Chereads / Reinkarnasi-Palagan / Chapter 16 - Bab 16

Chapter 16 - Bab 16

Citra dan Kedasih menjerit tinggi. Berondongan peluru menghantam badan mobil dan kaca samping serta belakang menimbulkan suara berderak-derak keras. Sin Liong yang tadinya membayangkan ini adalah akhir riwayat mereka bersama, terpana melihat kaca Cherokee sama sekali tidak pecah. Peluru-peluru tajam berjumlah puluhan itu juga tidak mampu menembus bodi mobil sama sekali. Gila! Mobil ini anti peluru!

Sin Liong bersemangat kembali. Ditekannya kembali pedal gas dalam-dalam. Berharap keterkejutannya juga menular ke hati para penyerang dan membuat mereka mengurangi kecepatan. Harapan sia-sia. Kedua mobil itu terus menjajari dan membuntuti Cherokee dengan kecepatan tinggi. Peluru M-16 juga terus berhamburan keluar dari magazin. Menghantam samping dan belakang Cherokee merah.

Sin Liong kembali dilanda kecemasan hebat. Sehebat-hebatnya kaca dan plat dinding anti peluru, tetap saja akan hancur kalau terus-terusan diberondong seperti ini.

"Tetap merunduk! Aku berharap mobil ini bisa lebih kencang! Tak lama lagi kaca dan dinding ini akan robek diterkam peluru!" Sin Liong berteriak kesal sambil menjejakkan kaki dengan keras ke pedal gas.

Kedasih melirik layar gawainya. Dibukanya sebuah panel rahasia di belakang perseneling. Ditekannya sebuah tuas kecil berwarna merah. Mobil Cherokee merah itu melesat kencang seperti anak panah yang terlepas dari busurnya. Sin Liong gelagapan mengimbangi kemudi. Mobil ini tembus di atas 200 km/jam! Dan sangat stabil! Sin Liong melihat di samping kanan kiri dan depan mobil keluar semacam wing aerodinamika yang mampu menjaga stabilitas mobil meski berkecepatan sangat tinggi.

"Mobil pesiar hah?? Cuma buat pelesir Lava Tour Merapi hah??" Kedasih memandang muka Sin Liong dari dekat. Mengejeknya habis-habisan.

Sin Liong cuma nyengir kecil sambil tetap fokus memperhatikan jalanan di depan. Ternyata mobil ini dimodifikasi tidak sekedar asesorisnya saja. Ini mobil pelesir yang gila! Sampai punya Nitro segala. Benar-benar gila!

"Mobil centil yang gila! Tapi aku sangat menyukainya…hahaha!" Sin Liong tertawa terbahak-bahak dengan lega. Mobil para penyerang sudah tidak nampak lagi dari kaca spion. Cherokee ini tadi lari konstan dengan kecepatan 250 km/jam.

"Saatnya membuat escape plan Sin Liong!" Raja berteriak di tengah derum gagah mesin Cherokee.

Sin Liong mengangguk. Satu-satunya cara adalah menghindar. Musuh bersenjata lengkap dan berat. Tak ada gunanya melawan sekarang. Lebih aman jika mereka menjauh dan menghilangkan jejak. Sin Liong melirik layar navigasi di dashboard. Dia akan keluar di Caruban Madiun kemudian lewat jalan biasa dan menyusuri jalan pedesaan sampai tembus Jombang. Mobil ini sangat tangguh di segala medan. Sin Liong tidak khawatir jikapun harus mendaki Gunung Wilis. Sekali lagi pemuda ini nyengir-nyengir kuda. Merasakan kelegaan yang luar biasa.

Di dalam Pajero hitam, Hoa Lie memaki-maki menggunakan bahasa China.

"Brengsek! Cherokee merah jelek itu anti peluru! Seharusnya kita membawa RPG! Sialan!"

3 orang yang bersamanya di dalam mobil hanya bisa terdiam menyaksikan kemarahan jagoan wanita dari China itu. Sudah ratusan peluru mereka kuras dan menghantam mobil Cherokee merah. Tapi tidak satupun yang menembus plat dan kaca mobil itu.

Di Fortuner putih, Giancarlo juga mengomel panjang pendek. Lawan mereka ini memang tangguh. Dia yakin sekali Manuskrip itu ada di dalam Cherokee merah. Mangsa yang sudah ada dalam genggaman tiba-tiba saja lenyap begitu saja. Cherokee merah itu punya kecepatan seperti setan!

Sejak mendarat di Bali, Giancarlo memang menghubungi Hoa Lie setelah mendapatkan nomornya dari Menteri yang menjadi koneksinya. Menawarkan kerjasama dengan Hoa Lie untuk bersama-sama menghadapi Raja dan kawan-kawannya. Mereka akhirnya sepakat jika Manuskrip utuh berhasil direbut, Hoa Lie akan kembali membawanya ke China. Sedangkan Giancarlo mendapatkan akses penggalian di perbatasan Mongolia.

Padahal sebetulnya akal licik Giancarlo sedang bekerja. Jika Manuskrip itu bisa didapatkannya, dia akan melakukan perundingan dengan Mada untuk barter dengan benda-benda artefak kuno bernilai tinggi dengan lelaki manjing itu yang pasti tidak akan keberatan selama Gerbang Waktu gagal dibuka.

Oleh sebab itulah mereka bisa bersama-sama melakukan penguntitan mobil yang ditumpangi Raja dan kawan-kawan sejak berangkat dari Yogyakarta. Menghadang di rest area Ngawi dan melakukan penyerangan dahsyat di jalan tol Solo-Surabaya. Namun gagal karena kehebatan mobil tahun 90-an brengsek itu!

Di Bubat, Mada memperhatikan cermin Putri Calon Arang. Melihat bagaimana Hoa Lie dan Giancarlo yang memimpin penyerangan, tidak berhasil menghabisi Citra dan kawan-kawannya. Mada memang menyusupkan salah satu anak buahnya di antara orang-orang sewaan Giancarlo. Oleh karena itu dia memiliki akses informasi dan bisa memantau melalui cermin magis Putri Calon Arang yan masih berada di lereng Merapi menyembuhkan luka-lukanya yang parah bersama Mpu Candikala dan Puteri Merapi. Sedangkan Panglima Gagak Hitam pergi ke pesisir laut selatan. Katanya akan mencari bala bantuan yang berguna di sana.

Mada menghela nafas panjang. Upaya demi upaya yang dilakukannya tidak menemui hasil yang memuaskan. Upaya terakhir sudah dipersiapkannya dengan matang. Jika sampai Raja dan kawan-kawannya lolos dan berhasil menyatroni Bubat, dia sudah memasang rangkaian C4 berkekuatan tinggi di Bukit Bubat tempat goa yang menyembunyikan Gerbang Waktu berada. Dia akan meledakkan Bukit Bubat hingga rata dengan tanah!

Tapi sekarang dia masih berupaya merebut Manuskrip. Ini adalah jalan paling baik untuk mengamankan sejarah. Pilihan-pilihan lainnya sangat berisiko. Menghabisi Raja berikut Manuskrip tentu mempunyai akibat. Mada tidak tahu apa yang akan terjadi jika Manuskrip itu habis terbakar atau hancur misalnya. Mada juga tidak tahu apakah setelah dia membumi hanguskan Bukit Bubat maka Gerbang Waktu juga ikut musnah atau tidak. Semua di luar kemampuannya untuk melihat.

Dia juga harus berhati-hati dengan Hoa Lie dan Giancarlo. Dua pihak luar yang sama-sama mengincar Mansukrip Gerbang Waktu. Hoa Lie tentu mempunyai tujuan yang sama dengannya. Mempertahankan sejarah yang ada. Tapi Mada tentu saja tidak akan rela jika harus menyerahkan Manuskrip untuk diamankan di China. Terbukti hal itu tidak aman! Raja dan pemuda keturunan China itu berhasil merampasnya. Lagipula, sebagai seorang abdi kerajaan yang setia, dia tidak akan membiarkan Manuskrip itu keluar dari Jawa Dwipa yang dicintainya.

Giancarlo orang licik yang berbahaya. Mada belum pernah bertemu dengan lelaki pemburu harta dari Italia itu. Tapi firasatnya mengatakan dia berhadapan dengan manusia oportunis yang menghalalkan segala intrik untuk mencapai keuntungannya sendiri.

Saat ini dia masih bisa mentolerir mereka karena punya musuh yang sama. Tapi kelak, dia sendiri yang akan menghabisi mereka jika sampai menganggu kedaulatan Tanah Jawa yang dijunjungnya sangat tinggi.

Di lereng Gunung Wilis, Sin Liong turun dari mobil dan memperhatikan jalanan sempit di depannya. Edan! Dia memang benar-benar harus mendaki! Diusapnya Cherokee merah yang luar biasa itu dengan gumaman lirih.

"Ayo, tunjukkan kemampuanmu hingga batas terakhir yang kau punya."

-******