Di rumahnya, Angel tengah membuka laptop. Dia sedang mencari beberapa SMA yang ingin dia masuki. Jari telunjuknya terus menggeser bantalan sentuh pada laptop berwarna silver itu. Kedua alisnya sedikit tertekuk ketika mengamati lokasi SMA dengan jarak rumahnya. Angel memang mengutamakan jaraknya, karena gadis itu terkadang tidak bisa berangkat pagi. Dirinya khawatir jika terlambat ke sekolah.
Saat ini, Angel tidak sendirian, lantaran dia juga harus menjaga sang adik yang baru beberapa menit lalu terbangun dari tidurnya. Khawatir jika sang adik akan menangis dan tidak ada yang menjaga. Tangannya terus menepuk kaki adiknya dengan manik yang masih fokus pada layar laptop. Sampai pada gerakan jari kesekian kalinya, Angel menghentikan jarinya, membaca salah satu SMA yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumahnya. Selain itu, seragam identitas sekolah itu juga menarik perhatiannya. Baiklah, Angel rasa ini SMA yang tepat untuknya.
Gadis itu membaca semua persyaratan dan semua informasi yang dia butuhkan untuk mendaftar. Setelah Angel pikir dia menyukainya, pun dia memeriksa semua berkasnya. Barulah gadis itu mendaftarkan semua data dirinya ke sekolah itu. Di belakangnya, sang ibu baru saja menghampiri Angel dengan membawakan segelas minuman hangat yang diletakkan di dekat putri sulungnya itu.
"Sudah menemukan?" tanya sang ibu.
Sekilas Angel melihat ke arah sang ibu yang turut duduk di sebelahnya, menggantikan tangan kirinya yang sejak tadi menepuk pelan kaki adiknya. Lantas remaja perempuan itu menganggukkan kepalanya, menggeser laptop agar mempermudah sang ibu melihat SMA yang dia pilih. Harapannya dia diizinkan untuk bersekolah di sini, tanpa perlu menanyakan alasannya.
Pun Angel melihat air muka sang ibu, dia yakin jika ibunya setuju dengan SMA pilihannya. Terbukti jelas dari anggukan kepala sang ibu. Dirinya kembali melanjutkan pendaftarannya, tinggal menunggu waktu untuk pendaftaran ulang dan membeli semua seragamnya. Akhirnya Angel bisa bernafas lega setelah mendapatkan sekolah yang sesuai atas pilihannya. Kini dia menutup laptopnya dan bergabung dengan sang ibu yang sedang menggoda adik kecilnya.
Gadis itu bersandar pada dinding kamar dengan kaki yang selonjor. Tangan kanannya terarah pada pucuk kepala sang adik, memberikan usapan lembut di sana, sesekali juga mencubit pelan pipi yang tampak seperti balon itu. Rasanya cukup tenang ketika dia telah mendapatkan SMA yang akan menjadi tempatnya bersekolah.
"Semoga betah di sekolah barumu itu," tutur sang ibu.
Beberapa hari setelah malam itu Angel mendaftarkan dirinya pada SMA yang dia pilih, gadis itu selalu mencari tahu tentang sekolah yang akan menjadi sekolahnya. Memang tidak menakutkan semua kegiatan yang telah dilakukan SMA itu. Kadang Angel itu khawatir jika di lingkungannya harus menghadapi sesuatu yang membuat dirinya memikirkannya hingga berhari-hari lamanya. Dia sama sekali tidak menyukai yang seperti itu.
Kini gadis itu tengah terduduk di depan rumahnya, bermain ponsel untuk menghilangkan rasa bosannya. Angel sedang tidak ingin menuju coffee shop, tubuhnya malas bergerak sampai ke sana. Siang ini, Angel hanya akan menghabiskan waktunya di rumah. Sekaligus mempersiapkan keperluan sekolahnya. Memang masih ada beberapa minggu, tapi bukankah memang lebih baik diselesaikan dengan segera? Lagipula, semua berkasnya tinggal siap untuk dikirim.
Gadis itu merasa seperti pengangguran yang hanya duduk di teras dengan bermain ponsel. Untuk apa datang ke sekolah lagi, jika sudah selesai dengan semua urusan di SMP? Lantas Angel berniat untuk memesan makanan secara online, lantaran sang ibu belum memasak karena masih mengurus adiknya. Seperti inilah nasibnya menjadi seorang kakak yang memiliki adik bayi. Tapi tak apa, Angel juga sudah terbiasa dengan semua ini.
Saat tengah memilih menu makanan, tiba-tiba saja seorang wanita datang mengunjungi rumahnya. Sontak gadis itu segera menurunkan kakinya dari atas kursi, menghampiri wanita yang tengah berdiri di depan rumahnya. Angel mengenali wanita itu yang merupakan ibu dari Edwin. Tentu saja sikap yang dia tunjukkan berbeda untuk wanita ini.
"Angel, ini tante membuat brownis," ucap wanita itu sembari menyerahkan kantung berwarna cokelat pada Angel.
Dengan senyuman ramahnya, Angel menerima pemberian ibu Edwin. "Terima kasih, tante," balas Angel. "Tante, mau ketemu Mama dulu?" tanya Angel.
Ibu Edwin itu hanya menggeleng ringan, "Tidak perlu, cantik. Mama pasti sibuk mengurus adik. Lagipula, tante juga ingin pergi berbelanja," tuturnya lembut.
Angel mengangguk, lantas ibu Edwin berpamitan padanya dan meninggalkan rumah ini. Gadis itu masih terdiam di tempat, melihat tubuh ibu Edwin yang pergi menjauh. Manik Angel sempat mengitari lingkungan sekitar, tak ada satupun orang. Itu berarti ibu Angel pergi sendirian dan berjalan kaki tanpa diantar. Pun dirinya hanya bisa menggelengkan kepalanya, sudah pasti pikirannya langsung terarah pada Edwin.
"Dasar anak durhaka," ucapnya yang segera membawa masuk pemberian ibu Edwin.
Tungkainya membawa gadis itu memasuki rumah, menghampiri sang ibu yang tengah duduk di ruang makan. Sepertinya, ibunya itu baru selesai mengurus adiknya. Meletakkan pemberian ibu Edwin di atas meja makan, menarik perhatian ibunya.
"Dari ibunya Edwin," kata Angel lebih dulu, bersamaan membuka bungkus itu. "Beruntung aku belum memesan makanan," ucapnya lagi disertai kekehan.
Ibu Angel juga melihat putrinya yang sedang membuka tas pembungkus brownis itu. Menyuruh Angel untuk mengambil piring serta pisau—ingin sekalian dipotong. Pun putrinya itu juga turut duduk di hadapannya, menyaksikan tangan sang ibu yang bergerak. Belum saja dipindahkan ke piring, Angel sudah mengambil lebih dulu potongan kue yang paling besar. Sang ibu hanya tersenyum kecil melihat putri sulungnya itu.
Seorang ibu dan gadis remajanya tengah memakan bersama brownis pemberian ibu Edwin. Tak ada obrolan yang mengisi keheningan mereka berdua, selain suara kunyahan dan senandung kecil yang dibuat oleh Angel—merasa senang karena brownis yang dimakan cocok untuk mulutnya.
Disela-sela kunyahan itu, Angel mengambil ponselnya yang berdenting, menandakan adanya pesan yang masuk ke dalam ponselnya. Kunyahannya mendadak berhenti ketika membaca pesan yang berasal dari SMA yang dia inginkan. Iya, itu adalah jadwal yang akan membuat gadis itu sibuk untuk mengurus semuanya ke sekolah barunya. Angel memutar ponselnya dan menunjukkannya pada sang ibu, agar ibunya juga tahu tentang ini. Dirinya melihat anggukan yang diberikan oleh ibunya.
"Ya sudah, kalau begitu Mama akan mengosongkan waktu untuk pendaftaran ulang SMA-mu," kata sang ibu yang langsung diangguki oleh Angel.
Tangan gadis itu kembali ditarik, dirinya melihat semua nama-nama siswa dan siswi baru yang akan berada di SMA yang sama dengannya—masih dengan mulut yang mengunyah selepas masukkan gigitan baru. Wah, semua nama yang dia lihat adalah nama-nama baru yang sebelumnya belum pernah dia lihat ataupun dia kenal. Sepertinya, hanya dia satu-satunya murid dari sekolah lamanya yang mendaftar ke SMA ini. Salah satu tugasnya adalah menyesuaikan diri dan mengenali lingkungan barunya.