Tapi semua tidak semudah yang diteriakkan. Meskipun sudah habis-habisan mengerahkan tenaga, Raja dan Sin Liong tidak mampu membawa Kataraft itu ke pinggiran sungai. Tak lama lagi spot penting itu akan terlewati dengan cepat karena arus juga masih sangat deras.
Raja dan Sin Liong kehabisan tenaga. Hanya sebuah keajaiban saja yang bisa mendaratkan 2 perahu kecil ini ke tempat batu bersusun tujuh itu.
Dan keajaiban itu datang tepat pada waktunya. Arus sungai secara mendadak melemah drastis. Sungai seolah berubah menjadi telaga. Sin Liong melihat Citra di perahu Raja sedang khusuk berdoa. Atau tepatnya bersembah diri. Putri manjing itu menangkupkan kedua tangan di dada dalam kondisi berlutut.
Sin Liong dan Raja dengan mudah meminggirkan perahu dan mengikatkan tali ke batu besar yang ada di sana. Mereka berlompatan keluar. Bersamaan dengan suara gemuruh air sungai yang kembali menggila. Sisa-sisa kataraft itu tak ayal langsung terpelanting hanyut dihantam gulungan air. Tali itupun tidak sanggup menahan. Bahkan batu besar tempat mengikat sampai terguling dari tempatnya saking kuatnya tarikan arus. Luar biasa!
"Apa yang terjadi tadi?" Sin Liong bertanya sambil membaringkan tubuhnya di tanah. Pinggiran sungai itu cukup lapang untuk membangun beberapa tenda. Pemuda itu tidak peduli lagi apa yang ada di sekitar. Dia sudah terlalu kelelahan. Raja yang cepat pulih tenaganya memeriksa keadaan sekitar. Pemuda itu tercengang. Ini sih bukan sekedar lapang. Tapi ini lapangan bola!
"Aku mohon bantuan dari Sanghyang Widhi agar pagar gaib tempat ini dibuka." Citra menjawab lirih. Sin Liong mengangguk kecil dengan mata terpejam. Rasanya semua tulang di tubuhnya terlepas semua.
Raja terus melakukan pemeriksaan hingga ke sudut-sudut tergelap dari tanah lapang yang luas itu. Tidak ada tanda-tanda lorong goa atau jalur menuju ke permukaan tanah. Suara halus di sebelahnya nyaris membuat Raja terjengkang kaget. Citra.
Raja berusaha mencairkan suasana dengan melawak.
"Astaga Citra. Aku pikir tadi kau hantu penunggu tempat ini." Citra tidak tertawa. Memang tidak lucu.
"Kau tidak perlu repot-repot mencari Raja. Tidak akan ditemukan apapun di sini, lubang goa, jalan keluar, lorong dan semacamnya." Gadis itu memandangi sudut kiri beberapa saat lamanya.
"Jadi bagaimana kita bisa keluar ke goa Gerbang Waktu di atas jika tidak ada jalan Citra?" Selepas bertanya Raja langsung termenung. Pikirannya kacau. Mungkin karena perjuangan hidup mati di sungai mengerikan itu tadi. Pertanyaannya tidak terarah sama sekali. Sangat dangkal.
Citra menjawab dengan sangat lembut.
"Cahaya purnama yang akan menunjukkannya malam ini Raja."
Raja mengangkat bahu. Tenaganya sudah pulih total. Tapi sekarang dia sangat lapar. Pemuda ini mencari-cari menggunakan head lampnya. Tidak ada ransel siapapun yang terselamatkan. Semua terseret oleh arus yang menggila tadi. Raja terkikik geli mendengarkan suara keras dari perutnya. Dia benar-benar sangat lapar!
Citra mengangsurkan tangannya. Raja seperti menemukan durian runtuh. Biskuit yang sudah separuh dimakan inipun bolehlah. Paling tidak meredam gemuruh di perutnya yang tak henti-henti.
Raja makan sambil menyalakan senter ke pergelangan tangannya. Sekarang pukul 12.00. Tengah hari bolong tapi di sini seperti tengah malam. Gelap. Pekat.
Sin Liong batuk-batuk. Terbangun dari tidurnya karena rasa lapar yang menggila. Pemuda ini menyalakan head lamp. Mencari-cari kesana kemari. Matanya tertuju pada benda berkilat yang terkena cahaya senternya. Sin Liong mendesah kecewa. Benda yang dikiranya bungkus makanan itu ternyata adalah lampu badai.
Hah! Lampu badai! Ini malah lebih penting dari makanan seenak apapun saat ini!
Sin Liong menyalakan lampu badai. Kontan situasi menjadi sedikit terang. Semuanya duduk di sekitar lampu.
"Ssst! Apakah ini tidak berbahaya? Cahaya lampu bisa terlihat dari atas bukan?" Kedasih meloncat bangkit seperti tersadar akan sesuatu.
Sin Liong melihat jam tangannya.
"Kita berada di altitude -250 meter Kedasih. Cahaya sekecil ini tidak akan nampak dari atas sana. Api unggun sekalipun tidak akan terlihat."
Raja menyambung penjelasan Sin Liong.
"Yup! Sekarang jam 12 siang. Jika ada lubang sekecil apapun di atas sana, pastilah cahaya matahari masih bisa terlihat menerobos. Ini tidak sama sekali."
Betul juga. Tengah hari bolong saja tempat ini serupa dengan tengah malam tanpa bintang tanpa rembulan. Tempat ini tertutup rapat. Seperti peti mati. Kedasih tenang sekarang. Hah? Peti mati? Kedasih kembali gelisah.
Raja berdiri dan kembali memeriksa sekitar. Tadi pemeriksaannya belum tuntas karena kedatangan Citra. Dia harus memastikan semuanya aman. Termasuk rute pelarian jika tiba-tiba saja sungai berubah menjadi air bah. Siapa yang bisa menduga bukan?
Dengan sangat teliti, Raja memeriksa setiap jengkal tanah. Lapangan ini luas dan datar. Jadi cukup berbahaya jika air sungai naik. Dia harus menemukan tempat tinggi sebagai langkah mitigasi.
Raja sampai sudut terakhir. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Raja mematikan head lamp dan senter untuk memastikan. Hmm, beberapa petak tanah terlihat menyala. Tidak akan terlihat jika ada cahaya lain di sekitarnya. Raja berjongkok dan menghidupkan senter serta head lampnya. Wah! Jamur yang bercahaya!
Raja memetik setangkai lalu mencicipinya sedikit. Manis! Enak!
Terdorong oleh rasa lapar yang menggerogoti lambungnya, Raja mengambil lagi setelah menghabiskan satu tangkai. Pemuda ini lalu membawa beberapa tangkai untuk kawan-kawannya. Namun langkah Raja sempoyongan dan nyaris jatuh. Sialan! Jamur beracun! Raja sempat memanggil kawan-kawannya sebelum terguling roboh.
Citra dan yang lainnya bergegas menuju arah panggilan Raja karena setelah suara panggilan itu terdengar bunyi benda berat jatuh. Benar saja. Raja jatuh dalam posisi meringkuk seolah terserang hawa dingin yang hebat. Citra mengomel panjang pendek sambil memeriksa denyut nadi Raja. Astaga! Detaknya cepat sekali! Citra langsung panik. Dia tahu Raja keracunan. Yang paling membuatnya panik adalah semua perlengkapan termasuk serum anti racun juga telah lenyap! Hanyut terbawa air.
Sin Liong mengarahkan cahaya senter ke mata Raja yang terbeliak hebat kesakitan meskipun orangnya belum sadar dari pingsan. Kedasih tidak ketinggalan memeriksa Raja. Mulut, hidung dan telinga.
Terdengar geraman rendah yang menggetarkan hati. Sin Liong, Kedasih dan Citra mundur ke belakang. Tubuh Raja berubah cepat wujudnya menjadi seekor harimau hitam legam berukuran besar. Harimau itu bangkit terhuyung-huyung sambil mengangkat mulutnya diiringi suara tersedak.
Tak berapa lama harimau jelmaan Raja memuntahkan cairan berwarna kuning berkali-kali. Sampai akhirnya harimau itu berdiri tegak kembali dengan gagah setelah menggeram rendah sekali lagi. Tidak ada yang berani mendekat. Karena mereka sudah tahu semenjak kejadian di keraton Yogyakarta, ketika Raja menjelma menjadi harimau, dia tidak sadar bahwa dirinya adalah manusia.
---******