"Kau bisa melakukannya Raja." Citra berkata pelan dengan mata berbinar.
Serentak keheningan itu pecah oleh harapan yang menguar. Raja menoleh dengan wajah terkejut.
"Benarkah? Bagaimana caranya Citra?"
"Kau punya kemampuan yang kau sama sekali belum tahu semuanya Raja. Telepati adalah salah satunya. Aku akan mengajarimu bagaimana caranya."
"Dan kapankah itu? Tengah malam nanti?"
"Sekarang. Tapi aku perlu bantuan Babah Liong. Kedasih buka saluran ke Bandung." Ucapan Citra yang sangat tegas tidak bisa dibantah.
Mendadak saja ruang tengah rumah peninggalan Belanda itu berubah menjadi ruang mistis. Lampu ditemaramkan. Korden-korden ditutup rapat. Lilin dinyalakan. Dupa dibakar. Bau wangi yang menyengat langsung saja memenuhi tempat itu. Sin Liong mengrenyitkan hidungnya. Dari dulu dia tidak suka aroma dupa meskipun papanya nyaris setiap saat menyalakannya.
Dibantu oleh Babah Liong melalui saluran video conference, Citra meminta Raja membaca mantra-mantra dari Bahasa Sansekerta yang dituliskan di kertas. Mengherankan! Raja dengan lancar membaca mantra-mantra kuno itu. Kedasih melongo. Dia yang Doktor ahli Sejarah saja terbata-bata untuk membaca Bahasa Sansekerta. Sedangkan ini, Raja membacanya seolah bahasa itu adalah bahasanya sehari-hari.
Begitu Raja membaca mantra yang disambung oleh Babah Liong dengan mantra-mantra penguat dalam Bahasa China, ruangan mendadak gelap gulita. Semua lilin mati. Dupa juga padam. Namun asapnya terus mengepul membubung tinggi. Sin Liong berjingkat kaget saat mendengar suara tanpa rupa yang jelas bukan suara Raja, Citra, maupun Kedasih. Suara yang dalam dan tenang.
"Aku tidak heran kau bisa melakukan ini Raja. Apa yang hendak kau tanyakan kepadaku?"
"Aku hanya ingin menanyakan satu hal. Di mana kami harus berhenti dan mendaratkan perahu di sungai bawah tanah itu Resi?"
"Hmm. Ada tanda-tanda khusus yang akan kau jumpai nanti. Tanda yang tak akan kau temui di tempat lain."
Raja kelelahan. Ini pertama kalinya dia menggunakan energi untuk ritual semacam ini. Nafasnya mulai memberat.
"Tanda seperti apa Resi?"
"Ingat ingatlah ini nak. Tanda pertama ada saat kau mendengar suara Cucak Ijo berkicau tiada henti. Itu artinya kau sudah dekat. Apabila kau melihat batu bersusun tujuh di sebelah kanan sungai, itulah tempat mendaratmu. Tapi jika kau menjumpai kunang-kunang dalam jumlah banyak di kanan kiri sungai, maka kau telah terlewat….."
Suara itu semakin sayup dan akhirnya menghilang. Raja terduduk di kursi dengan keringat yang membanjiri wajah dan tubuhnya. Bajunya sudah basah kuyup sedari tadi.
Di Bandung, Babah Liong menggeleng-gelengkan kepala lalu mengangguk-angguk dan mengakhirinya dengan menggeleng lagi.
Sin Liong buru-buru mencatat 3 tanda itu di gawainya. Dia takut mereka semua terlupa. Kejadian aneh barusan hanya berlangsung dalam sekejap. Sin Liong tidak yakin daya ingat semua orang di ruangan itu kuat.
"Kau berhasil Raja. Namun energimu terkuras secara berlebihan. Kau harus segera memulihkan diri dengan tidur. Memang tidak mudah." Citra memberikan segelas air hangat kepada Raja. Pemuda itu bangkit dengan sempoyongan. Terhuyung-huyung menuju kamarnya. Dia mengantuk sekali. Rasanya ingin tidur selama setahun penuh. Citra memandang semua itu sambil tersenyum geli.
Di Bubat, Putri Calon Arang membuka matanya. Dia menoleh kepada Mada yang tengah menatapnya dengan serius.
"Baru saja terjadi komunikasi secara gaib antara Raja dengan orang manjing yang tidak diketahui siapa itu. Putri Dyah Pitaloka mungkin terburu-buru sehingga lupa menutup semua pintu dan jendela. Untunglah aku selalu memonitor sehingga bisa menangkap getaran energi telepati yang terjadi."
"Hanya itu Putri?" Mada menyipitkan matanya.
"Tidak. Bukan hanya itu saja Paduka Mada. Aku memang tidak tahu siapa orang itu. Tapi aku tahu di mana dia saat ini."
Mada sangat tertarik.
"Di mana dia?"
"Tidak jauh dari sini. Di Desa Seduri Kecamatan Mojosari."
Mada langsung bertepuk tangan dua kali sambil membisikkan nama. Dalam hitungan sepersekian detik, Puteri Merapi tiba-tiba sudah ada di hadapan Mada.
"Apa titahmu Paduka Mada?" Puteri Merapi bertanya acuh tak acuh.
"Pergilah ke Desa Seduri Kecamatan Mojosari. Ajaklah Gagak Hitam dan 3 Datuk itu ke sana. Kalian perlu menggabungkan tenaga untuk melawan orang manjing yang satu ini. Kirim dia kembali ke masa lalu. Jangan sampai bisa manjing kembali."
Puteri Merapi mengangguk tak acuh. Dia tahu artinya kalimat itu. Sangat sederhana. Bunuh dia.
Subuh itu Raja terbangun dengan tidak wajar. Telinganya berdenging keras. Hatinya berdebar-debar seperti telah terjadi sesuatu yang membuatnya cemas. Kepalanya berat seolah diganduli batu besar. Pemuda itu duduk bersila. Berusaha menetralisir kekacauan tubuhnya. Gila. Melakukan telepati sekali saja badanku sakit semua. Raja memejamkan mata. Berkonsentrasi.
Saat itulah sebuah suara lembut sayup-sayup masuk pendengarannya.
"Raja. Tugasku mengawal ramalan cukup sampai di sini. Sekarang kau yang harus melanjutkan hingga tuntas." Raja tersentak. Badannya bereaksi keras seperti ini bukan akibat telepati semalam. Namun karena seseorang hendak mengetuk pikirannya dan mengirim telepati. Raja berkata pelan.
"Maksud resi bagaimana? Apa yang harus aku lakukan?"
Suara itu makin sayup. Namun Raja masih bisa mendengar dengan jelas.
"Mereka mengetahui keberadaanku. Puteri dari Merapi dan 4 orang sekutunya datang ke tempatku. Aku tidak menyukai tindakan kekerasan tapi mereka memaksaku melakukannya. 3 Datuk Hitam itu berhasil kukirim kembali ke asalnya dan aku sendiri terluka parah. Karena itu sebelum ajalku tiba, aku ingin mengirimkan pesan kepadamu." Makin sayup.
Raja hampir copot jantungnya. Resi sakti itu diserang? Terluka parah nyaris tewas?
"Ingatlah semua pertanda yang telah aku sebutkan kepadamu. Ini perjalanan satu arah yang tidak bisa kembali. Begitu kau terlepas dari Batu Tujuh Susun, Mada akan menguasai semua keadaan. Jangan terlewat nak." Sepertinya Resi Saloko Gading sedang mengatur nafas.
"Ramalan ini sudah sampai pada ujung. Hanya kau yang bisa mengawalnya hingga usai. Setelah Gerbang Waktu terbuka, ramalan itu akan terhapus dari rencana takdir dan sudah menjadi takdir itu sendiri. Takdir selanjutnya tidak ada ramalannya nak. Kau dan putri manjing itu harus merencanakan dengan sebaik-baiknya. Aku berusaha membantumu untuk terakhir kali. Kematianku aku tukar dengan retaknya cermin gaib yang dimiliki Putri Calon Arang. Cermin itu sangat berbahaya bagi kalian." Suara Resi Saloko Gading tersisa bisikan yang sangat lemah. Kemudian hilang sama sekali. Raja tertunduk. Resi Saloko Gading telah menghembuskan nafas terakhir.
---**