Sin Liong selesai diobati dan dibaringkan di kamar. Lukanya cukup parah. Pemuda itu perlu mendapatkan perawatan intensif dari tim dokter. Raja sudah diinjeksi dengan adrenalin dan vitamin dosis tinggi. Tim dokter mendiagnosa Raja terserang Sindrom Kecemasan. Citra tertawa geli dalam hati mendengar diagnosa tersebut. Diagnosa yang benar mestinya adalah Sindrom Wanita Cantik dengan Mantra di Matanya. Tanpa terasa Citra tertawa terkekeh setelah membuat istilah tersebut. Kedasih dan dokter melengak heran melihat Citra. Mengira gadis itu terkena sindrom aneh lain lagi.
Raja duduk dengan lesu di teras rumah bergaya kolonial. Entah mengapa dia merasa tidak punya semangat lagi. Hanya rasa lelah saja yang tersisa di tubuhnya. Semua hal menjadi tidak menarik baginya. Rasanya dia ingin tidur terus.
Sebuah suara yang sangat dikenalnya berbisik lirih di telinganya.
"Itu adalah efek sihir gendam tingkat sangat tinggi Raja. Ibaratnya kau sudah kehilangan separuh jiwa. Hanya dua orang di tanah Jawa yang levelnya sampai setinggi itu." Citra duduk di samping Raja.
Raja memaksakan diri tersenyum. Namun karena tidak dilandasi jiwa yang utuh, senyum itu terlihat seperti orang menyeringai menahan sembelit. Citra tertawa terbahak-bahak tanpa bisa dicegah lagi. Raja menghentikan senyuman mautnya. Raut mukanya sangat datar saat mengomentari Citra.
"Apakah aku berubah lucu sekarang Citra? Mungkin gendam itu membuatku menjadi lucu." Suara Raja datar. Sangat terasa hambar. Citra tambah terpingkal-pingkal melihat muka datar tapi mengeluarkan pertanyaan. Seperti seseorang yang tidak punya niat berbicara sama sekali.
Raja hendak membuka mulut lagi. Tapi Citra buru-buru membekapnya. Gadis itu bisa sakit perut jika terus tertawa melihat raut muka Raja.
"Sudah. Sudah. Ini saatnya kita hapus sisa-sisa pengaruh gendam dahsyat itu dari dirimu. Sini kemarikan kedua tanganmu."
Citra mengambil posisi berhadapan dengan Raja. Menggenggam kedua tangannya yang terasa sangat dingin seperti es. Luar biasa memang ilmu gendam Nyi Blorong. Citra memejamkan mata. Memohon pertolongan dari Sanghyang Widhi Wasesa sambil membaca mantra-mantra kuno yang dulu dipelajarinya di istana. Tangannya terus menggenggam kuat-kuat tangan Raja terutama di bagian jari yang tersemat Cincin Umpak Mataram.
Raja tersentak kaget. Tubuhnya seperti dialiri listrik berkekuatan tinggi. Matanya membeliak dan tubuhnya bergetar hebat. Itu terjadi secara konstan saat Citra menggenggam tangannya. Aneh. Asap hitam tipis mengepul dari mata, hidung dan telinga Raja. Seolah Raja menjadi sebuah turbin uap kapal-kapal zaman dahulu.
Kedasih yang sedari awal prosesi ritual penyembuhan Raja ada di depan pintu, tertawa terbahak-bahak menyaksikan bagian akhir proses di depannya. Memang kelihatan lucu sekali saat asap hitam mengepul beberapa kali dari mulut, mata dan hidung Raja. Citra menoleh dengan wajah yang juga menahan tawa.
"Eh! Apa sih yang kalian ketawakan? Ada yang lucu?" Tak urung Raja bertanya penasaran. Keningnya berkerut penuh pertanyaan. Citra bernafas lega. Raja sudah pulih seperti sedia kala. Sisa-sisa gendam itu sudah keluar dari tubuhnya. Wajahnya tak lagi datar.
Raja tersenyum lebar. Dia senang mendengar dua wanita ini tertawa lepas. Sudah lama mereka tidak tertawa selepas ini. Terlalu banyak ketegangan yang menghantui setiap perjalanan mereka selama ini.
Raja bangkit dari tempat duduknya. Teringat Sin Liong.
"Bagaimana keadaan Sin Liong, Kedasih?"
Kedasih menggelengkan kepalanya dengan sedih.
"Lukanya cukup parah. Luka pukulan yang mengguncang organ dalamnya. Dia perlu waktu untuk memulihkan diri. Sin Liong dalam penanganan tim dokter saat ini."
Raja mengangguk paham. Pukulan Datuk Hitam memang dahsyat. Dia juga sempat merasakannya.
"Eh, Kedasih. Bagaimana tim pencegat yang menyelamatkan kita dari kejaran 2 mobil waktu itu?"
Lagi-lagi Kedasih menggeleng sedih.
"2 orang tewas tertembak. Jenazahnya sudah dibawa ke Bandung. Meskipun begitu kabarnya mereka berhasil menewaskan 4 orang musuh dan menghancurkan 1 mobil."
Ahh, Citra jatuh lagi ke dalam rasa bersalah yang hebat. Gara-gara dia korban nyawa kembali berjatuhan.
"Citra, itu sudah hukum alam sebab akibat atas sebuah keyakinan. Kau tidak perlu menyesali pengorbanan mereka. Karena mereka memang memilih jalan ini akibat dari keyakinan yang mereka pegang teguh." Raja memegang lengan Citra lembut. Pemuda ini hafal raut muka penuh penyesalan dari Citra seperti ini.
Citra mengangguk lemah. Putri manjing ini sangat berharap semuanya cepat selesai. Jatuhnya korban sampingan tidak boleh terjadi lagi. Sekarang apa rencana selanjutnya agar ini cepat selesai?
"Apa rencanamu Raja?"
Raja termenung sejenak. Pilihan paling logis adalah pengintaian beberapa kali sebelum bisa membuat rencana yang matang. Tapi Sin Liong? Apa sebaiknya dia pergi sendiri? Sepertinya ini jalan satu-satunya.
"Aku besok mulai meneliti rute pengintaian yang paling aman ke wilayah Trowulan. Selama Sin Liong belum pulih, aku akan melakukannya sendiri."
"Apakah itu tidak sangat berbahaya Raja? Kau pergi sendiri?"
Raja mengangguk.
"Tapi juga punya keuntungan jika sendirian. Pengintaian akan lebih tersamarkan. Aku yakin bisa melakukannya. Mencatat semua detil setiap kali mengintai. Aku perlu sepeda motor yang lincah dan berkecepatan tinggi."
Kedasih bergumam pendek.
"Itu bisa diusahakan. Mudah saja. Aku akan menghubungi Babah Liong malam ini."
Citra hanya diam. Pikirannya kembali berkecamuk.
Di Bubat, Mada memandang penuh selidik Hoa Lie dan Giancarlo.
"Jadi mereka berada di sekitar perbatasan Jombang-Mojokerto ya? Hmm, sepertinya mereka merencanakan sesuatu. Tidak mungkin mereka gegabah menyerbu kesini dalam waktu dekat."
Hoa Lie mengangguk. Giancarlo sedari tadi menilai lelaki tinggi besar di hadapannya ini. Orang yang keras dan berpendirian teguh. Begitu kesimpulan Giancarlo.
Mada berjalan masuk meninggalkan Hoa Lie dan Giancarlo. Lelaki ini menuju ruang dalam yang hanya dia sendiri bisa mengakses. Selain Putri Calon Arang tentunya.
Mada meraih cermin gaib, mengetuknya beberapa kali sambil berkomat-kamit. Cermin yang tadinya memantulkan dirinya, sekarang berubah memperlihatkan wajah Putri Calon Arang.
"Bagaimana keadaan kalian di sana? Apakah kau sudah pulih?"
Putri Calon Arang mengangguk tegas.
"Aku akan kembali ke Bubat besok pagi bersama Mpu Candikala. Kami belum pulih sepenuhnya tapi kurasa siap untuk bekerja kembali." Mada diam sejenak.
"Lalu Puteri Merapi? Panglima Gagak Hitam?"
"Puteri Merapi akan mencari Panglima Gagak Hitam sebelum bergabung di Bubat. Orang aneh itu menghilang semenjak kejadian di keraton."
"Bukannya dia hendak mencari bala bantuan di pesisir selatan?"
"Iya. Tapi setelah itu dia tidak berkabar lagi. Aku hanya sempat mendengar selentingan 3 Datuk Hitam dan Nyi Blorong turun dari kediamannya. Entah apakah karena permintaan Panglima Gagak Hitam atau oleh sebab lain aku belum tahu pasti."
Mada kembali diam.
"Baiklah, kalian kembalilah ke sini. Aku perlu bantuan tenaga untuk mengawasi tempat ini. Firasatku tak lama lagi putri manjing itu akan berusaha membuka Gerbang Waktu."
Raut muka Putri Calon Arang nampak terkejut. Secepat itukah? Seberani itukah mereka? Bubat adalah benteng terkuat yang dilapisi perlengkapan tempur, teknologi modern, penjaga terlatih, dan dikelilingi oleh mantra-mantra gaib.
--*