda pengenal bersama pisau otomatis.
Medina mengambilnya dan berusaha percaya setelah Majhar memberikan barang tersebut.
Kini, Medina mengikuti Majhar dengan pisau yang dia pegang sejajar dengan lehernya, mengarah laki-laki itu.
Majhar berbalik dan hampir saja lehernya terkena pisau yang diberikannya tadi.
"A-aku benar-benar tak berbahaya, Medina," ucapnya. Kedua tangan yang diangkat.
"Berbalik! Tunjukan kemana kamu akan membawaku dan pegang janjimu!"
Majhar mengikuti perintah Medina dengan ramah. Karena Majhar tahu, malam tragis saat itu pasti membuat dirinya berhati-hati.
Majhar membuka pintu yang memasukkan mereka ke ruang bawah tanah. Sempit sekali. Jalan yang mirip terowongan itu, hanya cukup dilalui satu orang dan sisanya harus mengikuti dari belakang.
"Sejak kapan kamu punya tempat seperti ini?" tanya Medina bersama pisau setianya.
"Sejak aku memiliki dendam kepada Tano," jawabnya yang tak membuat Medina melepaskan pisau.
Majhar membuka gorden berwarna hitam. Hal itu, membuat Medina terkejut saat melihatnya. Medina tak menyangka Majhar yang seumuran dengannya, memiliki barang-barang seperti CCTV yang dipasang di beberapa rumah Tano serta penyadap suara. Tak hanya itu. Majhar juga memajang seluruh rencananya di dinding bersamaan dengan foto orang yang akan dirinya balas.
Tubuh Medina tergeletak tiba-tiba. Saat Majhar semakin menuju dirinya. "Majhar! Apa yang selama ini kamu lakukan?!"