Chereads / Left And Right / Chapter 5 - Pin Logo

Chapter 5 - Pin Logo

Angel tengah membersihkan peralatan manual brewing yang tadi dia gunakan untuk mempelajari secara perlahan tentang semua alat di coffee shop ini. Sudah dua kali ini dia belajar menggunakan alat-alat itu, lantaran ini adalah hasil merengek pada sang ayah yang ingin memahami tentang kopi dan barista. Tentunya sang ayah tidak memiliki pilihan lain, selain mengabulkan permintaan putri sulungnya.

Perasaan gadis itu sudah lebih baik dari sebelumnya, dia juga mengabaikan apa yang terjadi tadi pagi—kendati masih teringat jelas di kepalanya. Apalagi, toko mereka ini saling berhadapan. Sangat tidak mungkin jika Angel tak mengingatnya. Karena sedikit tidak fokus, tisu yang dia letakkan di atas meja saja bisa tersenggol saat mengelap sisa kopi yang menetes pada meja itu. Terdengar suara pintu yang terbuka, menandakan adanya seseorang yang memasuki coffee shop ini. Dengan segera Angel bangkit guna menyambut seseorang yang dia kira adalah pelanggan, yang ternyata justru seseorang yang tidak ingin dia hadapi.

Tidak tahu apa yang membuatnya datang ke tempat ini, tapi satu hal yang pasti Angel memicingkan matanya lantaran tidak suka dengan hadirnya Edwin. Salah satu tangannya berada di pinggang, memandang dengan tatapan seadanya. Gadis itu sama sekali tidak mengubah posisinya, masih tetap berkacak pinggang sebelah tangan. Bahkan, kain yang digunakan untuk mengelap meja saja dengan sendirinya tidak dia singkirkan—Angel tidak segan melayani Edwin.

"Jika kau hanya ingin mengejekku, pergilah," kata Angel yang seketika mengabaikan Edwin.

"Aku ingin membeli minuman di sini," balas Edwin.

Tanpa melihat ke arah Edwin, gadis itu langsung berkata, "Cepat pesan dan pergi,"

"Ice coffee," pesannya singkat selagi mengeluarkan uang untuk membayar.

Remaja laki-laki itu berdiri di depan meja kasir selama menunggu pesanannya tiba. Maniknya mengelilingi seisi ruangan yang dominan dengan warna putih ini. Mulutnya bungkam ketika memperhatikan Angel merapikan semua peralatan brewing yang telah bersih. Sampai akhirnya Angel kembali, Edwin masih setia di tempatnya. Namun, gadis itu sibuk sendiri dengan pekerjaannya yang sejak tadi hanya bersih-bersih.

Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya pesanannya tiba. Angel meletakkan minumannya itu dengan wajah yang melengos. Edwin abai, dia mengambil minumannya, namun sebelum pergi dirinya merogoh saku celananya guna mengambil sesuatu di dalam sana. Benda ini sangat penting untuk Angel.

"Ambillah, kau lupa mengambil saat membeli seragam," kata Edwin yang langsung meninggalkan coffee shop.

Gadis itu menyaksikan beda berukuran kecil yang diletakkan di atas meja kasir. Itu adalah sebuah pin logo SMA mereka. Iya, Angel tidak mengambil pin ini saat kemarin membeli seragam. Itu karena Angel merasa ingin cepat-cepat pulang dan tak ingin berlama-lama berada di satu ruangan saat mengantri membeli seragam. Pantas saja, kemarin Angel keluar lebih cepat daripada Edwin. Rupanya memang dia yang tidak mengetahui adanya benda ini. Seraya menatap kepergian Edwin, gadis itu memasukkan pin logo sekolahnya ke dalam saku, kembali melanjutkan pekerjaannya di sini.

Hingga pukul tujuh malam, gadis itu memilih untuk kembali ke rumahnya. Dia sudah lelah berada di coffee shop sejak menjelang siang tadi. Angel ingin bersantai, dan merebahkan dirinya di atas ranjang sembari bermain ponsel guna menghilangkan rasa lelahnya. Hendak meletakkan gawainya, gadis itu baru ingat jika dia memasukkan pin yang diberikan Edwin. Dia meletakkan benda kecil itu pada rak yang menempel di dinding untuk mempermudahnya menemukan benda sekecil itu.

Angel berjalan keluar kamar menuju kamar mandi. Dia belum mandi, lantaran sibuk berada di coffee shop orang tuanya. Tangannya memegang leher belakang, merasakan pegal yang sejak tadi tak kunjung hilang. Dirinya juga belum beristirahat sejak tadi siang, lantaran sibuk berlatih dengan alat-alat tadi.

Selama di dalam kamar mandi, Angel tengah merontokkan semua lelahnya di sini. Berharap berganti dengan kesegaran tubuh. Dia memang tampak diam, tapi pikirannya melayang kemana-mana. Yang dipikirkan Angel saat ini adalah SMA-nya. Ditambah bayang-bayang Edwin yang tadi memberikan pin itu. Dia bukan memikirkan bentuk perhatiannya, melainkan kebaikan laki-laki itu yang masih sempat membawakan pin untuknya. Padahal, bisa saja Edwin abai, dan membiarkan Angel nantinya dihukum karena tidak memiliki pin.

Sampai Angel selesai dari kamar mandi, gadis itu keluar dan bertemu dengan sang ibu yang baru saja meletakkan makanan di meja makan. Di sana juga sudah ada sang ayah yang duduk manis sembari bermain ponsel. Setelah ini, ketiganya akan melakukan makan malam bersama, namun Angel ingin masuk kamar terlebih dahulu sebelum bergabung bersama ayah dan ibunya.

Dan setelah gadis itu mendapat panggilan dari sang ibu untuk makan malam, barulah dia duduk di kursi makan bersama kedua orang tuanya. Selain ayahnya, sang ibu juga mengambilkan porsi nasi untuk gadis itu. Bukan, bukan karena Angel manja, tetapi memang karena ibunya yang langsung memberikan tanpa diminta oleh putri sulungnya.

"Tadi Mama lihat Edwin ke toko, ada perlu apa?" tanya sang ibu tiba-tiba.

Tanpa melihat ke arah ibunya, gadis itu langsung menjawab. "Membeli kopi," katanya yang belum selesai. Agak ragu jika dia menyebutkan kepentingan Edwin yang sebenarnya pada sang ibu. Walaupun, pada akhirnya dia mengatakannya. "Dan juga memberikan pin logo SMA untuk seragam," tambahnya.

"Pin logo SMA? Bagus itu, SMA memiliki pin seperti itu," sela ayahnya.

"Mama kira, kalian akan bertengkar di dalam toko,"

Sang ayah yang sudah memulai memakan makanannya itu mendengarkan pembicaraan istri dan putrinya. Sesekali laki-laki itu menyahut, lantaran ingin menambahkan kalimat-kalimat yang bercokol di kepala. Pertengkaran Angel dan Edwin itu juga diketahui oleh sang ayah. Karena memang kedua remaja itu bertengkar secara terang-terangan, pun terjadi selalu di depan toko.

"Memangnya kalian tidak ingin berdamai? Apalagi sekarang sudah satu SMA," tanya sang ayah.

"Sepertinya, tidak. Lagipula, jika ingin berdamai, dialah yang harus meminta maaf dulu. Edwin yang memulai," jawab Angel.

Sang ayah tampak mengangguk, dirinya mengerti ucapan putrinya yang sangat tidak ingin harga dirinya seperti dijatuhkan lantaran merasa bukan kesalahannya. Namanya juga perempuan, Angel pasti memiliki gengsi yang cukup tinggi.

"Ya sudah, tidak apa-apa. Nanti juga akan membaik dengan sendirinya," kata ayahnya.

Jika dipikir pun, permasalahan yang terjadi di antara Edwin dan Angel bukanlah masalah besar. Memang karena usia remaja saja yang menjadikan permasalahan itu tampak besar. Nanti, setelah mereka berdua dewasa dan ingat kejadian ini, baik Angel dan Edwin akan saling menertawakannya.

Mengabaikan permasalahan yang terjadi pada kedua remaja itu, kini makan malam ketiganya sudah berlangsung. Hanya suara dentingan yang berasal dari sendok dan piring yang beradu. Tak ada yang kembali membuka obrolan ditengah-tengah kegiatan ketiganya. Sampai akhirnya, sang ayah membuka suaranya guna menggoda putrinya itu.

"Bagaimana kalau kita jodohkan saja Angel dengan Edwin?"

"Tidak mau!" tolak Angel dengan cepat dan mengundang tawa ayahnya.