Chereads / Nanairo no Tenmondai / 七色 の 天文台 [Re-Published] / Chapter 35 - Chapter 1: Tiba di Retina Park

Chapter 35 - Chapter 1: Tiba di Retina Park

Minggu, 31 Desember 2073; di ruangan rapat. Suasana tampak menegangkan saat rapat berlangsung. Ruangan rapat para pimpinan yang biasanya penuh kegembiraan, kini terasa seperti tempat penyiksaan, terlebih setelah mendengar laporan penutup tahun dari sang ketua perusahaan, Ayana.

"Seperti yang kita lihat di sini, jumlah pengunjung pada tahun ini menurun drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Jumlah pengunjung pada hari biasa adalah sekitar 2500 orang dan pada akhir pekan hanya sekitar 6000 orang. Jumlah ini hanya seperempat dibandingkan dengan lima tahun lalu saat Eleana masih menjadi pimpinan," ujar Ayana. Ia menunjuk data yang ada di papan tulis. Kemudian, Ia kembali ke tempat duduknya.

"Kalau saya boleh berpendapat, penurunan jumlah pengunjung ini mungkin disebabkan karena minimnya fasilitas yang kita punya untuk memanjakan para pengunjung. Semua wahana di sini sangat jarang diberikan perawatan. Selain itu, kita juga tidak bisa hanya mengandalkan harga tiket masuk yang murah itu. Jumlahnya tidak akan menutup modal yang kita keluarkan," balas salah satu staf.

"Aku mengerti keadaannya, Gracella. Tetapi bisa kita lihat juga, keuangan kita saat ini sedang sangat sedikit. Jika kita memaksakan untuk melakukan peremajaan fasilitas di sini, maka kita akan tamat," ucap Ayana.

"Bagaimana jika kita hentikan perawatan gratis di tempat ini? Itu cukup untuk menutupi kerugian, paling tidak sampai bantuan datang. Kita sudah tidak bisa apa-apa sekarang," tanya Gracella.

"Apa kamu lupa dengan tujuan Eleana mendirikan tempat ini? Lagipula, tidak ada jaminan bahwa bantuan akan datang dalam waktu dekat. Kita sudah mencoba untuk meminta bantuan dengan berbagai cara, tetapi tidak ada jawaban sana sekali," jawab Ayana. Ia bersikeras untuk tidak menutup layanan pengobatan gratis di tempat itu.

Ayana terlihat stres. Ia kemudian menutup sesi rapat,"Itu saja untuk hari ini, kalian boleh kembali ke asrama masing-masing."

Setelah semuanya keluar dari ruangan rapat, Ayana mengunci ruangan rapat-rapat, mematikan lampu, lalu menyalakan laptop miliknya dan melakukan video call dengan seseorang.

"Halo. Maaf mengganggu malam-malam begini," ucap Ayana.

"Tenang saja. Aku juga masih bersantai di tempat ini. Wajahmu terlihat seperti orang bermasalah, ada apa sebenarnya?"

"Di mana kamu sekarang? Keadaan tempat ini semakin kacau sejak kamu meninggalkan tempat ini," ujar Ayana.

" ... " Ia tak berkata apapun untuk membalas perkataan Ayana.

"Kumohon. Kembalilah ke sini," ujar Ayana.

"Akan kupikirkan. Tetapi untuk sekarang, maaf. Aku belum bisa melakukannya," balasnya. Ia kemudian mematikan panggilan yang sedang berlangsung.

"Sekarang, apa yang harus kulakukan?" ucap Ayana perlahan untuk menuangkan keluh kesahnya.

"Ya sudahlah. Kucoba iklan di internet saja deh. Siapa tahu ada yang tertarik untuk membantu, pikir Ayana. Ia kemudian membuka sebuah situs periklanan melalui laptopnya.

Di saat yang bersamaan ...

"Arina, Aku pulang duluan ya, soalnya pekerjaanku sudah selesai,"

"Tunggu, lihat ini. Jordan, Retina Park sedang mencari manager baru," ujar Arina.

"Retina Park? Tempat hiburan itu? Setahuku tempat itu sudah tutup," ujar Jordan.

"Belum. Namun, di sini tertulis mereka sangat kekurangan dana dan butuh seseorang yang dapat memimpin Retina Park dengan baik," balas Arina.

"Yah walaupun begitu, ini cukup meragukan. Retina Park tidak pernah membuka lowongan pekerjaan di luar tenaga kerja internal dari akademi yang berada di dekat taman itu," ucap Jordan.

"Kurasa tidak. Sejak salah satu pimpinan mereka yang bernama Eleana keluar, taman tersebut mengalami kemunduran. Hanya sedikit tenaga kerja yang bersedia melamar pekerjaan di sana," balas Arina.

"Kau ini memang tahu saja kalau soal info tempat hiburan," balas Jordan.

"Pastinya," balas Arina.

"Yah bagaimanapun juga, aku tidak mau lah," ucap Jordan.

"Ya sudah deh," balas Arina. Ia lalu menghela napas seperti bocah yang baru saja ditolak keinginannya.

"Tunggu. Aku mau bekerja di sana deh," ucap Jordan secara tiba-tiba. Arina terlihat bingung saat mendengar pernyataan Jordan.

"Loh, tadi kan katanya tidak mau," ucap Arina.

"Kalau dipikir-pikir, aku agak kasihan juga dengan nasib pegawai di sana. Lagipula, selama ini kita bekerja kan demi satu tujuan, yakni menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan. Kita harus memberi harapan kepada orang lain. Kalau tidak, apa gunanya kita capek-capek mengambil jurusan aktuaria. Pokoknya, aku akan mengundurkan diri dari perusahaan ini besok," balas Jordan.

"Kamu yakin? Kalau begitu aku ikut," ujar Arina.

"Kamu yakin? Posisimu di perusahaan ini jauh lebih tinggi dariku loh. Kamu akan kehilangan gaji yang cukup besar, apa tidak masalah?" tanya Jordan. Ia ingin memastikan bahwa pilihan Arina adalah yang terbaik.

Ya, aku yakin dengan pilihanku," ujar Arina dengan penuh kesungguhan.

"Hmm ... Ya sudah, aku tak tahu sih apa maumu. Tetapi kalau memang benar kamu mau ikut, kita barengan saja menyerahkan surat pengunduran diri nya besok," ajak Jordan.

"Tentu," balas Arina.

"Kalau begitu, aku pulang dulu ya. Sampai jumpa besok," ucap Jordan.

"Ya. Hati-hati di jalan," balas Arina.

Keesokan harinya, Jordan dan Arina bersama-sama menyerahkan surat pengunduran diri kepada pimpinan tempat mereka bekerja. Walaupun sangat disayangkan karena Arina mengundurkan diri dari jabatannya, tetapi sang pimpinan menyetujui pengunduran diri keduanya. Pada sore harinya ...

"Aku sudah memesan tiket kereta ke Retina Park," ujar Jordan.

"Benarkah? Berapa harga tiketnya? Apakah perlu diganti?" tanya Arina.

"Tidak perlu, harganya tidak terlalu mahal kok," jawab Jordan.

"Jam berapa kita berangkat?" tanya Arina.

"Jam sepuluh malam. Kita akan sampai di sana sekitar jam sembilan pagi," jawab Jordan.

"Baiklah, aku mau berkemas dulu di rumah. Sampai jumpa jam sepuluh nanti," ujar Arina yang kemudian berjalan ke arah rumahnya.

Pada malam harinya, mereka bertemu di stasiun dengan membawa bawaan masing-masing. Setelah kereta sampai, mereka langsung masuk dan mencari tempat duduk yang telah dipesan. Kereta pun berangkat sekitar 30 menit kemudian. Selama perjalanan, suasana di dalam kereta sangat sunyi sehingga keindahan malam dapat dinikmati. Sejak awal keberangkatan, Jordan terus memerhatikan jendela kereta. Beberapa saat kemudian, kereta memasuki jalur bawah tanah. Jordan berhenti menatapi jendela.

"Hei Arina, kau masih bangun?" tanya Jordan.

" ... " Arina tak menjawab sepatah kata pun. Ia tampak seperti orang kelelahan.

"Yah, dia sudah tidur. Aku juga ikut tidur deh," pikir Jordan.

Saat akan tidur, tiba-tiba sebuah pesan masuk ke ponsel Jordan. Saat dilihat, pengirimnya adalah Ayana. Sebelumnya, Jordan telah lebih dulu mengabari detail pekerjaan yang akan dilamar oleh Arina dan dirinya. Keduanya akan bekerja sebagai konsultan dan aktuaris di Retina Park. Ayana mengatakan bahwa ia bisa mulai bekerja ketika sampai di Retina Park, dimulai dari peninjauan tempat tersebut, sesuai rencana Jordan.

"Oke, semuanya sudah berjalan sesuai rencana. Kuharap tempat tersebut masih layak untuk beroperasi," pikir Jordan.

Keesokan harinya, Jordan bangun dan melihat situasi di sekitarnya. Kereta tampak sepi dan tidak ada orang lain selain dirinya.

"Ke mana semua orang?" pikir Jordan.

Ia kemudian melihat jam tangan miliknya. Waktu menunjukkan pukul delapan pagi.

"Seharusnya sebentar lagi sampai. Kira-kira, di mana Arina saat ini ya?" pikir Jordan lagi.

Ketika akan mencari Arina, Jordan kembali berpikir,"Tapi tunggu, kok seluruh badanku terasa nyeri ya. Apa aku salah posisi tidur kemarin?"

Jordan mengurungkan niatnya untuk mencari Arina dan berbaring lagi di tempat tidurnya. Tak lama setelahnya, Arina datang dengan membawa dua porsi makanan dan minuman.

"Akhirnya bangun juga. Aku khawatir kalau terjadi sesuatu padamu. Semalam kamu terjatuh dari ranjangmu," ucap Arina. Wajahnya menunjukkan bahwa sesuatu yang tak baik telah terjadi.

"Ada apa? Memangnya ada sesuatu?" tanya Jordan.

"Loh kamu tidak tahu? Semalam kereta ini menabrak mobil mogok dan sempat berhenti. Kamu ini kalau tidur memang pulas sekali ya," jawab Arina.

"Itu untukku?" tanya Jordan sambil menunjuk makanan yang dibawa oleh Arina.

"Ya," balas Arina.

Saat akan mengambil makanannya, Jordan merasakan nyeri di tangannya. Arina sadar tentang hal itu dan berkata,"Tanganmu sakit? Sini, biar aku suapi saja. Jangan memaksakan diri"

"Terima kasih," balas Jordan.

Arina kemudian melihat sebentar ke arah jendela lalu berkata," Lihat! Kita sudah hampir sampai."

Perlahan, kereta memasuki area Retina Park. Tempat itu adalah satu-satunya kawasan hijau yang terdapat di kota ini, bahkan di negara ini juga. Pemandangan yang awalnya penuh dengan gedung-gedung pencakar langit dan kawasan industri tergantikan dengan hijaunya pohon-pohon yang tertanam di sepanjang Retina Park.

"Indah sekali ya tempat ini. Jauh berbeda dibandingkan dengan pemandangan kota," ucap Ayana.

"Apa kamu pernah ke sini?" tanya Jordan.

"Tidak pernah. Aku hanya sering melihatnya di televisi," jawab Arina.

"Sayang sekali, padahal tempat ini dulu sangat ramai dan indah," balas Jordan.

"Kamu pernah ke sini? Sepertinya kamu sangat familiar dengan lingkungan Retina Park," tanya Arina.

"Kurasa pernah, tetapi aku tidak tahu kapan. Sepertinya orangtuaku pernah mengajakku saat kecil, atau mungkin aku ke sana saat karyawisata. Aku juga lupa," jawab Jordan.

Arina menghela napas lega dan berkata,"Bagus deh, pekerjaan kita akan jauh lebih mudah."

Setelahnya, terdengar suara pengumuman,"Sesaat lagi kereta akan mendekati stasiun transit Retina Park. Bagi yang ingin melanjutkan tujuan ke stasiun akhir Tanah Merah, silakan menunggu di peron lima."

"Ayo kita bersiap untuk turun. Kita sudah mau sampai di tujuan," ajak Jordan.

"Tunggu. Tanah Merah? Tempat apa itu?" tanya Arina.

"Aku juga kurang tahu. Mungkin itu tempat baru," jawab Jordan.

"Hmmm lupakan saja deh, nanti juga bisa tanya ke orang sekitar," balas Arina.

"Benar. Ayo kita jalan, kereta nya sudah sampai nih," ajak Jordan.

Mereka berdua turun dari kereta di Stasiun Retina Park. Mereka lalu mencari seseorang yang sudah sebelumnya Ayana percayakan untuk mengantar mereka ke bangunan utama Retina Park.

"Permisi pak, apakah bapak ini Pak Tarjo?" tanya Arina.

"Oh ya, pasti ini Arina dan Jordan ya? Mari ikut saya," jawab Tarjo.

Arina, Jordan, dan Tarjo pun bersama-sama berjalan keluar dari stasiun dan menuju ke bangunan utama.

"Di sini memang biasanya sepi ya pak?" tanya Jordan.

"Wah kalau soal itu sih, sudah lima tahun pengunjungnya menurun," jawab Tarjo.

"Kok bisa?" tanya Arina.

"Fasilitasnya kurang mendukung. Banyak wahana-wahana di sini juga yang kurang terawat," jawab Tarjo lagi.

"Tadi saat kami ke sini, di kereta ada pemberitahuan tentang kereta menuju Stasiun Tanah Merah. Tempat apa itu?" tanya Jordan.

"Oh kalau itu tempat untuk tinggal para pegawai. Ada semacam komunitas di sana, mirip-mirip seperti sebuah kota, walau tidak semewah perkotaan di luar Retina Park," jawab Tarjo.

"Oh seperti itu, terima kasih ya pak," ujar Jordan.

"Kita sudah sampai. Dari sini hanya tinggal jalan lurus ke pintu yang itu," ujar Tarjo sambil menunjuk sebuah gerbang masuk berukuran besar.

"Kalau begitu saya pamit dulu ya, masih ada kerja soalnya," ujar Tarjo lagi.

"Sekali lagi terima kasih ya pak," balas Arina.

Tarjo kemudian pergi dari situ dan melanjutkan pekerjaannya.

"Ayo kita jalan," ajak Jordan.

Jordan dan Arina lalu masuk ke dalam bangunan utama. Di dalamnya, terdapat lorong yang sangat panjang dan desainnya mirip seperti desain tempat di era kuno. Seluruh bagian di cat dengan warna cokelat, menambah kesan indah dan elegan di seluruh penjuru bangunan.

"Tempatnya besar sekali ya, tampak seperti di film-film," ucap Arina dengan mata berbinar-binar.

"Sepertinya dulu tidak seperti ini. Mungkin mereka sudah mengecat ulang seluruh penjuru gedung," balas Jordan.

"Mungkin," balas Arina.

"Kalau kita menikah di sini cocok kali ya," ucap Jordan.

Mendengar perkataan Jordan yang mendadak, Arina sedikit kaget dan berkata,"Apaan sih, kok tiba-tiba bilang seperti itu. Tunangan saja belum."

"Artinya kamu mau jika aku ajak tunangan sekarang?" tanya Jordan.

"Tidak lah," balas Arina.

"Hahaha, padahal kukura kamu akan berkata ya. Sangat disayangkan," ucap Jordan.

"Sebenarnya aku mau bilang ya, hanya jika kamu serius dan tidak bercanda seperti sekarang ini," pikir Arina.

Arina terdiam sebentar. Jordan kemudian memanggilnya,"Hei Arina, kok malah melamun. Lihat, itu Ayana sudah menunggu di depan ruangan."

"Ah, iya. Maaf," balas Arina.

"Selamat datang di Retina Park, Jordan dan Arina," ucap Ayana untuk menyapa Jordan dan Arina.

"Heh, siapa anak cebol ini," ujar Arina sambil memegang-megang kepala Ayana.

"Arina, jangan seperti itu! Dia ini salah satu pemilik taman ini tahu," bisik Jordan pada Arina.

"Hahahahaha, santai saja. Aku juga sudah biasa seperti ini," balas Ayana sembari sedikit tertawa.

"Aku Arina, ini Jordan," ucap Arina sambil memperkenalkan Jordan.

"Senang bertemu dengan kalian. Jadi, apakah benar kalian akan mulai bekerja sekarang?" tanya Ayana.

"Tentu. Lebih cepat kan lebih baik," balas Jordan.

"Kalau begitu, kuserahkan pada kalian berdua ya. Semua barang bawaan kalian taruh saja di sini, nanti akan ada yang membawakan ke tempat tinggal kalian. Nanti malam aku akan antarkan kalian pulang. Dan satu lagi, tolong jangan masuk ke ruangan di sebelah kantor manajemen," ujar Ayana.

"Kenapa?" tanya Jordan penasaran.

"Entahlah. Pintu itu sudah ditutup bahkan sejak Eleana masih menjabat sebagai pimpinan utama taman ini," jawab Ayana.

"Baiklah. Serahkan saja pada kami," ucap Arina.

"Terima kasih," balas Ayana yang kemudian pergi entah ke mana.

Ketika Ayana sudah tak terlihat lagi, Arina berkata kepada Jordan,"Dia imut ya, wajahnya masih seperti anak SMP."

"Aku setuju. Hanya saja ... Aku merasa ada sesuatu yang tak biasa dari dalam dirinya," balas Jordan.

"Hah? Apa yang kau bicarakan?" tanya Arina.

"Lupakanlah. Mungkin aku salah menilainya," jawab Jordan.

"Aneh sekali kamu hari ini," ujar Arina.

"Di samping itu, bukankah lebih baik kita mulai bekerja sekarang?" tanya Jordan untuk mengalihkan pembicaraan.

"Tentu. Mulai dari pengecekan fasilitas ya ..." balas Arina.

Walaupun mengiyakan saja apa yang dikatakan oleh Jordan, namun pada saat itu Arina masih kepikiran dengan apa yang dimakdud oleh Jordan mengenai hal "tak biasa" pada Ayana.