Chereads / Left And Right / Chapter 6 - Rumah Penjahit

Chapter 6 - Rumah Penjahit

Siang ini, Angel akan pergi bersama ibunya untuk mengunjungi penjahit. Bahan seragam yang sudah dibeli akan dibawa menuju penjahit. Jika tidak cepat, besar kemungkinan Angel akan bersekolah masih dengan seragam SMP-nya. Karena itu, sang ibu menyarankan untuk segera membawa kain seragam Angel menuju penjahit. Pasti akan ada banyak seragam lainnya yang akan masuk ke tempat itu juga. Bersama sang ibu menaiki motor, kedua wanita itu telah melaju menuju tempat tujuan. Angel yang mengendarai, lantaran sang ibu itu tidak bisa mengendarai motor.

Keduanya tiba di pelataran rumah penjahit ini. Tempat ini adalah tempat yang sebelumnya pernah menjahitkan seragam SMP Angel. Karena hasil jahitannya bagus dan rapi, mereka ingin seragam Angel kembali dijahitkan di sini. Sudah merasa puas, untuk apa mencari lainnya?

Langkah keduanya mulai memasuki rumah itu, membawa plastik besar berisikan bahan lipatan yang merupakan kain seragam Angel. Seketika langsung bertemu dengan penjahitnya yang sedang menjahit pakaian milik orang lain. Kedua wanita yang baru tiba ini langsung diberikan sambutan sederhana, karena memang penjahit itu sudah cukup mengenal Angel dan ibunya. Walaupun sudah lama tidak bertemu, tapi memang sangat diingat lantaran ibu Angel pernah mengundang penjahit ini saat coffee shop keluarga mereka diluncurkan.

"Selamat datang, ibu, Angel," sambut penjahit itu.

Dengan senyuman ramah mereka membalas sapaan itu. Di sana sang ibu langsung menjelaskan tujuan kedatangan mereka ke sini. Dengan plastik yang berisikan tumpukan kain serta atributnya. Pun wanita yang mengalungkan alat ukur pakaian itu langsung mengukur semua tubuh Angel. Tak mungkin menggunakan ukuran lama, Angel juga sudah bertambah besar dan tinggi. Lantas setelah selesai diukur dan dibandingkan dengan ukuran lama, Angel memang bertambah besar dan tinggi. Namun, saat mengenakan seragam SMP-nya sama sekali tidak terlihat jika gadis itu berubah.

Selain itu, Angel juga menjelaskan semua letak atributnya—walaupun juga sudah disediakan kertas sebagai contoh. Tapi tidak apa-apa, untuk memastikan ulang jika letaknya benar. Gadis itu hanya diam ketika ibunya mengobrol dengan penjahit itu, berbicara banyak hal sebagai basa-basi untuk mengisi keheningan. Kedua manik gadis itu mengarah keluar jalanan, melihat ada motor lain yang baru saja berhenti di depan sana. Dua presensi yang sangat tak asing di matanya. Mereka adalah Edwin dan ibunya.

Presensi ibu Edwin lebih dulu memasuki pintu, tersenyum lebar kala melihat Angel dan sang ibu yang sudah berada di tempat ini lebih dulu. Di belakangnya, terlihat laki-laki yang sekilas menatap Angel dengan tatapan dinginnya. Siapa memangnya yang akan mengatakan Edwin adalah laki-laki keren jika bukan Della? Angel tidak ada waktu untuk mengatakannya, bahkan tak akan pernah mengatakannya. Gadis itu berjalan guna berdiri tepat di sebelah sang ibu. Dirinya rasa jika kedatangan Edwin dan ibunya itu datang juga untuk menjahitkan pakaian.

"Ternyata pakaian kita berada di penjahit yang sama," ucap Angel pada Edwin.

Edwin mendengus kecil dengan salah satu sudut bibir yang tertarik sebelum membalas kalimat Angel. "Sayangnya, bukan karena keinginanku, melainkan saran dari Tante Hesti," katanya.

Kontan gadis itu menoleh ke arah sang ibu. "Mama yang menyarankannya?" tanya Angel yang langsung dibalas anggukan oleh sang ibu.

Angel tak bisa membuat keributan di tempat ini. Yang ada, dirinya merasa tidak enak terhadap penjahitnya, karena seakan menghalangi penghasilan penjahit itu. Pada akhirnya, Angel hanya bisa diam dan menahan sikapnya dihadapan para orang tua. Diliriknya Edwin yang membelakanginya, memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana.

Bukannya segera pulang, justru obrolan para ibu semakin panjang, lantaran ibu Edwin turut bergabung dalam pembicaraan itu. Entahlah, Angel juga tak tahu apa yang mereka jadikan bahan obrolan. Hingga pada akhirnya para ibu itu selesai berbincang, Angel segera mengajak sang ibu untuk keluar dari tempat ini. Akhirnya mereka bisa segera keluar dan menghilang dari hadapan Edwin.

Keduanya telah melaju meninggalkan rumah penjahit itu, membawa daksa mereka kembali ke rumah. Lagipula, mereka sudah tidak memiliki kepentingan apapun di sana, pun masih ada banyak hal yang bisa dilakukan selain berdiam diri di tempat itu. Mungkin, jika tidak ada Edwin, Angel dan sang ibu bisa saja lebih lama lagi berada di sana.

Setibanya di rumah, Angel melangkahkan sepasang tungkainya ke dalam kamar. Dia mengambil buku hariannya yang berada di dalam kotak penyimpanan miliknya. Gadis itu menuliskan rasa kekesalannya yang sebenarnya berlangsung akhir-akhir ini setelah dia mengetahui jika akan bersekolah di sekolah yang sama dengan laki-laki itu.

Buku harian itu adalah teman cerita Angel. Semua keinginan, kekesalan, dan rasa apapun yang mengganjal, selalu dia ceritakan melalui tulisan tangannya. Buku ini sudah kedua kalinya dia beli. Dan setiap semua tulisan yang pernah dia tulis, tak pernah dia buka kembali. Bukan karena malu, tapi dia tak ingin menyadari rasa yang sama ketika kejadian itu akan terulang. Dia ingin semua rasa itu datang dengan sebagai kejutan.

Gadis itu terkejut saat sang ibu secara tiba-tiba memasuki kamarnya, pun dengan segera dia menutup buku hariannya—tak ingin terlihat sang ibu. Angel langsung mengubah posisinya menghadap sang ibu. "Kenapa, Ma?" tanya Angel.

"Teman-temanmu datang,"

Kedua alisnya naik bersamaan, dengan segera Angel menghampiri teman-temannya setelah memasukkan buku hariannya ke tempat yang aman. Langkahnya berjalan menuju luar rumah, namun ternyata teman-temannya itu sudah dipersilakan untuk duduk di ruang tamu oleh sang ibu. Dirinya melihat ada banyak makanan yang dibawa oleh teman-temannya itu. Angel rasa, teman-temannya itu akan mengadakan pesta di rumahnya.

"Angel, kau yang menyediakan minumannya," ucap Kalula.

Bukan ide buruk, lantas gadis itu beranjak dari duduknya, menuju dapur guna membuatkan minum. Namun, baru beberapa langkah, suara temannya yang lain mengudara.

"Minuman dari coffee shop saja," seru Feli.

"Tidak. Bisa rugi coffee shop orang tuaku," balas Angel.

Sontak teman-temannya yang berada di ruang tamu itu tertawa. Mereka hanya bercanda soal itu. Lagipula, makanannya kurang pas jika dipadukan dengan kopi sebagai minumannya. Lantas para gadis yang berada di ruang tamu itu tengah mengeluarkan semua makanan yang mereka beli. Rupanya, ini adalah hasil pembagian tugas. Setiap orang akan membelikan makanan, dan Angel mendapat bagian menyediakan minuman. Mereka juga sengaja tidak memberitahu Angel tentang ini, lantaran rencananya memang ingin diadakan di rumah Angel.

Selang beberapa menit, Angel kembali dengan membawa minuman sesuai dengan jumlah orang yang berada di sini. "Kalian sudah mendaftar SMA, bukan?" tanya Angel.

"Sudah," jawab mereka serempak.

"SMA mana?" tanya Angel lagi.

Di sana semua teman-temannya menyebutkan sekolah yang mereka daftar. Namun, saat Della menjawab pertanyaannya, jantung Angel seakan jatuh ke perutnya. Dia lupa jika Della ingin satu sekolah bersama dengan Edwin. Ditambah, mereka semua juga tahu jika Angel sama sekali tidak menyukai laki-laki itu. Bisa dianggap apa dia ini jika teman-temannya tahu Angel mendaftar di SMA yang sama dengan Della dan Edwin?