Bab 6 Kemungkinan Hasil Tes Tertukar
Sosok wanita yang berdiri di depan pintu nyatanya tak menunjukkan raut terkejut setelah Maria muncul tiba-tiba dan menanyakan sesuatu padanya. Adapun wanita itu adalah Wati yang sengaja berdiri di depan pintu di mana sebelumnya ada Siti yang sedang menguping. Wati terlihat begitu tenang, meskipun menemukan tatapan tak suka dari Maria karena penasaran sekiranya apa yang dilakukan di depan pintu kamarnya. Apalagi Maria sadar betul kalau baru saja dia membicarakan hal serius mengenai keluarganya dan tak menyangkal sebuah aib besar yang membuat mereka terluka.
"Maaf kalau saya sudah lancang, Bu. Saya sengaja berdiri di sini karena sebelumnya menemukan Siti sedang menguping apa yang Bapak dan Ibu bicarakan di dalam." Pengakuan diberikan oleh Wati dan seketika membuat mata Maria membulat sempurna seolah ingin copot. Bahkan, dia sempat melangkahkan kaki untuk melihat ke lantai satu yang mengarah ke dapur karena saat ini pasti Siti berada di sana. Maria ingat betul kalau sudah menutup pintu, tapi seketika terhenyak karena ada kemungkinan lain sekiranya Yosef tak rapat saat masuk tadi bersama emosi yang sudah ditumpahkan sebelumnya.
"Apa kau serius, Wati?" Balasan yang keluar dari mulut Maria seolah memastikan bahwa yang diutarakan olehnya sebuah kebenaran.
"Benar, Bu. Makanya saya segera membawa Siti ke dapur dan mengancamnya akan dipecat jika melakukan hal serupa. Sepertinya dia sudah mendengar apa yang Ibu bicarakan bersama Bapak tadi." Penjelasan itu didengar penuh saksama oleh Maria yang mendadak kesal karena seharusnya pembicaraan tersebut tak didengar siapapun kecuali yang dikehendaki. Adapun Maria tentu tahu betul dengan sifat Siti yang kerap ingin tahu urusan orang lain termasuk perkara majikan sendiri.
"Ya Tuhan, bisa-bisanya dia sempat menguping pembicaraan kami. Pasti Bapak tak rapat saat menutup pintu!" ucap Maria merasa kesal juga dengan perbuatan Siti, tapi disusul menghela nafas kasar serta menyambung kalimat sebelumnya. Bahkan, raut wajah Maria mendadak lesu ketika mengingat apa yang sedang dialami oleh keluarganya dan hal tersebut membuat Wati merasa penasaran.
"Ada apa, Bu? Kenapa mendadak sedih?" tanya Wati sekadar memberanikan diri di mana biasanya Maria tak segan untuk membagi cerita, meskipun selama ini cenderung membahas hal yang menyenangkan. Perlahan Maria mengangkat kepala dan menatap pada Wati yang terlihat penasaran juga bingung.
"Jadi kau belum tahu apa yang kami bicarakan di dalam tadi?" Hanya gelengan yang diberikan oleh Wati. Gerakan kepala tersebut sudah membuat Maria paham kalau Wati tak mendengar apa yang mereka bicarakan beberapa saat lalu. Perlahan Maria justru menatap ke arah pintu yang telah ditutup di mana suara Yosef tak terdengar lagi pertanda sudah tidur.
"Pernikahan Paola terpaksa kami batalkan, Wati."
Sontak dua mata Wati yang semula begitu tenang mendadak melotot seolah ingin copot mendengar kalimat singkat yang diutarakan oleh Maria dengan wajah lesu. Sejenak dia mencerna apa yang didengar barusan dan membandingkan ocehan Siti saat berada di dapur. Namun, sepotong cerita Siti beberapa saat lalu tentu tak membuatnya percaya begitu saja dan kini merasa terkejut setelah mendengar Maria menyebut tentang pernikahan Paola.
"Kenapa dibatalkan, Bu? Bukannya sudah seminggu lagi acara digelar? Undangannya pun sudah disebar semua!" sahut Wati yang merasa aneh dan butuh penjelasan lebih detail. Apalagi Wati terlibat dalam mempersiapkan pernikahan Paola dan Frans serta membantu untuk mengatur orang menyebar undangan. Pertanyaan itu tak segera dijawab oleh Maria karena justru menarik nafas dalam berulangkali dan terlihat dadanya begitu sesak.
"Sebenarnya ini aib, Wati. Aib yang sangat menyakitkan dan melukai kami." Wati kian berkerut kening karena Maria membawa kata aib, sedangkan keluarganya amat terpandang dan sejauh ini tak ada masalah dengan siapapun. Jadi, aneh rasanya bagi Wati akan ucapan Maria di mana tampak jelas dua tangannya mengepal kuat seakan menahan emosi.
"Aib apa, Bu? Semua berjalan lancar, kok. Sudah beres dan tinggal menunggu hari pernikahan saja. Iyakan?" terang Wati karena persiapan hari bahagia sudah beres sejuah ini tanpa kendala berarti. Namun, wajah Maria justru berubah sangar dan membuatnya bingung disusul suara berat keluar dari mulut Maria serta mendesis.
"Tidak, Wati. Pernikahan Paola batal digelar dan semua gara-gara Frans!" kata Maria dengan wajah kesal dan sorot mata tajam. Wati semakin bingung dengan ujaran barusan, sedangkan yang dia ketahui kalau Maria dan Yosef sangat suka pada Frans karena dikenal baik dan berasal dari keluarga kaya serta pengusaha handal.
"Ibu bicara apa, sih!? Kenapa bicara seperti ini? Sebenarnya ada apa dan apa yang terjadi juga tak saya ketahui?" timpal Wati dengan banyak pertanyaan serta wajah bingung. Namun, Maria tak langsung menjawab dan menatap saksama wajah Wati.
"Ikut aku!"
Maka, Maria segera melangkahkan kaki untuk menuju sebuah ruang santai yang berada di lantai dua. Adapun Wati masih terpaku karena rasa terkejut dengan apa yang dia dengar barusan. Seketika dia sadar karena Maria sudah tak ada di hadapannya dan segera menyusul dengan langkah cepat. Nyatanya kepergian mereka barusan dari depan pintu di mana Yosef sedang tidur di dalamnya disaksikan oleh Situ yang baru saja melintas sambil membawa sesuatu di tangan kanan dan berhenti hingga sosok Wati tak terlihat lagi. Rasa penasaran seketika muncul di hati Siti dan ingin mencari tahu apa yang terjadi. Namun, dia sadar betul dengan ancaman yang diberikan oleh Wati beberapa saat lalu dan menatap sebuah nampan berisi sesuatu yang harus diantar ke pos depan di mana Imam telah menanti. Gejolak ingin menguping lagi dirasakan oleh Siti dan terpaksa melanjutkan kembali langkahnya membawa hati yang sedikit jengkel karena keinginannya tak bisa dipenuhi.
"Aku yakin kalau mereka sedang membicarakan apa yang kudengar tadi. Sayang sekali aku tak bisa mendengarnya secara lengkap dan kini membuatku sangat penasaran. Wanita itu benar-benar menyebalkan dan selalu saja ikut campur acaraku menguping!"
Dalam waktu singkat Wati akhirnya tiba di ruangan dan menemukan Maria telah duduk lebih dulu di sofa. Dengan cepat diambil posisi dan tentunya memilih berhadapan langsung di mana Maria duduk bersilang kaki. Tak ada yang berbicara dan Wati menanti apa yang akan diutarakan oleh Maria mengenai perkara aib yang menimpah keluarga. Dia menemukan wajah Maria dalam keadaan tak baik-baik saja pertanda memang ada hal serius yang menjadi bebannya seraya berujar lebih dulu.
"Sebenarnya ada apa, Bu? Saya mendadak jadi cemas melihat Ibu yang seperti ini. Ibu bisa ceritakan pada saya sekiranya hal tersebut akan mengurangi beban di hati." Suara terdengar lembut dari mulut Wati serta tak ada paksaan untuk berterus terang. Maria mengalihkan pandangan pada Wati dan selama ini menjadi orang kepercayaannya. Terlebih dahulu Maria menarik nafas dalam dan menghembuskan perlahan sebelum akhirnya dia mengatakan apa yang terjadi dan memang harus dibagi pada Wati.
"Kami baru tahu kalau ternyata Frans dinyatakan mandul."
Betapa terkejutnya Wati setelah mendengar kalimat singkat barusan. Matanya seolah lupa berkedip dengan mulut menganga. Reaksinya tersebut sudah diduga oleh Maria karena pasti terkejut seperti dirinya.
"A—apa? Den Frans mandul?" Hanya anggukan lemah dilakukan Maria dengan wajah amat lesu seolah hatinya sangat terpukul.
"Kata siapa, Bu? Siapa yang bilang? Pasti mengarang cerita, deh!" Sangkalan dilakukan Wati yang tak percaya sama sekali kabar barusan seraya menggeleng. Selama ini Wati cukup baik mengenal Frans dan kerap berbincang. Apalagi Wati beberapa kali pernah dibantu oleh Frans yang dikenal baik hati dan amat mencintai Paola. Selain itu, Wati juga yakin kalau Frans adalah laki-laki sehat dan tak suka yang aneh-aneh. Maria sangat maklum akan reaksi Wati yang terkejut sekaligus tak percaya, tapi apalah daya kalau bukti mereka miliki dan tak bisa disangkal.
"Tentu saja pemeriksaan di rumah sakit. Fatalnya dia memaksa Paola sembunyikan kebenaran itu dan kami sangat kecewa. Kami tak sudi punya menantu yang tak bisa memberikan keturunan. Buat apa coba?" beber Maria dengan wajah serius dan sorot mata tajam. Semua penjelasan didengar saksama dan membuat rasa tak percaya kian melekat di hati Wati hingga tak ragu menimpali lagi dengan pertanyaan polosnya.
"Memang bisa ketahuan, ya, Bu, sekiranya laki-laki mandul atau tidak?"
"Tentu saja bisa! Bahkan, aku dan Bapak juga lakukan hal itu saat memutuskan menikah. Penting itu, Wati!"
"Caranya?"
"Melakukan pemeriksaan di rumah sakit dan dikerjakan oleh dokter yang paham di bidangnya. Bahkan, kami punya bukti pemeriksaan dari dua rumah sakit dengan hasil yang sama, tapi bisa-bisanya disembunyikan. Penipu namanya kalau begitu si Frans!" oceh Maria terpancing emosi jika mengingat ulah Frans yang dianggap pendusta.
Seketika Wati bungkam bersama pikiran yang mendadak kacau dan merasa tak percaya. Dalam hati dia tetap tak percaya dengan kabar itu, meskipun Maria mengatakan telah memiliki bukti yang tak bisa dibantah. Di saat keduanya bungkam untuk beberapa saat, tiba-tiba Wati berujar aneh.
"Bagaimana kalau hasil tes itu tertukar, Bu?"