Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

DIAGNOSA PALSU UNTUK TUAN MUDA

🇮🇩Gege_Gillya
--
chs / week
--
NOT RATINGS
6.4k
Views
Synopsis
Kesempatan memiliki keturunan tak dimiliki oleh Frans karena hasil medical check up yang dilakukan sebelum dia menikahi tunangannya justru menunjukan kemandulan. Maka, batal sudah pernikahan yang akan digelar dan membuatnya terpukul, terlebih pihak keluarga. Bahkan, cacian harus diterima Frans dari orang tua tunangannya karena dianggap pria cacat. Namun, kekecewaan dan keputusasaan pada dirinya sendiri membuat Frans menggunakan jasa seorang wanita untuk melampiaskan hasrat tanpa beresiko akan kehamilan setelah dihasut oleh sahabatnya sendiri. Siapa sangka, suatu hari dia justru direpotkan oleh seorang anak laki-laki dengan paras sepertinya karena mencoret-coret mobil dengan spidol ketika parkir di taman. Dugaan mencuat karena Frans berpikir kalau anak laki-laki itu adalah miliknya dan segera mencari tahu siapa orang tuanya. "Siapakah orang tua dari anak yang memiliki wajah mirip dengannya?" "Apakah ada kemungkinan pria yang divonis mandul memiliki keturunan?"
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab 1 Hasil Tes

Sebuah mobil berwarna hitam dengan jenis Fortuner memasuki parkiran sebuah rumah sakit ternama di Jakarta. setelah mobil itu terparkir dengan sempurna, pintu yang ada di bagian depan terbuka dan terlihat dua orang keluar dari dalamnya. Satu di antaranya merupakan seorang wanita cantik dengan tubuh langsing berambut sebahu yang mengenakan celana panjang dipadukan dengan kemeja putih. Tak lupa, ada sebuah tas berwarna hitam di tangan kanan dan ditaksir jutaan rupiah harganya. Adapun sosok satunya lagi merupakan seorang pria tampan dengan tubuh kekar. Dia memiliki mata tajam dihiasi dua alis yang begitu cocok dengan bentuk wajah khas baratnya. Bahkan, bibirnya yang sedikit tebal terlihat merah seolah menantang untuk dikecap. Mereka melenggang santai dan tampak serasi. Beberapa pasang mata terlihat takjub karena keduanya memiliki paras di atas rata-rata. Keadaan rumah sakit tak pernah sepi di mana banyak pengunjung yang berlalu-lalang. Berjalan tak lebih dari 5 menit akhirnya mereka sampai di depan ruangan seorang dokter yang ditemui mereka sehari sebelumnya dan telah membuat janji sebelumnya. Tak ayal, wanita itu mengetuk pintu dan mendaratkan tangan pada gagang, lalu mendorongnya. Maka, tampaklah isi ruangan itu dan disambut senyum seorang pria dengan pakaian khas dokter.

"Akhirnya kaudatang juga, Pao!" ucap dokter itu seakan sudah menanti kehadiran mereka.

"Apa kami membuatmu menunggu lama, Dit?" tanya Paola setelah menutup pintu.

"Tidak juga karena kebetulan aku baru selesai makan siang. Ayo silakan duduk!" jawab Aditya selaku dokter yang sudah membuat janji dengan mereka dan dikenal Paola.

Mereka segera mengambil posisi masing-masing disusul seorang asisten Aditya menyerahkan berkas hasil pemeriksan yang dilakukan mereka kemarin sebagai syarat pra-nikah. Adapun senyum terukir samar di bibir Frans yang mendadak tegang akan hasilnya, meskipun dia yakin semua akan berjalan lancar.

"Ini hasil pemeriksaan kemarin dan silakan periksa dengan cermat." Suara Aditya terdengar jelas bersama tangan menyodorkan berkas milik keduanya dan diterima Paola serta Frans.

Dalam waktu singkat, ruangan itu berubah hening karena membiarkan mereka melihat apa yang membuat keduanya datang ke rumah sakit di sela kesibukan kantor. Dalam diam, Aditya menatap saksama pada mereka di mana Paola terlihat antusias akan hasilnya. Sedangkan Frans terlihat biasa, meskipun cemas ada di hati, hingga dia menatap apa yang tertera di sana dan seakan menahan nafas, hingga suara Paola terdengar lebih dulu.

"Syukurlah kalau hasilnya baik-bajk saja. Sumpah, ya, Dit, aku sampai susah tidur semalam karena memikirkan hasil ini!" Suara Paola terdengar senang bersama senyum lebar terukir di bibirnya. Begitupula reaksi Aditya yang ikut senang akan reaksi tersebut. Namun, senyum itu seketika hilang ketika menatap Frans yang bungkam dengan mata melotot.

"Frans, ada apa?" tanya Paola penasaran, tapi Frans seakan tak dengar ucapannya hingga dia meraih selembar kertas yang dipegang itu dan begitu mudah dilepaskan. Penuh saksama Paola membaca apa yang tertera di sana, lalu bergumam.

"Ma—mandul?" Itulah satu kata yang diucapkan Paola dan terdengar lirih, tapi masih cukup jelas didengar oleh Frans yang terdiam. Bahkan, Aditya bisa mendengar di mana dia sudah lebih dulu mengetahui hasilnya.

Paola menatap wajah Frans yang berubah pias, lalu beralih pada Aditya yang tetap bungkam menikmati keterkejutan mereka saat ini. Tentu saja, Paola tidak percaya dengan apa yang baru saja dibaca dan memutuskan untuk membaca ulang hasilnya. Bahkan, dia mengulangi sampai beberapa kali hingga tiba-tiba terdengar suara Frans.

"Aku tak percaya dan aku yakin kalau ada kesalahan dari hasil pemeriksaan ini. Kemungkinan itu bisa terjadi, 'kan?" tanya Frans dengan mata menatap lurus pada Aditya bersama nafas memburu karena hati yang menyangkal akan hasil tersebut. Aditya tak langsung menjawab karena justru dia menarik nafas dalam dan menghembuskan perlahan sebelum mengutarakan sesuatu di mana keadaan Frans dalam keadaan tidak baik. Pertanyaan seperti itu sudah dia prediksi dan kini saatnya dia menjelaskan tanpa menutupi apapun sesuai fakta yang terjadi.

"Tidak, Frans. Tak mungkin ada kesalahan dan pemeriksaan itu sudah benar!" Jawaban itu terdengar singkat, tapi begitu menyakitkan hati orang yang mendengarnya. Lantas, dia menggelengkan kepala berulang kali, lalu memukul meja hingga membuat Paola terkejut.

'Brak'

"Jangan berbohong padaku, Dit! Aku bisa menuntut rumah sakit ini jika terbukti mengeluarkan data palsu. Katakan kalau ini semua bohong karena aku pria sehat!" ucap Frans dengan mata melotot tertuju pada Aditya karena tak terima. Bahkan, Paola mendadak panik melihat pertama kalinya Frans seperti itu. Namun, segera dia membawa tangan kanan yang didaratkan pada punggung, lalu mengelus lembut seakan menyalurkan kekuatan. Sekilas Aditya melirik pada Paola, lalu berkomentar.

"Aku mengerti perasaanmu, Frans. Namun, hasilnya memang demikian. Bahkan, kemungkinan sampel sperma tertukar tidak terjadi karena kebetulan sekali hanya kau yang melakukan pemeriksaan ini kemarin. Maafkan aku harus berkata seperti ini." Alasan masuk akal diutarakan Aditya dengan raut tenang, tapi sekaligus menaruh iba. Sebagai pria, Aditya sangat paham bagaimana terlukanya Frans dengan keadaannya kini.

"Tidak mungkin. Aku tak mungkin mandul. Selama ini aku menjaga pola hidup sehat. Bahkan, aku tak pernah minum alkohol, meski setetes aja. Aku yakin hasil pemeriksaan ini pasti ada kesalahan!" ucap Frans dengan suara berubah rendah dan terdengar pilu serta tetap menyangkal akan kenyataan itu. Dia merampas lembaran kertas yang dipegang oleh Paola, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi di depan wajah Aditya.

"KATAKAN SEMUA INI DUSTA!" Kemarahan yang dialami oleh Frans tentu amat dimaklumi oleh Aditya saat ini yang tak terpancing amarah karena sudah dibentak. Sebagai dokter, Aditya tentu tahu kalau Frans sangat terpukul menerima kenyataan tersebut di mana dirinya dinyatakan mandul setelah melakukan rentetan pemeriksaan. Melihat sikap Frans yang demikian, Paola coba menenangkan karena seorang asisten yang berada di ruangan tampak terkejut mendengar teriakan Frans karena tak terima.

"Tenang dulu, Frans. Jangan marah-marah!" kata Paola coba bereaksi.

"BAGAIMANA AKU TAK MARAH KALAU HASIL PEMERIKSAAN INI MENUNJUKKAN AKU MANDUL? APA KAU TAHU ARTI MANDUL? AKU TAK BISA PUNYA ANAK DAN ITU HAL MENYAKITKAN BAGIKU, PAOLA! TIDAK! AKU TAK PERCAYA SAMA SEKALI KALAU AKU MANDUL. AKU HARUS LAKUKAN SESUATU!" Frans menjawab tak kalah kencang bersama matanya menatap tajam pada Paola di mana sebelumnya dia tak pernah menemukan reaksi semacam itu. Bahkan, wajahnya berubah merah karena amarah tersebut diikuti kalimat terdengar lagi.

"AKU PRIA SEHAT DAN TAK MUNGKIN MANDUL. CAMKAN ITU!" ucap Frans ditujukan pada Aditya dan Paola, lalu segera bangun dari duduknya membawa rasa kecewa untuk meninggalkan ruangan. Bahkan, Frans membanting pintu hingga menimbulkan dentuman keras. Bergegas Paola menyusul karena Frans dalam keadaan tak baik dan diselimuti emosi bersama sebuah kertas di tangan kiri hasil pemeriksaan miliknya sendiri.

"Aku pergi dulu!" pamit Paola dan tak dibalas apapun oleh Aditya yang hanya bisa mengangguk serta menatap kepergian mereka. Namun, ada suara wanita terdengar dan merupakan asisten Aditya.

"Kasihan sekali dia, Dok. Sudah ganteng begitu, tapi mandul!"