Raja diam menunggu kata-kata dari bapak tua yang sekarang sangat asik menghisap rokok klembak. Baunya yang menyengat dan asap tebalnya mengusir nyamuk yang sebelumnya mengerumuni mereka berdua di pinggiran sungai lembab itu.
"Di kepalamu pasti banyak sekali timbul pertanyaan anak muda." Bapak tua itu berkata pendek sambil terus menghisap rokok dan menghembuskannya ke atas dan sekitar mereka.
Raja mengangguk pelan. Sepertinya dia mengenal baik orang tua ini. Tapi di mana? Raja berusaha keras mengingat-ingat. Tak ada hasil.
"Tidak perlu mengingat yang lalu-lalu anak muda. Memorimu pasti hanya samar-samar. Paling penting sekarang apa sebenarnya rencanamu sampai beberapa kali kau mengendap-endap mengintai Bukit Bubat?"
Raja terperangah. Berarti orang tua ini sudah memergoki dia tidak hanya sekali ini. Bisa jadi malah dari 3 jalur pengintaian, orang tua ini selalu ada. Wah! Wah! Siapa sih orang ini?
"Hahaha, sudahlah anak muda. Aku memperkenalkan diri saja. Namaku Resi Saloko Gading. Aku dulu penasehatmu di kehidupanmu berabad yang lalu." Orang tua itu kembali terkekeh ketawa.
Raja terperanjat untuk sekian kalinya. Ada lagi orang manjing? Apakah bapak ini ada hubungan dengan Mada?
Seperti tahu apa yang ada dalam pikiran Raja, orang tua itu berkata pelan namun terlihat sangat serius.
"Anak Muda. Aku taksir namamu pasti Raja. Atau setidaknya mengandung kata Raja. Aku memang manjing sudah cukup lama. Aku tahu tentang Manuskrip dan Gerbang Waktu serta ramalan yang menyertainya. Karena itu aku manjing di sini untuk berjaga-jaga. Menunggu." Orang tua itu menghentikan kata-katanya.
Dia kembali menghisap dalam-dalam rokok klembaknya lalu meniupkannya keras-keras ke udara. Raja nyaris bertanya tapi langsung menelan kembali kalimat yang sudah ada di ujung lidahnya saat melihat orang tua itu meletakkan telunjuk di bibirnya sebagai isyarat untuk diam. Setelah beberapa kali melakukan hal yang sama, sampai-sampai pinggiran sungai seperti sedang terjadi kebakaran saking banyaknya asap, orang tua itu berdehem lalu berkata.
"Ada yang coba mengintai kita. Kamu tidak akan terlihat karena bekalmu cukup untuk tidak terlihat. Tapi mereka bisa saja melihatku kalau tidak aku kaburkan dengan asap klembak ini." Orang tua itu terkekeh lagi kemudian melanjutkan kalimatnya yang terputus tadi.
"Aku menunggumu hadir di sini Raja. Aku menjaga supaya ramalan itu tidak batal karena upaya paksa. Meski aku tidak tahu bagaimana takdir akan bekerja setelah Gerbang Waktu terbuka, namun ramalan itu menyampaikan pesan bahwa Gerbang Waktu memang mesti terbuka. Sekali lagi aku sama sekali tidak tahu, apakah itu akan berakibat buruk atau baik. Apakah mungkin untuk membetulkan sejarah harus ada cinta yang dikorbankan? Atau justru sebaliknya, cinta menjadikan sejarah sebagai altar pengorbanan?"
"Jadi Resi menjaga agar proses terbukanya Gerbang Waktu tidak terganggu?" Raja bertanya memastikan. Resi Saloko Gading hanya mengangguk kecil sambil menghembuskan lagi banyak asap dari rokok klembaknya. Raja menyipitkan matanya memperhatikan. Kenapa rokok yang cuma sebatang itu tidak pernah habis padahal sedari tadi dinyalakan dan dihisap secara terus menerus?
"Aku baru menyadari bahwa ramalan itu bekerja saat melihatmu melewati hutan Jati itu beberapa kali. Aku menguntit dan melihatmu melakukan pengintaian Bukit Bubat. Nah, anak muda, sebagai bagian dari tugasku untuk memastikan proses ini tidak terganggu oleh upaya paksa maka aku akan memberitahukanmu sebuah rahasia besar."
"Rahasia, Resi?" Raja mengangkat mukanya.
"Iya. Rahasia yang hanya diketahui oleh sedikit orang. Bahkan Mahapatih Gajah Mada sendiri tidak mengetahui rahasia ini karena memang sengaja disembunyikan oleh Paduka Prabu." Raja semakin tertarik.
"Jalan menuju gua yang merupakan tempat Gerbang Waktu di Bubat tidak hanya melewati yang terlihat. Namun juga bisa melalui yang terkubur." Resi Saloko Gading mulai berteka-teki.
Raja mengerutkan kening mencoba mencari jawabannya sendiri. Rahasia menuju Gerbang Waktu Bubat bukan lewat jalan biasa. Rahasia besar yang hanya diketahui seorang Raja besar berarti jalur penyelamatan atau pelarian jika terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki terjadi. Seperti pemberontakan, kudeta, upaya pembunuhan. Raja mendadak seperti melihat seberkas cahaya lewat di pikirannya. Aahh, apakah mungkin?"
Lagi-lagi seperti tahu apa yang ada dalam benak Raja, Resi Saloko Gading mengangguk.
" Kau benar. Ada jalan rahasia menuju ke gua tempat Gerbang Waktu berada. Dan jalan itu sekarang persis ada di hadapanmu."
Raja terlonjak kaget. Setelah itu duduk kembali sambil manggut-manggut. Masuk akal. Pemuda itu tersenyum sambil mengacungkan jempol kepada Resi Saloko Gading yang tersenyum lebar.
Pemuda cerdas! Dia tidak mau mengatakan apa yang ada dalam pikirannya karena tetap ada kemungkinan meskipun kecil bahwa ada telinga tak nampak yang sedang mendengarkan perbincangan mereka. Resi Saloko Gading menghembuskan lagi asap rokok hingga membubung ke udara. Memenuhi udara pinggir sungai yang langsung terasa mampat.
Resi Saloko Gading bangkit berdiri.
"Nah, tugasku yang pertama sudah kuselesaikan. Tinggal satu tugas lagi nanti yang akan aku tunaikan pada waktunya. Pergilah Raja. Pikirkan semuanya baik-baik. Kau pemuda reinkarnasi yang gigih dan pintar. Kau pasti tahu apa yang mesti kau lakukan. Aku akan pergi menyusuri sungai ini sampai hulu." Tanpa menunggu jawaban Raja, Resi Saloko Gading melangkah pasti menyusuri sungai.
Raja tertegun namun segera maklum. Apa yang dimaksud oleh Resi Saloko Gading dengan menyusuri sungai adalah benar-benar berjalan di atas aliran sungai mengikuti alur asalnya ke atas perbukitan. Resi itu benar-benar berjalan di atas air! Raja menggeleng-gelengkan kepala dengan takjub. Orang-orang manjing rata-rata memang punya kemampuan linuwih.
Sambil naik lagi ke atas menuju jalanan desa yang dia yakin sudah ditinggalkan orang-orang Mada yang menyelidiki drone yang jatuh tadi, Raja teringat Mada, Putri Calon Arang, Mpu Candikala, Puteri Merapi, Panglima Gagak Hitam, 3 Datuk Hitam dan juga Citra. Mereka semua manjing sama seperti Resi Saloko Gading. Mereka semua juga mempunyai kemampuan yang sulit diterima akal manusia zaman sekarang.
Sesampainya di pasar tempatnya menyimpan Honda 70, hari sudah menjelang petang. Raja melakukan perjalanan pulang dengan kecepatan jauh lebih santai daripada berangkatnya tadi. Dia sudah menemukan apa yang dicarinya selama berhari-hari melakukan pengintaian. Sebuah rute masuk yang sebelumnya sama sekali tidak diperhitungkan.
Hampir tengah malam Raja baru tiba di Bunker. Citra masih terjaga dan menunggunya dengan setia di teras. Kedasih dan Sin Liong tak nampak. Mungkin mereka sudah beristirahat. Jam telah menunjukkan pukul 11 malam.
Raut muka Citra terlihat lega begitu melihat sepeda motor butut itu memasuki halaman rumah. Dia khawatir bukan main karena sampai larut malam Raja belum pulang. Biasanya Raja menyelesaikan pengintaian dan pulang tak lebih dari pukul 7 malam.
Citra menyambut Raja dengan senyuman hangat. Raja membalasnya dengan tak kalah hangat. Wajahnya berbinar-binar seperti seorang yang habis menang lotere dan menjadi kaya mendadak.
Citra malah langsung curiga. Bibirnya yang manis maju ke depan. Cemberut.
--*****