Esok harinya , seperti biasa aku selalu melakukan rutinitasku mulai pergi ke pasar, memberdihkan rumah dan memasak disaat yang lain masih terlelap dari tidurnya, aku selalu bangun pukul 4 shubuh demi untuk melakukan tugas harianku lebih tepat waktu.
Sreng..sreng..
Suara penggorengan saat aku menumis sayur sawi putih dan kol , bau harum masakan sudah tercium. Aku segera mengangkat tumisan itu ke piring, lalu aku menggoreng ikan krembung dan juga Tempe Tahu yang menjadi lauk favorit aku.
Setelah siap aku menaruhnya di meja, segera aku meletakkan Apron aku di gantungan dupur. Aku tata piring dan menu masakan yang sudah aku masak di meja. Setelah itu aku mulai membuatkan minuman buat Om, Tante dan Nek Ratih.
Aku meraih ponsel yang aku selipkan di saku rok panjang yang aku kenakan saat ini. Pukul 6.30 Pagi dan ini masih pagi, segera aku pergi menuju ke Kamarku untuk mengecek barang-barangku barangkali ada yang terlewatkan saat aku mengemasi kemarin. Namun saat aku melangkahkan kaki beberapa langkah , tiba-tiba ada yang menarik tubuhku masuk kedalam Kamar.
" Sssttt.. jangan teriak Fee, aku janji tak akan menyakitimu."
Sungguh aku tercekat saat aku mengetahui Om Arul yang mengatakan itu, aku ketakutan karena dia membawahku masuk kedalam kamarnya, tubuhku dihimpit dengan tubuh kekarnya, aku berusaha memberontak namun sia-sia, tenagakuntak sebanding dengan otot-otot yang dimilikinya.
" Aku hanya ingin melihat wajah mu saja Fee, Aku takut tak akan bisa melihatmu, jadi biarkan lah aku memandangi wajahmu saat ini."
Ucap Om Arul dengan merapikan anak rambutku yang berantakan.
Aku hanya bisa diam, kedua tanganku yang kecil di cegal dengan satu tangan besarnya. Satu tangannya membelai lembut wajahku, aku hanya menahan tangisku dan menyembunyikan wajah ku saat ini.
Tes...
Buliran bening pun lolos dari mataku saat ini, aku benar-benar takut, takut jika Om Arul berbuat macam-macam denganku meskipun aku tau selama ini dia tak pernah mencium atau melecehkanku dengan grepe-grebe tubuhku.
" Fee, kamu menangi? "
Pertanyaannya dengan diakhiri melepaskan kedua tangankundan beringsut mundur dari hadapanku.
Ia lalu mengusap wajahnya dengan gusar, ada sedikit marah dan kecewa yang ia rasakan saat ini.
" Maafkan Mas Fee, mas tidak akan menyakitimu, Mas sayang dan cinta sama kamu Fee."
Om Arul dari dulu tak mau menerima sebutan Om dariku, namun aku tak mau memanggilnya Mas karena nanti dia akan menganggap hubunganku dengan dirinya menajadi hubungan lain.
" Om aku harap Om bisa menjadi Abangku saja aku tak bisa membalas cinta Om , itu tak mungkin. Om tau kan aku beberapa kali sudah punya kekasih dan aku tertarik dengan Pria diluaran sana bukan Om." Jelasku dengan menangis tersedu
" Itu menyakitkanku Fee. Kau tau hati Mas sangat sakit Fee."
" Maafkan Fee Om. Masih banyak wanita yang baik diluaran sana yang pantas berdanding denganmu nanti Om."
Om Arul tak menjawab, ia lalu membuka lemarinya, diambilnya sebuah kotak berisi kalimg Liontin berinisial S, Om Arul lalu memberikan itu kepadaku.
" Pakai fee, kenang-kenangan dari Om." Ucap Arul dengan memberikan Kalung liontin itu kepada Shafeeya
" Terima kasi Om." Ucap Fee dengan menerima pemberian Om Arul
" Keluarlah." Perintah Om Arul
Tanpa menjawab, Shafeeya segera melangkahkan kakinya keluar.
Ada Hati yang sedikit iba saat ini.
.....
Tepat pukul tujuh Pagi, semua keluarga berkumpul untuk makan pagi bersama, suasana agak canggung saat itu, terutama Nek Ratih. Tak sepatah katapun ia ucapkan dari bibirnya, biasanya beliau sangat cerewet.
Tante Vio bersikap seperti biasanya, sesekali dia membalas chat yang ada di aplikasi hijau nya.
Om Arul dia sedikit murung, makanpun tak lahap seperti biasanya.
Aku mencoba untuk bersikap seperti biasanya. Ada rasa sedih meninggalkan keluarga ini ada juga rasa senang di hati karena akan segera pergi dari Orang-orang bermuka dua disini.
**
Waktu cepat berlalu tak terasa sudah siang saja, aku yang sedari tadi harap-harap cemas menunggu si Pria yang akan melunasi hutangku belum juga nampak batang hidungnya, sejenak aku melihat senyum smirk dari Om Arul yang memandangiku sedari tadi.
" Hufft " aku menghela nafas panjang
" Kenapa seh Om Arul tak bekerja saja tadi sampai rela ijin tidak masuk seperti ini, kalau sampai si Pria itu gak kesini mampus aku bisa terus masuk dalam kandamg macan." Monologku dalam hati
Brumm Sreeet...
Terdengar suara Mobil yang berhenti di depan Rumah. Seketika wajahku sumringah segera aku rapikan penampilanku lalu aku beranjak untuk keluar, namun saat berada di pintu keluar tiba-tiba tanganku ditarik sama Om Arul.
" Mau kemana kamu hem..?" ucapnya dengan menatap wajahku
Aku seketika menundukkan wajahku, aku pun terdiam tak berani melangkahkan kakiku lagi, Nek Ratih menatapku dengan wajah sinis.
" Biar Ibu yang melihat, kamu disini saja dulu sambil siapkan minuman siapa tau itu Pria yang disuruh sama kakak aku untuk menebus surat sertifikat Rumah Ibu."
" Baik Bu."
Aku pun segera menatap wajah Om Arul memberi kode untuk melepas tanganku
" Om, tolong lepasin tanganku, aku mau buatkan minum dulu. "
Lalu ia melepaskan genggaman tanganku
" Om bantuin."
" Jangan Om, Om disini sama Ibu." Aku menolak bantuannya
Om Arul tak memperdulikan ucapanku ia lalu melenggang ke arah dapur, seketika aku mendengus kesal. Aku risih bila harus berdua sama dia, selama aku pacaran dia memang tak pernah mendekati aku, namun saat aku udah Putus sama Viko dia selalu mendekati diriku.
Sejenak aku mengintip dari balik jrndela ruang tamu aku lihat ada dua orang Pria yang sedang berbicara dengan Nek Ratih di depan.
" Kau mau terus mengintip atau mau buat minuman di dalam?"
Suara itu sontak mrngagetkanku, Om Arul yang sudah melipat kedua tangannya di dada kini melihatku dengan mata elangnya.
Aku pun langsung bergegas menuju dapur dan membuatkan Teh untuk para tamu, biar cepat aku bikin satu teko sedang agar lebih memudahkan aku menuangkan ke cangkir minuman nantinya.
Bluk..
Tiba-tiba saja tangan Om Arul sudah melingkar di pinggangku, ia memelukku dari arah belakang, ini sudah berkali-kali ia lakukan saat kami berdua seperti ini, sesak rasanya diperlakukan seperti ini, namun aku tak bisa berbuat apa-apa.
Dia terus mengendusku dari belakang, nafasnya terdengar di telingaku membuat sekujur tubuhku terasa geli. Jujur saja Om Arul itu tampan, badannya juga bagus kekar dan berotot, tinggi sekitar 185cm tinggiku hanya sedadanya saja. Sebetulnya banyaj wanita yang tergila-gila kepadanya, namun dia agak sedikit gila dan gak waras dengan terus terangnya dia mengatakan cinta padaku.
" Om, lepas dong Om, nanti Ibu melihat aku bisa kena marah."
Rajukku saat itu
" Hmm boleh, tapi aku cium kamu ya." Ucapnya menggodaku
" Ihs..Om kenapa seh Mesum sama ponakan sendiri, di sana kan banyak cewek-cewek cantik Om." Terangku dengan mengaduk teh yang baru selesai ku buat
" Om tak pernah mesumin kamu Fee, Om sayang sama kamu." Jawabnya dengan membelai lembut rambutku dari belakang.
" kalau gak mesumin aku ini apa artinya." Aku mendengus kesal
Tak lama kemudian terdengar suara riuh di ruang tamu, Nek Ratih terlihat sumringah saat itu.
" Fee, cepat kemari, Nak Alan utusan Nenek mu mau bertemu. Jangan lupa bawahkan minuman dan cemilannya ya."
Teriak Nek Ratih dari ruang tamu
" Iya Bu, Fee akan segera datang."
Ucapku dengan melepas tangan Om Arul yang melingkar di perutku.
" Om , aku keluar dulu ya, Ibu sudah memanggilku." Ucapku dengan menata gelas diatas nampan
" Aku bantu bawah toples cemilannya."
" Iya Om terima kasih." Ucapku dengan cepat mengangkat nampan berisikan gelas
Cup..
Tiba-tiba Om ku yang gila itu mencium pipiku dengan cepat, ia tau saat ini aku tak bisa menghindar karena aku sudah membawah nampan,
" sebagai ganti karena melepas pelukan Mas."
Ucap Om Arul dengan segera melangkah kan kakinya keluar dapur terlebih dahulu.
Aku menghentakkan kaki ku saat itu, pipiku ternoda oleh Om ku sendiri.
Aku segera berjalan keluar mengikuti langkahnya. Namun saat aku keluar aku melihat Seorang Pria yang sangat tampan di depanku, dengan mengenakan kemeja warna navy dan lengannya di tekuk sampai lutut.
Deg..
Tiba-tiba hatiku berdesir saat itu
" Apakah aku jatuh cinta pada pandangan pertama?"
Bersambung...