"Apa yang akan kamu lakukan? Kamu tidak merencanakan yang aneh-aneh, kan?" tanya Rei.
Pertanyaan Rei tidak dijawab oleh Lilia. Ia hanya diam dan menaruh senjata api tersebut di meja dan mengambil semua peluru yang ada di dalamnya. Ia juga mengambil kunci yang tersangkut di senjata api tersebut. Ia lalu membungkusnya dengan plastik bening dan memberikannya pada Rei.
"Pergi ke gudang di lantai paling atas dan buka lemari ketiga dari kanan," ujar Lilia.
"Bukankah itu lemari yang waktu itu tertutup?" tanya Rei.
"Cepat lakukan atau kau akan kehabisan waktu. Bawa isi lemari tersebut ke ruang guru. Aku akan menyusul," balas Lilia.
Tanpa banyak komentar lagi, Rei berlari menuju ke gudang sekolah. Ia langsung membuka lemari tersebut dengan kunci yang ia dapat dari Lilia. Untuk kedua kalinya ia terkejut saat melihat isi dalam lemari tersebut. Ia menemukan semua barang Maya yang hilang, puluhan foto Maya, dan nota pembelian senjata api. Setelah ia perhatikan lagi, pembeli senjata api tersebut adalah Arvan. Ia juga menemukan beberapa foto dirinya bersama Maya, namun bagian wajah Rei tampak dicoret dengan menggunakan spidol.
"Apa-apaan semua ini?" pikir Rei.
"Aku harus segera membawanya ke tempat aman," pikir Rei lagi.
Sebelum sempat membawanya, Rei lagi-lagi mendengar suara langkah kaki. Namun kali ini, suara langkah kaki tersebut agak sedikit keras. Tanpa pikir panjang, Rei memotret seluruh barang tersebut dan berusaha mengambil sebanyak banyaknya barang yang ada di lemari tersebut. Saat pintu perlahan dibuka, Rei panik dan langsung meloncat ke luar jendela. Ia hampir jatuh ke lantai dasar, namun berhasil selamat karena berhasil mendarat di balkon satu lantai dibawahnya. Sementara itu di gudang ...
"Tadi sepertinya aku mendengar sesuatu, apa hanya perasaanku ya?" pikir Camellia yang baru saja membuka pintu gudang.
Di sisi lain, Rei berlari menuju ke ruang guru dengan membawa sedikit barang dari gudang sekolah.
"Kalau jalan hati-hati dong!" ucap Laura yang tak sengaja Rei tabrak di lorong.
"Maaf. Buru-buru nih," balas Rei.
"Ada apa sih?" pikir Laura.
Rei langsung membuka pintu ruang guru begitu ia sampai. Di sana, ia melihat Maya, Elvie, Kirania, Lilia, Arvan, dan Frank sedang berkumpul. Tepat saat Rei membuka pintu, semua yang sedang berkumpul langsung melihat ke arahnya.
"Ini dia orangnya," ucap Lilia.
"Rei, benarkah kamu punya bukti yang ingin ditunjukkan?" tanya Elvie.
Rei menaruh semua barang bukti yang ia ambil di sebuah meja. Barang-barang tersebut meliputi peluru, nota pembelian senjata, dan beberapa foto Maya. Maya pun menunjukkan ekspresi geli dan jijik.
"Apa-apaan ini! Kok bisa ada banyak fotoku sih?" ujar Maya dengan nada sedikit membentak.
Lilia lalu menaruh senapan yang Rei temukan dan berkata,"Ini senapan yang seharusnya dimiliki Arvan. Kalau dilihat dari modelnya, seharusnya dia membeli ini dari toko senapan keluargamu kan, Frank?"
"Ya. Memang benar ia membeli senapan di tempatku. Aku melayaninya karena ia sudah punya surat izin menggunakan senapan," balas Frank.
"Jadi, apakah kamu mempunyai penjelasan soal ini?" tanya Lilia pada Arvan.
"Bukankah itu hak pribadiku untuk menyimpan barang milikku?" tanya Arvan.
"Hooo masih mau beralasan rupanya. Kalai begitu, biar aku tunjukkan sesuatu padamu," ujar Lilia sambil mengeluarkan beberapa foto yang telah dicetak.
Foto yang dikeluarkan Lilia adalah Foto saat malam hari ketika ditemukan bekas bakaran di depan lab. Terlihat pada foto tersebut Arvan sedang memegang korek api dan bensin. Ada juga foto ketika Arvan sedang membuang cairan kimia ke kebun klub biologi.
"Masih mau mengelak lagi?" tanya Lilia dengan wajah sarkas.
Arvan tidak membalas perkataan Lilia. Secara spontan Maya berkata,"Aku tidak percaya ini. Kukira kau orang yang baik. Mulai sekarang, jangan bicara denganku lagi!" lalu keluar dari ruang guru yang kemudian disusul oleh Kirania dan Elvie.
"Kamu juga silahkan pergi. Aku sudah tidak ada urusan denganmu," ucap Lilia pada Arvan.
"Awas saja kamu. Aku pasti akan membalasnya!" ancam Arvan yang kemudian juga pergi.
"Jadi alasanmu untuk tetap berada di lab sesekali izin mau ke taman saat malam itu sebenarnya ... " ucap Rei yang kemudian dibalas Lilia,"Ya. Aku curiga pada Arvan. Aku tahu dia suka pada Maya. Namun, aneh jika orang seperti dia tidak mendekati Maya sama sekali. Maaf aku menyembunyikannya darimu."
"Ada-ada saja ya," ucap Rei.
"Sudahlah. Pokoknya urusan ini kuanggap selesai. Aku akan melaporkannya pada Bu Elvina agar Arvan menerima konsekuensinya," balas Lilia.
"Wah terima kasih ya. Kalau begitu aku duluan ya," ujar Rei sambil berjalan ke luar.
Keesokan harinya ...
"Akhirnya hari ini tiba. Keinginanku sudah bulat. Aku harus menyatakan perasaanku pada Maya. Aku tidak mau lagi berpura-pura melupakannya dan menyakiti hati orang lain," pikir Rei.
Rei lalu pergi menuju dapur untuk menyantap sarapan. Di sana, ibunya sudah menunggunya.
"Ayo Rei, dimakan makanannya. Nanti keburu dingin loh," ujar Ibu.
"Ya ma," balas Rei.
Tak lama waktu berlalu, pintu depan rumah diketuk oleh seseorang. Rei lalu membukanya. Terlihat Maya yang sedang membawa sesuatu.
"Halo Rei. Ini aku membawa kue untukmu dan ibumu. Kemarin aku membuatnya terlalu banyak," ucap Maya.
"Wah terima kasih banyak. Oh ya, masuk dulu yuk. Kita sarapan bareng," ajak Rei.
"Boleh nih?" tanya Maya.
"Tentu saja," jawab Rei.
Maya kemudian masuk ke rumah Rei dan mereka pun menyantap sarapan bersama. Setelah sarapan, Maya memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama Rei ketimbang mengikuti festival sekolah. Beberapa jam berlalu. Maya dan Rei mengobrol, bermain, dan menonton TV di ruang tamu. Selama itu pula, Rei mencoba mencari momen yang pas untuk menyatakan cintanya pada Maya, namun selalu gagal karena suasananya kurang mendukung. Hari mulai sore. Jam menunjukkan pukul lima.
"Kita ke sekolah yuk. Pestanya dimulai jam tujuh malam kan?" ajak Maya.
"Boleh. Aku mandi dulu ya," balas Rei.
"Sama," ucap Maya.
Selepas mereka berdua bersiap-siap, mereka berdua langsung pergi ke sekolah. Di sekolah, ada banyak murid yang sudah berkumpul untuk mengikuti pesta ulang tahun sekolah dan ada juga yang sedang membereskan booth-booth festival yang berlangsung sejak pagi tadi. Maya dan Rei membantu beberapa temannya untuk membereskan lapangan. Saat jam menunjukkan pukul enam, Maya menyampaikan kepada Rei bahwa ia ingin bersiap-siap untuk pesta di ruang lab. Rei pun mempersilakannya.
Beberapa waktu kemudian, semua persiapan pesta ulang tahun sudah siap dan Rei akhirnya bisa beristirahat sebentar dan berganti pakaian.
Oke sekarang urusanku sudah selesai. Harus ke mana aku sekarang?" pikir Rei.
"Aku ke lab saja deh," pikir Rei lagi.
Rei kemudian berjalan ke ruang laboratorium.
"Belum selesai siap-siap nya?" tanya Rei sambil membuka pintu laboratorium.
"Sebentar lagi, hanya tinggal memakai sepatunya. Gaun ini agak susah dipakai," jawab Maya.
"Wah kamu cantik sekali hari ini," puji Rei.
"Terima kasih, kamu bisa saja," balas Maya.
"Tak terasa ya, sudah hampir tiga tahun kita masuk di sekolah ini," ucap Rei.
"Ya begitulah, waktu berjalan sangat cepat saat kau menikmatinya, namun akan sangat lambat jika kau terlibat masalah yang kau tak sukai," balas Maya.
"Di samping itu, ada apa memanggilku ke sini?" tanya Rei.
"Begini. Ada yang ingin kubicarakan," jawab Maya.
"Ada apa?" tanya Rei lagi.
"Sebenarnya..."
Tiba-tiba pintu terbuka lalu Elvie dan Kirania masuk ke lab.
"Pestanya sudah dimulai lho, kalian berdua tidak ke sana?" tanya Elvie.
"Ini baru mau kesana," jawab Maya.
Rei kemudian menepuk pundak Maya lalu bertanya,"Tadi kamu mau bilang apa?"
"Tidak jadi deh. Tiba-tiba aku lupa mau bilang apa," jawab Maya.
Maya, Rei, Elvie, dan Kirania kemudian menuju ke ruang aula tempat pesta ulang tahun sekolah diadakan. Di sana, sudah banyak murid yang berlalu-lalang.
"Wah kemana saja kalian? Dari tadi kok menghilang begitu saja," tanya Mel.
"Aku tadi ke lab sebentar, mau ganti pakaian," jawab Maya.
"Kalau kamu?" tanya Mel kepada Rei.
"Entah," jawab Rei.
"Lah?" ucap Mel kebingungan.
"Jangan-jangan, kamu mau mengintip ya?" ucap Mel lagi.
"Tentu tidak lah. Buat apa aku mengintipnya," balas Rei.
"Ya sudah deh. Nikmati pestanya ya," ucap Mel.
Mel lalu pergi meninggalkan Rei dan yang lainnya dan mengobrol dengan orang lain. Sementara itu, Maya mengajak Rei untuk makan.
"Rei, ke tempat makanan yuk. Kudengar kue yang disediakan hari ini enak loh," ajak Maya.
Rei pun menjawab,"Boleh. Aku juga sudah mulai lapar nih."
Mereka berdua lalu menghampiri stan makanan yang berada di pintu masuk.
"Mau makan apa?" tanya Laura yang sedang menjaga stan sambil memainkan ponsel miliknya.
"Aku mau dua kue yang ini deh," ujar Maya sambil menunjuk sebuah kue keju.
"Wah kirain siapa,ternyata kalian berdua. Kuberi lebih nih kuenya, anggap saja hadiah. Kamu tidak usah bayar," ujar Laura.
"Seriusan nih, terima kasih ya," balas Maya.
"Kalau aku mau buburnya satu," ucap Rei.
"Sebentar ya, kuambil dulu," balas Laura yang kemudian mengambil semangkuk bubur dari sebuah panci.
Laura kemudian memberikannya pada Rei secara gratis. Maya dan Rei lalu mencari tempat untuk makan, namun mereka tidak menemukan satu tempat pun karena area sekitar aula sudah penuh. Mereka pun memutuskan untuk pergi ke rooftop sekolah.
"Kamu yakin ingin pergi ke lantai atas? Murid tidak boleh ke sana loh," ujar Maya.
"Selama kamu tak ketahuan dan tau lokasi kuncinya, aman-aman saja kok," balas Rei sambil mengambil sebuah kunci dari bawah keset.
Setelah membuka pintu rooftop sekolah, mereka pun masuk. Rasa kagum terlihat di mata mereka berdua. Bintang-bintang di langit tampak jelas menghiasi angkasa. Mereka pun memandang area sekolah selama beberapa saat. Tiba-tiba, Maya menepuk pundak Rei.
"Rei, langitnya indah ya," ucap Maya.
"Ya begitulah," balas Rei.
"Oh ya, aku ingin menyampaikan sesuatu padamu," ucap Maya.
Rei kemudian bertanya,"Menyampaikan apa?"
"Sebenarnya dulu saat kau menyatakan perasaanmu, aku tak berniat untuk menolakmu," ucap Maya.
"Aku hanya ragu dan malu saat yang lainnya tiba-tiba datang. Maafkan aku," ucap Maya lagi.
Suasana yang tadinya santai mendadak berubah menjadi serius. Maya menatap mata Rei, begitupun sebaliknya. Namun, tak satupun dari mereka mengeluarkan kata-kata. Akhirnya, suasana menjadi lebih sejuk saat Rei mulai berbicara.
"Perasaanku padamu masih sama kok. Aku masih mencintaimu," ujar Rei.
"Setelah kamu menolakku, aku pikir aku melakukan kesalahan padamu. Karena itu, aku merasa ragu untuk menjalin hubungan dengan orang lain," ujar Rei lagi.
"Maafkan aku," balas Maya.
"Sudahlah, yang telah berlalu biarlah menjadi masa lalu. Sekarang, aku mau menyatakan perasaanku sekali lagi. Aku mencintaimu, maukah kamu berpacaran denganku?" ujar Rei.
Wajah Maya tampak sedikit terkejut sesaat sebelum ia menganggukan kepala yang menandakan bahwa ia mau menerima pernyataan cinta Rei. Tak lama kemudian, mereka pun berpelukan. Mereka merasakan rasa hangat yang berasal dari hati mereka, membuat suasana malam yang dingin menjadi tidak terasa lagi. Tiba-tiba, pintu rooftop terbuka dan seseorang masuk.
"Selamat ya, kalian berdua. Aku ikut senang melihatnya," ucap Elvie yang baru saja masuk bersama Laura.
"Siapa sangka kalian berdua akan berpacaran hari ini. Di samping itu, selamat ya," balas Laura.
"Kalian daritadi menguping ya?!" ujar Maya dengan nada terkejut.
"Pastinya," balas Laura.
"Kalau begitu, aku duluan ya. Aku masih ada urusan," ucap Elvie.
"Aku ikut. Aku masih harus menjaga stan," balas Laura.
Laura dan Elvie lalu meninggalkan rooftop sekolah. Sementara itu, Rei dan Maya tetap berada di sana untuk beberapa saat sebelum akhirnya ikut turun juga.
Keesokan harinya ...
"Ke lab bareng-bareng yuk!" ajak Maya.
"Sekarang?" tanya Rei.
"Tentu saja saat pulang sekolah. Kan sekalian mau kumpul sama yang lain," jawab Maya.
"Nanti kutunggu di depan kelas ya," ucap Rei.
"Baiklah," balas Maya.
Saat bel pulang sekolah berbunyi, keduanya bertemu di depan kelas dan menuju ke lab kimia untuk berkumpul dengan teman-teman yang lain. Saat mereka membuka pintu lab, tak ada siapapun di sana.
"Kok sepi ya?" ucap Rei.
Maya tiba-tiba mendekati Rei dan berkata,"Karena tidak ada siapapun di sini, aku mau memberitahu sesuatu yang penting."
"Ada apa?" tanya Rei.
Saat ditanya Rei, Maya tidak membalasnya, melainkan hanya terdiam saja. Ia terlihat seperti sedang gugup. Setelah beberapa waktu terdiam, akhirnya Maya berbicara.
"Emm...Begini... Dari dulu sebenarnya aku-" ucap Maya dengan wajah yang memerah sebelum akhirnya berhenti berbicara.
Tiba-tiba, Maya mendengar suara orang yang sedang berbicara di dekat mereka. Namun, Maya tidak melihat ada orang lain di sekitarnya.
"Sebentar, sepertinya ada orang lain di sini," ujar Maya.
Maya lalu membuka pintu lemari besar yang ada di dekat jendela. Saat dibuka, Laura dan Elvie ketahuan sedang menguping pembicaraan mereka.
"Kalian sedang apa disini? Mau menguping ya?" tanya Maya.
"Tidak kok, hanya mau memberi kejutan saja," jawab Laura dengan nada bercanda.
Saat mereka bertiga sedang berbicara, teman-teman yang lainnya masuk dari pintu utama.
"Wah sepertinya sudah pada berkumpul nih," ucap Mel.
"Kok pada cepat sekali sih sampainya?" tanya Lilia penasaran.
"Mungkin jam nya salah kali," jawab Mel.
"Apanya yang cepat, ini saja kita sudah terlambat," balas Maya.
"Maya, jadi tadi mau ngomong apa?" tanya Rei.
"Ikut aku sebentar," jawab Maya sambil menarik tangan Rei.
Sesampainya di luar, Maya melihat sekelilingnya untuk memastikan kalau tidak ada orang. Ia kemudian berkata,"Aku ingin menghabiskan waktu berdua denganmu."
"Oh itu, kenapa tidak bilang saja dari awal?" balas Rei.
"Malu tahu," ujar Maya.
"Hahaha, santai saja lah. Kenapa harus malu coba?" ucap Rei membalas perkataan Maya.
"Kita akan menghabiskan banyak waktu bersama mulai sekarang," ucap Rei lagi.
Maya lalu menuntun Rei kembali ke dalam lab sambil berkata,"Aku menantikannya."
"Senyumannya hangat sekali. Aku senang melihat senyumannya," pikir Rei.
Waktu berjalan sangat cepat sejak saat itu. Tak terasa, sudah tujuh tahun Rei dan Maya menjalani hubungan mereka berdua. Memang hubungan mereka tak semulus yang diharapkan. Berbagai konflik telah mereka lalui, mulai dari senang, sedih, merasa dikhianati, sampai depresi sekalipun mereka lalui bersama.
Bagi Rei, Maya adalah seseorang yang sangat memperhatikannya. Ketika Rei merasa sedih karena suatu hal, Maya selalu ada di sisi nya. Saat sedang bahagia, mereka bahagia bersama. Sama seperti Rei, Maya merasa bahwa Rei adalah orang yang sangat peduli padanya. Ketika Maya membuat keputusan yang salah, Rei akan berusaha agar keputusan tersebut tidak merugikan siapapun. Namun pada hari ini, semua itu sepertinya akan sedikit berubah.
Rei menelepon Maya sepulang kerja dan mengajaknya untuk bertemu," Maya, kita ketemuan di restoran dekat rumah yuk."
"Tentu. Aku akan ke sana sekarang," balas Maya.
Sesampainya mereka berdua di restoran, mereka memesan makanan dan duduk di tempat yang agak sepi di pojok ruangan.
"Tak terasa ya, sudah sekian lama kita bersama," ucap Rei.
"Waduh ada apa nih tiba-tiba berkata begini?" tanya Maya yang sedikit kebingungan.
"Tidak ada apa-apa kok. Aku hanya ingin mengekspresikan isi hatiku," jawab Rei.
"Kok aku merasa aneh ya," balas Maya.
"Mulai besok, aku akan keluar dari pekerjaanku sebagai kepala pemasaran," ujar Rei.
"Loh, kenapa? Kamu ada masalah di tempat kerjamu?" tanya Maya.
"Aku juga ingin kita berhenti berpacaran," balas Rei.
"Ini sebenarnya ada apa sih. Jangan bercanda deh," ujar Maya panik.
Rei lalu mengambil sesuatu dari tas miliknya. Sebuah cincin terlihat di dalam kotak kayu yang diambil dari tasnya. Rei lalu berkata,"Aku mau berhenti berpacaran denganmu, karena aku mau menikahimu. Aku juga akan berhenti dari pekerjaanku yang sekarang, karena aku akan dipromosikan menjadi CEO. Maukah kamu menikah denganku dan membangun rumah tangga bersama?"
Maya yang tadinya panik mendadak berubah 180 derajat. Wajahnya memerah saat ia menganggukan kepalanya yang berarti setuju. Tepat enam bulan kemudian, mereka pun menikah. Keduanya tampak bahagia pada hari itu, perjuangan yang mereka lakukan tak sia-sia.