Tanpa banyak bersuara, Raja dan Sin Liong menurunkan barang satu demi satu dari mobil dan memindahkannya ke bibir tebing. Perlengkapan arung jeram ini cukup banyak. Kataraft, dayung, pelampung, headlamp, senter, light stick, dan masih banyak lagi barang-barang kecil lainnya.
Sin Liong membuat simpul-simpul tali panjat tebing dengan cermat. Menurunkan barang-barang ini harus ekstra hati-hati. Sekali terjatuh tidak akan ada gantinya. Dan itu sama saja dengan gagal. Mereka tak mau hal itu terjadi. Seperti dibilang oleh Resi Saloko Gading bahwa ini kesempatan satu-satunya dan merupakan jalan satu arah. Tak ada waktu untuk kembali dan mengulanginya lagi.
Raja akan menunggu di mulut goa untuk menyambut setiap barang yang datang. Mengumpulkannya di dalam goa dan nantinya bersama Sin Liong memindahkannya lagi ke pinggir sungai di dalam goa setelah semua barang habis diturunkan dari atas tebing.
Sementara Raja dan Sin Liong berkejaran dengan menyingsingnya fajar, satu lagi kendaraan Perhutani meluncur dari KPH Mojokerto. Citra berada di samping Kedasih yang memegang kemudi. Mereka meluncur ke arah yang sama dengan Sin Liong dan Raja tapi menggunakan jalur yang berbeda. Keduanya juga mengenakan seragam Perhutani. Citra nampak lucu namun menawan mengenakan seragam itu. Sedangkan Kedasih terlihat macho dan luwes. Maklum wanita keraton itu sudah biasa melakukan pekerjaan lapangan seperti ini.
Mereka tidak terburu-buru. Hanya memang harus tepat waktu. Tidak ada yang perlu dikerjakan selain sampai tujuan lalu menunggu. Kedasih akan berusaha sebaik mungkin supaya mereka tiba di tempat sebelum Subuh. Terlalu lama menunggu di hutan akan membuat mereka menjadi makanan empuk bagi nyamuk. Sudah ada kesepakatan bahwa tepat pukul 4.00 mereka berdua sudah harus standby di pinggir sungai. Komplit dengan perlengkapan safety yang telah dikenakan.
Ini barang terakhir. Raja mengambil 5 buah dayung berukuran sedang dari alumunium yang diikat menjadi satu. Sin Liong menyusul turun. Keduanya lalu mulai membawa barang-barang menuju pinggir sungai dalam goa. Sin Liong melirik jam tangannya yang menyala. Pukul 2.00. Mereka harus cepat. Kedasih dan Citra akan menunggu mereka di pinggir sungai di bawah bukit tepat pukul 4.00. Memindahkan dan merakit barang-barang ini setidaknya perlu waktu sejam lebih.
Benar seperti dugaan Sin Liong. Saat dia mulai merakit kataraft, jam sudah menunjukkan angka 3.00. Sin Liong menambah kecepatan kerjanya. Raja membantu sebisanya sesuai apa yang diperintahkan Sin Liong. Dia tidak tahu apa-apa.
3.45, Sin Liong melambai Raja untuk mulai menaiki kataraft yang masih terikat tali namun bergoyang-goyang hebat oleh arus sungai yang menghempas pinggirannya. Mereka hanya punya 15 menit untuk menaklukkan sungai mengerikan dalam goa ini sebelum menjemput Citra dan Kedasih di luar sana.
Keduanya sudah memakai pelampung. Pelampung untuk Citra dan Kedasih sudah dibawa oleh mereka masing-masing. Pesan Sin Liong jelas. Sambil menunjuk sebuah titik di peta, pemuda itu berkata kepada Citra dan Kedasih.
"Pukul 4.00 kalian sudah standby di pinggir sungai di sini. Kita tidak perlu berkomunikasi menggunakan HT. Pelampung sudah harus dipakai. Kami hanya ke pinggir dalam hitungan detik. Kalian mesti sigap melompat. Kita harapkan hari masih gelap saat kita mengarungi sungai permukaan. Setelah masuk ke sungai bawah tanah lagi, jam bukan lagi masalah."
3.50, Sin Liong dan Raja merasakan guncangan dahsyat berulang-ulang. Tubuh mereka terbanting ke kanan kiri karena kataraft yang mereka pakai terhempas arus kesana kemari. Sin Liong dan Raja dengan sekuat tenaga menjaga keseimbangan. Jangan sampai kataraft ini terhempas ke bebatuan di pinggir goa. Jika sampai itu terjadi, kataraft berikut apa saja yang ada di atasnya akan tamat.
Sambil terus mati-matian menjaga keseimbangan kataraft bersama Raja, Sin Liong masih sempat berpikir lucu. Mereka sebenarnya bukan sekedar melakukan arung jeram. Tapi sudah bisa dikatakan sedang berada di sebuah aktifitas aneh dan ekstrim yang disebut terjun jeram.
Citra dan Kedasih saling berpegangan tangan. Mereka sudah bersiap di pinggir sungai. Di atas sebuah gundukan kecil di mana sungai itu menikung dari atas. Sin Liong harus bisa tepat mengarahkan kataraft ke tikungan ini supaya mereka punya kesempatan melompat ke kataraft. Semuanya harus terjadi secermat mungkin. Kesempatan hanya sekali.
Suara gemuruh memekakkan telinga memasuki telinga Raja dan Sin Liong. Meskipun bukan berupa air terjun yang tinggi, namun jeram di depan mereka saat keluar dari goa ini lumayan tinggi. Setidaknya 3 meter. Sin Liong dan Raja bersiap. Setelah jeram ini mereka akan memasuki tikungan sungai di mana Citra dan Kedasih sudah menunggu. Mengarahkan kataraft ini akan membutuhkan tenaga fisik yang sangat besar.
Kataraft yang dinaiki Raja dan Sin Liong melayang sejenak di udara sebelum akhirnya terhempas dengan dahsyat di permukaan sungai di luar goa. Sempat terpelanting sedikit, namun Raja bisa mengembalikan keseimbangannya dan segera membantu Sin Liong mendayung kuat-kuat ke pinggir sungai. Tikungan sudah mendekat.
Citra dan Kedasih menatap tak berkedip kataraft yang sekarang mati-matian sedang dikayuh ke pinggir tempat mereka berada oleh Sin Liong dan Raja. Untunglah cahaya bulan yang terang sangat membantu mereka untuk mengambil posisi dan ancang-ancang.
Dalam hitungan sekejapan mata, Citra dan Kedasih melompat ke atas kataraft saat perahu itu lewat di hadapan mereka. Citra nyaris terjatuh jika saja Raja tidak buru-buru menangkap pinggangnya. Untuk beberapa saat, kataraft itu miring ke kiri dan nyaris terguling. Sin Liong dengan sigap menggerakkan dayungnya. Kedasih yang berada di sisi yang sama melakukan hal serupa. Kataraft itu akhirnya stabil kembali. Dibawa arus yang menggila ke hilir.
Di mana sebuah lubang besar yang menganga telah menunggu mereka di depan sana.
---****