Chereads / Reinkarnasi-Palagan / Chapter 29 - Bab 29

Chapter 29 - Bab 29

Saatnya melakukan penyelidikan terakhir sebelum melakukan aksi yang sesungguhnya. Raja berusaha melakukan penyamaran sedahsyat mungkin hingga diharapkan Citrapun tidak bisa mengenalinya. Kali ini dia berangkat bersama Sin Liong. Pemuda itu lebih tahu bagaimana menilai medan, terutama sungai yang menjadi tujuan utama mereka.

Jalur yang akan ditempuh adalah Jalur 2. Mereka akan melalui jalan yang tidak biasanya digunakan oleh masyarakat umum. Melewati hutan Jati milik Perhutani, ladang di bukit-bukit, serta daerah-daerah pelosok dengan jalanan kecil dan sempit.

Citra membekali keduanya beras kuning untuk menyamarkan mereka dari kekuatan gaib. Penyamaran dibantu oleh Kedasih. Wanita itu secara mengejutkan ternyata adalah aktifis perias di sebuah teater yang sering mementaskan pertunjukan kontemporer maupun wayang orang.

Raja disulap menjadi pemuda gondrong dengan penampilan berantakan berikut kumis tipis bertengger di atas bibirnya. Di dagunya terdapat janggut pendek yang diwarnai pirang. Penampilannya seperti anak punk dan petualang yang dilengkapi dengan anting-anting di telinga serta tindik di hidung.

Sin Liong didandani dengan penampilan sedikit berbeda meski sama-sama menggunakan anting-anting di sebelah telinga dan bibir. Pemuda itu berubah menjadi anak orang kaya yang berandalan dan suka berpetualang.

Begitu kedua pemuda itu keluar dari kamar Kedasih dan pergi ke halaman untuk berangkat, Citra yang sedikit melamun di teras hanya melirik sepintas tanpa komentar sama sekali. Raja dan Sin Liong menaiki sepeda motor trail masing-masing. Kedasih melambaikan tangan. Sepeda motor distarter. Citra hanya diam sambil sesekali menoleh ke dalam rumah.

"Putri, kau tidak mengucapkan selamat jalan kepada Raja dan Sin Liong?" Kedasih menegur heran.

"Hah? Bukankah mereka masih berada di kamar?" Citra tersadar lalu menoleh ke kedua pemuda yang sudah berada di atas sepeda motor siap-siap berangkat. Setengah berlari putri manjing itu mendekati Raja dan Sin Liong lalu mengamati mereka satu persatu.

"Astaga! Ya ampun! Aku pikir kalian tadi 2 orang penjaga baru yang dikirim dari Bandung!" Citra mengelus pipi Raja dengan sayang sambil ketawa cekikikan. Raja dan Sin Liong ikut tertawa lepas. Kedasih hebat! Perias dengan bakat terpendam.

"Kalian berhati-hatilah. Ini adalah titik kritis dari petualangan selama ini. Ingat, sekarang Bukit Bubat dipenuhi oleh orang-orang sakti." Citra berpesan pendek sambil mengusap pipi Raja sekali lagi.

Raja dan Sin Liong mengangguk mantap. Melambaikan tangan lalu tancap gas dengan mesin trail yang meraung-raung bising. Keduanya tadi sepakat untuk adu balap.

Citra menggeleng-gelengkan kepala. Baru saja dipesani agar berhati-hati, eh ini malah balapan.

Kedua sepeda motor trail itu memasuki jalan-jalan tanah yang sempit di pelosok pedesaan. Mereka tidak penah bertemu dengan jalan aspal karena memang jalur 2 adalah jalur terabas. Menembus hutan Jati, ladang-ladang, ngarai dan tebing-tebing lumayan tinggi.

Tidak sampai 2 jam mereka sudah tiba di wilayah Kecamatan Trowulan. Mereka harus menaiki dan menuruni 2 bukit di depan sana sebelum sampai ke sungai aneh itu. Menurut peta, jarak dari sungai tersebut kurang lebih 2 km dari Bukit Bubat. Di bukit pertama ini nanti mereka akan turun dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Terlalu berisiko jika terus menggunakan sepeda motor. Bukan karena medan yang berat namun lebih disebabkan oleh kehati-hatian agar tidak menimbulkan kecurigaan.

Raja dan Sin Liong mencari tempat paling tersembunyi untuk menyimpan sepeda motor trail mereka. Terdapat banyak belukar di bukit ini karena pohon-pohonnya memang belum terlalu tinggi. Matahari leluasa masuk dan menumbuhkan apa saja di lantai hutan. Tempat yang tepat untuk menyembunyikan sesuatu. Lagipula tidak banyak orang yang lewat sini kecuali para petugas Perhutani tentunya.

Kedua pemuda tangguh itu memulai perjalanannya dengan semangat berkobar. Opsi menerobos ke Bukit Bubat lewat sungai bawah tanah ini membangkitkan adrenalin mereka hingga level tertinggi. Mereka tidak perlu lagi merencanakan penyerbuan besar-besaran, atau bertempur habis-habisan merebut Bukit Bubat agar bisa membuka Gerbang Waktu. Opsi ini, meskipun super berbahaya karena mereka tidak tahu apa yang menunggu di bawah sana, tetap yang terbaik. Menghindari jatuhnya banyak korban selalu menjadi opsi terbaik untuk sebuah operasi besar.

Bukit terjal itu sudah mereka lewati puncaknya. Sekarang saatnya menuruni ngarai. Satu pendakian setelah ngarai, barulah mereka akan menjumpai sungai besar yang mereka tuju.

Tiba-tiba Sin Liong menarik tangan Raja ke belukar lebat yang ada di sana. Sin Liong menunjuk. Raja melihat di kejauhan beberapa orang sedang berjalan sambil menenteng senapan serbu di tangan masing-masing. Wah! Gawat! Siapa mereka?

Raja meraih teropong. Setelah melihat dengan teliti, Raja bisa memastikan bahwa mereka bukan tentara. Orang-orang itu jelas anak buah Mada dari Trah Maja. Hal itu nampak dari seragam yang mereka kenakan. Persis seperti seragam orang-orang yang tempo hari pernah mencarinya saat dia menjatuhkan drone.

Sin Liong meletakkan telunjuk di bibir sambil menunjuk arah lain lagi di ngarai. Nampak beberapa orang juga berjalan dengan sikap waspada. Raja menggeleng-gelengkan kepala. Apakah Mada sudah mencium rencana mereka? Tidak biasanya anak buah Mada berpatroli hingga sejauh ini. Atau ini hanya sekedar berjaga-jaga saja dengan radius patroli yang diperluas? Raja merutuk dalam hatinya. Ini seperti pertarungan strategi di buku Sun Tzu.

Raja terperangah. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Seseorang di bawah sana, sedikit jauh dengan 2 regu pasukan yang sedang berpatroli, melambai ke arah mereka. Raja menepuk pelan bahu Sin Liong. Tatap matanya menuntun Sin Liong pada satu arah.

Sin Liong nyaris terjengkang ke belakang saat menggunakan teropong. Orang itu melambaikan tangan ke arah mereka dan menunjuk ke samping beberapa kali. Raja mengambil lagi teropong dari tangan Sin Liong. Eh, bukankah itu tadi? Raja berusaha memastikan dengan mengatur ketajaman teropongnya.

Ahh, benar! Itu Resi Saloko Gading. Apa yang dilakukannya di sini? Tapi Raja lalu teringat sesuatu. Teringat ucapan resi sakti itu yang selalu berjaga-jaga pada kemungkinan gangguan terhadap jalannya ramalan Manuskrip dan Gerbang Waktu. Dia pasti sedang memberikan petunjuk!

--*********