Raja mengikuti petunjuk Resi Saloko Gading yang mengarahkannya ke arah timur pinggang bukit. Resi itu memberikan isyarat yang berarti goa. Dia harus menemukan sebuah goa di sisi lain dari bukit ini. Raja mempercayainya. Karena itu tanpa ragu-ragu mengajak Sin Liong mengendap-endap menyisir pinggang bukit di antara semak belukar untuk menemukan petunjuk resi manjing itu.
Cukup lama Raja dan Sin Liong mencari-cari. Mereka tidak perlu mengendap-endap dalam pencarian. Tempat ini berada di balik bukit yang berlawanan arah dengan lokasi patroli pasukan tadi.
Raja dan Sin Liong kebingungan. Rasanya sudah seluruh tempat mereka telusuri. Tak satupun ada tanda-tanda mengenai goa yang dimaksud. Apakah Raja salah mengartikan isyarat Resi Saloko Gading?
"Kita sudah mencari di semua tempat nyaris 1 jam Raja. Apa mungkin kau menangkap isyarat yang salah? Itu bukan pertanda goa barangkali?"
Raja terdiam sejenak. Dia yakin itu isyarat tentang goa. Bahasa isyarat adalah bahasa yang sangat universal. Apa mungkin isyarat di zaman dahulu berbeda dengan zaman sekarang? Raja nyaris geli memikirkan hal itu.
"Kita belum mencari di semua tempat Sin Liong." Raja tertawa tergelak.
"Maksudmu?"
"Sedari tadi kita mengobrak-obrik permukaan tanah dan belukar. Tapi kita belum menengok seinchi pun pada dinding tebing ini." Raja mengarahkan dagunya ke bawah. Di samping kiri mereka memang terdapat tebing tegak lurus dengan tinggi tak kurang dari 50 meter. Sin Liong paham. Pemuda ini menurunkan tas ranselnya dan dengan cekatan memakai perlengkapan panjat tebing yang memang telah disiapkan sebelum berangkat.
Sin Liong turun dengan lincah setelah mengikat kernmantel dengan kokoh di sebuah pohon besar. Raja harus mengakui. Untuk olahraga ekstrem Sin Liong adalah masternya. Tak lama terdengar teriakan Sin Liong dari bawah.
"Aku menemukannya! Goa!"
Raja segera mengenakan pengaman dan menuruni tebing. Setelah 25 meter dia sudah menjajari Sin Liong. Mereka berdua bergelantungan di dinding tebing. Di depan mulut sebuah goa yang cukup besar.
Kedua pemuda ini melepas tali lalu dengan hati-hati memasuki goa. Sin Liong menyalakan senter. Lamat-lamat terdengar suara gemuruh. Raja dan Sin Liong saling berpandangan. Helikopter? Drone raksasa?
Goa ini cukup dalam. lorongnya hanya cukup dilalui oleh 1 orang. Sempit namun cukup tinggi sehingga Raja maupun Sin Liong leluasa berdiri tegak dan tidak perlu menunduk. Suara gemuruh itu mendekat. Raja dan Sin Liong berhenti untuk memastikan. Suara gemuruh itu terdengar begitu dekat.
"Apakah helikopter itu bisa melihat goa yang baru saja kita masuki?" Raja berbisik. Padahal kalau pun bersuara keras tidak akan terdengar siapapun kecuali Sin Liong.
Sin Liong menggeleng. Lupa kalau mereka dalam kegelapan total dan Raja tidak mungkin melihat gelengannya. Tapi suara gemuruh itu terdengar sangat dekat. Di depan mereka! Apakah ada mulut goa yang lain?
Raja dan Sin Liong terus maju. Mereka baru paham ternyata suara gemuruh itu bukan drone raksasa maupun helikopter. Suara itu adalah gemuruh sungai di hadapan mereka. Sungai yang tidak terlalu besar. Mungkin hanya sekitar 10 meter namun arusnya sangat deras. Suara gemuruh itu berasal dari arus air yang turun dengan kecepatan tinggi karena faktor kelerengan yang curam.
Raja memberi isyarat kepada Sin Liong. Mereka menyalakan light stick untuk menerangi tempat itu agar lebih leluasa untuk diselidiki. Sin Liong mencatat beberapa hal penting di gawainya. Pemuda ini mengeluarkan sesuatu dari ranselnya. Meniupnya kuat-kuat, menutup lubang tiup dan membuangnya ke sungai di depan mereka. Pemuda itu memberi isyarat kepada Raja agar mengikutinya keluar goa.
Goa itu ternyata hanya punya satu pintu masuk dan keluar. Kembali mereka harus menggunakan tali untuk menuruni tebing hingga ke bawah. Raja dan Sin Liong berkeliling untuk mencari di mana sungai tadi memunculkan diri ke permukaan bumi. Nyaris seperempat hari mereka mencari. Tidak menemukan apapun. Sin Liong duduk di sebuah batu sambil menggelar peta.
"Kalau berdasarkan koordinat, kita berada di sini dan sungai itu seharusnya keluar di sini." Sin Liong memegangi dahinya.
"Tentu saja! Kita bodoh Raja!"
Raja mengangkat bahu bertanya.
"Sungai itu bukan keluar ke arah sini tapi ke arah sebaliknya! Lihat peta ini!" Raja memperhatikan garis kontur dalam peta. Sin Liong benar. Sungai itu keluar ke arah di mana mereka tadi berputar. Mereka kehilangan orientasi arah di dalam goa tadi.
"Kalau begitu kita memutar lagi." Raja bangkit berdiri dengan semangat berlipat. Sin Liong mengikuti dan mereka berjalan kembali ke arah pinggang bukit di mana mereka melihat patroli pasukan Mada. Saking dipenuhi adrenalin yang mengalir kencang, Raja dan Sin Liong sampai lupa bahwa mereka belum makan hingga hari menjelang petang ini.
Raja tentu saja merasakan lapar. Tapi apa yang menjadi bekal mereka di dalam ransel membuatnya tiba-tiba kenyang. Nasi bekal masakan Citra. Dia lupa membeli lauk di warung tadi. Hahaha. Raja merasa harus minta maaf kepada Citra pada saatnya nanti.
Hari sudah menjelang gelap ketika mereka tiba di tempat pertama mereka mendapatkan isyarat dari Resi Saloko Gading. Setengah berlari mereka menuruni bukit dan melakukan pencarian lagi. Bukan ke jalan setapak yang tadi dipakai jalur patroli pasukan Mada, namun menyimpang ke kanan karena peta mengarahkan mereka ke sana. Masih ada remang-remang cahaya sehingga tak perlu menyalakan head lamp maupun senter. Lagipula cukup berbahaya untuk membuat cahaya karena siapa tahu pasukan patroli itu ada di sekitar mereka.
Sesuai petunjuk peta, tak perlu menunggu lama mereka akhirnya mendengar suara gemuruh yang sama seperti dalam goa. Raja dan Sin Liong berdiri bersisian di pinggiran sebuah sungai besar yang lebarnya tak kurang dari 50 meter. Berarus deras meskipun tidak sekencang di dalam goa, batu-batu besar nampak bergeletakan di sana sini. Kedua pemuda itu bernafas lega.
"Sungai inilah yang kita cari. Dia melewati goa kita tadi, muncul di sini, dan menghilang lagi ditelan bumi di sana!" Sin Liong mengarahkan telunjuknya ke bukit yang belum sempat mereka jelajahi karena keberadaan patroli tadi.
Raja membasuh mukanya dengan air sungai yang cukup dingin karena baru keluar dari bawah tanah.
"Jadi kita mulai dari sini?"
Sin Liong berpikir sejenak. Melihat ke lereng di mana sungai itu muncul, mengedarkan pandangan ke bawah di mana sungai itu menghilang lagi.
"Untuk Kedasih dan Putri iya. Tapi untuk kita tidak!"
---