Bona pertama kali bertemu suaminya saat makan siang di sebuah restaurant tepat 3 hari sebelum hari pernikahan mereka digelar. Saat pertama kali melihat suaminya ia sempat merasa tertarik karena wajahnya yang kecil jujur cukup tampan dengan rambut berwarna cokelat yang tertata rapih, full set suit berwarna biru navy dan kira-kira memiliki tinggi sekitar 185cm merupakan tipe pria idaman Bona. Namun saat bertatapan pertama kali dari mata pria itu mengeluarkan tatapan yang sangat dingin dan menusuk membuatnya tampak sangat menakutkan.
Pria itu tidak banyak bicara. Ia berbicara saat datang karena kami saling memperkenalkan diri, saat itu Bona baru tahu nama suaminya adalah Jiho dan mereka berbeda 4 tahun karena umur Jiho 28 tahun sedangkan dia baru 24 tahun. Setelah itu mereka hanya duduk dalam keheningan di meja itu. Tidak ada yang membuka pembicaraan dari awal makan sampai selesai. Mereka seperti tidak tertarik akan satu sama lain tapi Bona yang tidak tahan akan keheningan mencoba membuka pembicaraan.
"Aku ingin bertanya apa kau setuju dengan pernikahan ini?"
"Pernikahan ini adalah bisnis yang dapat memberikan keuntungan untuk kedua perusahaan jadi tidak ada alasannya untuk aku menolak. Lagian aku tidak di berikan kesempatan untuk berkata setuju atau tidak dalam pernikahan ini karena semua di atur oleh para orang tua" Jiho membalasnya dengan santai dan tak acuh.
"Tapi kau tidak memiliki orang yang di sukai? Gimana pun juga inikan pernikahan pertama kita. Apa kau tidak berharap menikah dengan orang yang benar-benar kau cintai?"
Pertanyaan yang di lontarkan Bona tanpa maksud tertentu tampaknya membuat Jiho merasa tidak nyaman. Jihopun terdiam dan menaruh alat makannya. Ia mengeluarkan kertas dari dalam tasnya lalu memberikannya kepada Bona.
Bona menerima kertas yang di sodorkan oleh Jiho lalu membaca isinya yang berjudul pernikahan kontrak. Berisikan dimana partie A (Kim Jiho) dan partie B (Lee Bona) setuju untuk menikah selama setahun. Selama pernikahan berlangsung partie A dan B akan tinggal dalam satu rumah tetapi memiliki kamar yang berbeda. Partie A dan B tidak boleh mencampuri urusan pribadi masing-masing. Skinship hanya dilakukan saat di depan public. Partie A dan B harus terlihat harmonis di public maupun di depan keluarga masing-masing. Partie A dan B harus hadir pada hari penting atau acara yang mengharuskan untuk datang bersama. Kontrak akan berakhir kalau salah satu dari partie ada yang melanggar isi dari kontrak ini. Kontrak akan di perbaharui setahun sekali dan dapat di berhentikan saat kedua pihak setuju.
Melihat kertas itu membuat Bona mengerutkan keningnya. 'Kertas apa ini?'
"Ini…?"
"Seperti yang kau baca. Alasan aku meminta kau untuk bertemu adalah aku ingin kau tanda tangan kontrak ini sebelum hari pernikahan kita"
"Apa harus sampai seperti ini ?"
"Aku menyukai semua yang pasti. Kau tahu mengapa aku sangat menyukai kertas perjanjian ? karena manusia pada dasarnya memiliki rasa keserakahan yang bisa saja membuat mereka berubah pikiran atau berkhianat saat di depan uang atau terbuai omongan manis orang lain tapi kertas tidak pernah berkhianat. Lagipula aku rasa peraturan disini tidak ada yang menyulitkanmu dan juga menaruh mu di posisi yang merugikan. "
"Baru pertama kali kau berbicara panjang lebar sejak kita bertemu tadi… " Jiho terdiam mendengar kata-kata Bona. Bona menaruh kertas itu dan mencari pulpen yang ada di tasnya lalu menanda tangani kertas itu.
Sebelum ia memberikannya kepada Jiho ia menambahkan satu peraturan lagi bahwa selama kontrak ini berlangsung mereka tidak boleh membawa pria atau wanita lain masuk kedalam rumah mereka. Kalau mereka memiliki kekasih harus secara diam-diam dan public tidak boleh tahu.
Jiho langsung mentanda tangani kertas kontrak itu tanpa berpikir banyak setelah melihat peraturan yang di tambah oleh Bona karena selain ia bukan orang yang sering bergonta-ganti pasangan, ia juga tidak memiliki kekasih dan tidak ada rencana untuk mencari juga dalam waktu dekat ini.
Jiho memanggil sekretarisnya dan sekretarisnya masuk mengambil kertas kontrak itu lalu berjalan keluar setelah memberikan hormat.
"Sekretarisku akan membawa kontrak itu kepada notaris. Setelah memiliki legalisir aku akan mengirimkan satu kontraknya kepadamu "
Bona hanya tertawa tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Padahal ini pernikahannya tapi tidak ada satu hal pun yang ditentukan olehnya mulai dari calon suaminya, tanggal pernikahannya, dress yang akan ia pakai, tamu undangannya bahkan sampai peraturan yang tidak masuk akal ini. 'Hidupku benar-benar sangat berwarna.' Jiho melihat itu dengan raut wajah tidak nyaman.
"Kenapa kau tertawa?"
"Bukankah ini sangat lucu?" decak Bona merasa lelah dengan alur hidupnya yang sangat tidak terlihat. Jiho mengambil napkin yang ada di meja lalu mengelap mulutnya pelan.
"Maksudmu?"
"Tidak, aku hanya terkejut karena kau sangat mirip dengan keluargaku" Bona menyandarkan badannya pada sofa yang terlihat empuk itu seraya melipat tangannya diatas meja.
"Mirip? Kita bukan kakak atau adik tirikan? Atau apa kau mengenal Kim jinho atau Jung eugene?"
"Tidak.. memang itu siapa?"
"Itu nama orang tuaku. Baguslah kalau tiba-tiba kau berubah menjadi adik tiriku akan terjadi masalah yang besar nantinya."
Bona hanya bisa tertawa terhadap setiap kata-kata yang keluar dari mulut pria itu. Sejujurnya ia tahu bahwa hal itu mungkin saja terjadi karena banyak hal-hal yang tidak dapat di jelaskan dengan nalar di dunianya salah satunya adalah pernikahan ini tapi ia tidak menyangka saja akan mendapatkan pertanyaan seperti itu dari orang yang akan menjadi suaminya dalam beberapa hari lagi. 'Apa lebih baik aku menjadi adiknya saja? sepertinya tidak akan seburuk saat aku tinggal di rumah'.
"Hahaha bukan itu. Maksudku adalah jalan pikirmu sangat mirip dengan keluargaku sepertinya kalian akan cocok tapi maaf aku tidak dapat memberikanmu harta yang banyak karena aku adalah anak di luar pernikahan"
Bona terdiam sejenak atas kata-kata yang ia lontarkan begitu juga dengan Jiho yang hanya terdiam menatapnya dengan tatapan yang tidak dapat diartikan.
Bona melanjutkan perkataannya.
"Aku rasa ini fakta yang harus kau tahu dan aku memberikanmu kesempatan untuk lari dari pernikahan ini"
Bona ingin berkata dengan jujur dari awal karena sepertinya pria ini tidak dapat mempercayai orang lain melihat ia menulis kontrak seperti ini dan juga ia merasa laki-laki ini harus tahu status Wanita yang akan di nikahinya walau hanya dalam setahun.
Jiho tertawa dengan wajah tidak percaya.
"Kau lebih polos dari yang aku pikirkan ternyata hahaha. Apa kau berfikir bahwa keluargaku akan menjodohkan anak lelaki satu-satunya kepada orang yang tidak menguntungkan bagi perusahaan kami? Pernikahan kita adalah bentuk perjanjian di antara dua perusahaan yang dimana terdapat banyak project, koneksi dan uang terlibat dalam proses ini. Aku juga yakin sebelum menerima mu mereka juga sudah menyelidiki latar belakang mu jadi aku rasa tidak ada alasan untuk lari dari pernikahan ini"
Setelah mendengar penjelasan panjang dari Jiho membuat Bona tersadar, benar pernikahan mereka hanya lah alat untuk keuntungan dua perusahaan itu. Mereka terdiam dalam pikiran mereka masing-masing sampai acara makan itu selesai. Menjelang hari pernikahan kakeknya menjadi sangat baik kepadanya seperti bertanya apa yang dia mau, dress apa yang ia ingin pakai, atau hal-hal lainnya begitu juga dengan ayahnya yang terkadang mengajaknya untuk makan bersama walau selama makan ayahnya hanya berbicara sedikit atau sesekali menganggukan kepala saja tapi itu sudah cukup membuat Bona senang.
Di hari pernikahan mereka terdapat lebih banyak tamu perusahaan yang datang dari dua belah pihak. Hanya beberapa teman atau kerabat yang sangat dekat bisa datang dan acara itu pun berakhir dengan cepat.
Di saat itu juga penderitaan Bona dimulai. Pada malam pertamanya suaminya memilih untuk pergi ke kantor dengan alasan bahwa ada pekerjaan yang penting lalu meninggalkannya di rumah yang pertama kali ia lihat itu sendirian.
Keesokan harinya pun ia tidak dapat melihat suaminya itu, ia hanya mendapatkan kabar dari sekretarisnya kalau tiba-tiba suaminya harus pergi dalam perjalanan bisnis. Setelah sebulan berlalu mereka baru pertama kalinya bertemu. Bona yang mendengar bahwa suaminya sudah pulang berjalan menuruni tangga dengan cepat untuk menghampiri Jiho yang tengah berdiri terdiam melihatnya semakin mendekat Bona dapat melihat raut wajah stress dan lelah terukir jelas di wajah Jiho.
"Apa kau sudah pulang?" Jiho hanya mengangguk atas pertanyaan dari Bona dan berjalan melewatinya. Bona memegang tangan Jiho. Jiho menoleh kearahnya.
"Bisakah kita berbicara lain kali saja ? aku sangat lelah" Jiho melepaskan tangan Bona dengan dingin dan pergi menaiki tangga lalu menutup pintu kamarnya rapat meninggalkan Bona sendirian di ruang tamu.
Hari itu menjadi titik yang sangat parah dimana hari-hari berikutnya Jiho semakin sibuk dengan urusannya sendiri. Ia pergi bekerja pagi-pagi dan pulang selalu larut malam. Di saat Bona ingin berbicara kepadanya ia akan beralasan kalau ia lelah dan kalau bisa berbicara lain kali saja.
Bona merasa ia harus berusaha lebih agar bisa mendapatkan perhatian dari Jiho setidaknya walau tidak bisa menyukai satu sama lain tidak ada salahnya untuk menjadi sahabat. Ia pun mencoba segala cara seperti mengirimkan pesan kepadanya, datang ke kantornya atau menunggunya sampai ketiduran di ruang tamu tapi Jiho selalu tidak membalas pesannya. Kalau ia datang ke kantor pun hanya sekretarisnya yang datang untuk mengatakan bahwa Jiho sedang sibuk.
Dengan tekad yang bulat suatu hari ia berniat untuk menerobos masuk ke dalam ruangan Jiho. Sampai di depan ruangan Jiho ia melihat Jiho sedang berbicara dengan sekertaris yang merupakan teman baiknya juga. Bona memutuskan untuk kembali lagi nanti karena merasa tidak enak mengganggu pembicaraan Jiho dan temannya. Saat hendak berjalan menjauh ia tidak sengaja mendengarkan namanya di sebut di sana.
"Bagaimana dengan pernikahan mu? Bona terlihat seperti orang yang baik"
"Yah dia baik" Jiho mengalihkan pandangannya ke arah lain. Bona merasa tidak puas dengan jawaban yang di lontarkan oleh suaminya itu.
"Udah itu saja?"
"Apa lagi yang harus aku katakan?"
"Apa hubungan kalian tidak baik atau kau masih saja teringat dengan Hana?"
Jiho langsung menatap temannya dengan tatapan tajam setelah mendengar nama itu. 'Hana? Siapa hana?' Bona menjadi semakin penasaran dan mencoba menguping dari sela pintu.
"Jangan sebut namanya lagi di depan ku dan kau kan tahu hubungan aku dengan Bona hanyalah bisnis semata"
"Kau masih belum bisa melupakannya ? hubungan kalian kan sudah cukup lama berakhir dan juga han—'
"Eunho cukup. Aku mengerti kata-katamu" perkataan Jiho terdengar sangat dingin seakan-akan memberikan peringatan kepada teman yang dia panggil eunho untuk diam atau akan dia terkam.
Eunho yang mendengar jawaban temannya itu hanya menghela nafas frustasi melihat temannya yang seperti ini.
"Aku tahu kau belakangan ini sering menghindari istrimu dan kalau semua ini karena han—Wanita itu akan sangat tidak adil bukan untuk Bona?"
"Semua ini bukan karena Wanita itu. Lagipula aku hanya terpaksa untuk menikah dengan nya karena desak kan dari kakek tapi ia bertingkah seakan-akan ia istri ku sungguhan. Aku berencana akan menceraikannya setelah setahun jadi tidak perlukan kita menghabiskan perasaan atau tenaga untuk peduli terhadap satu sama lain"
Bona terdiam dan beranjak pergi dari kantor Jiho. Ia tidak dapat mendengarkan lebih lama lagi kata-kata yang dikeluarkan oleh suaminya itu. Hanya senyum miris yang terukir diwajahnya. Ia merasa sangat bodoh karena mempunyai niat untuk setidaknya menjadi sahabat untuk Jiho tapi ternyata Jiho juga sama seperti keluarganya hanya memanfaatkannya saja.
Semenjak hari itu Bona tidak lagi menyapa Jiho saat pulang. Ia juga tidak lagi berusaha menemui Jiho ke kantor maupun menunggunya pulang. Saat berpapasan Bona hanya diam seakan-akan Jiho tidak terlihat oleh matanya. Jiho yang melihat sikap Bona yang tiba-tiba berubah awalnya merasa aneh tapi ia tidak mau memusingkan perubahan sifat orang yang tinggal satu rumah dengannya itu.
Mereka sama-sama tidak memperdulikan satu sama lain, yang satu menyibukkan diri dengan pekerjaannya dan yang satunya lagi sibuk menghamburkan uang dengan berpesta. Pada saat itu mereka berfikir hanya dengan cara ini dapat mengobati rasa kesepian dihati mereka masing-masing.