Chereads / Dear J | Jung Jaehyun / Chapter 5 - Big Boss

Chapter 5 - Big Boss

Aku tak pernah menyangka dapat bekerja di perusahaan ternama seperti Jung Corp. Awalnya aku hanya coba-coba untuk melamar pekerjaan di perusahaan itu, nyatanya aku diterima bekerja di sana hingga detik ini.

Namun, ternyata semua tidak pernah berjalan mulus, kerap kali aku berpikir untuk resign dari pekerjaan itu tapi sayangnya mencari pekerjaan baru sangatlah sulit dan adik ku masih membutuhkan sokongan dana dariku, membuatku harus berpikir ulang dan lebih memilih sabar untuk menghadapinya.

"Alleta, kamu di cari pak Bos." ujar rekan kerjaku, Joy. Joy ini memang satu Divisi denganku dan kami terkenal cukup dekat.

"Di mana dia?" tanyaku tanpa melihat ke arah Joy, pasalnya memang aku sedang di kejar deadline harus menyelesaikan pekerjaanku sore ini.

Dan sialnya hingga saat ini aku belum dapat menyelesaikannya karena bos ku yang meminta revisi ke sekian kalinya.

Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore entahlah sudah berapa kali aku melakukan revisi. Rasanya otakku sudah ingin pecah dan panas, aku tak mengerti kesalahan apalagi yang aku perbuat hingga pak bos meminta revisi untuk berulang kali. Jika dilihat laporanku seharusnya sudah se detail dan se apik mungkin.

"Di ruangannya." balas Joy. Aku menatapnya sekilas lalu tersenyum ke arahnya.

"Thanks ya Joy." bukannya membalas ucapan terima kasihku, Joy justru memberiku saran lebih tepatnya dia merasa iba melihatku.

"Istirahat dulu Ale, bahkan kamu belum makan siang." peringatnya.

Aku mengangguk paham tapi sekali lagi aku tak bisa melakukan apapun jika si bos besar sudah meminta ini dan itu. "Bagaimana bisa Joy? kamu tahu sendiri bukan bagaimana perfect nya pak Jaehyun? jika boleh jujur pekerjaanku ini lebih dari sekedar kejar target. Aku tidak tahu bagaimana bisa dia memberikan pekerjaan yang menumpuk kepadaku." keluhku.

Aku tersentak saat telepon di mejaku berdering, Joy menepuk pelan bahuku dan memberikan aku semangat dengan memperlihatkan tangannya yang mengepal ke atas, mengucap kata "fighting!" tanpa suara. Aku hanya tersenyum ke arahnya dan membiarkannya untuk menjauh dari mejaku.

"Alleta, keruangan saya." belum juga aku menyapanya dan membalas perintahnya, pak Jaehyun sudah memutus sambungan teleponnya.

"Dasar Jung Perfectionist Jaehyun." umpatku dalam hati lalu melangkah gontai ke ruangan bos ku.

"Masuk." ucapnya saat mendengar suara pintu ruangannya di ketuk.

"Ada keperluan apa pak memanggil saya?" tanyaku saat aku sudah berada di hadapan mejanya, Pak Jaehyun menatapku datar kemudian menutup map yang baru sempat dia bubuhi tanda tangan sepertinya.

"Kamu masih tanya saya? mengapa kamu saya panggil kemari? ini sudah pukul berapa Alleta? mana pekerjaan yang saya minta? kamu itu bisa bekerja atau tidak? bahkan sudah berapa kali jumlah revisi pekerjaan kamu."

"Pak, bukankah seharusnya itu bukan jobdesk saya? saya juga memiliki pekerjaan lain yang masih terabaikan karena ini. Mengapa bapak tidak meminta yang lain untuk mengerjakannya pak? setidaknya rekan yang sudah terbiasa mengerjakan ini dapat meminimalisir kesalahan."

"Kamu menggurui saya?"

Susah memang jika berbicara dengannya kembali lagi bos tidak akan mau disalahkan itu merupakan pasal 1, jika dirinya salah kembali lagi ke pasal 1 dan bawahan yang akan selalu disalahkan contohnya ya aku ini.

"Bukan maksud saya seperti itu pak, lebih ke arah efisien waktu lagi pula bapak selalu bicara bahwa pekerjaan saya tidak sesuai dengan apa yang bapak harapkan jadi..."

"Keluar kamu dari ruangan saya." tegasnya.

Yasudah, jika aku dipecat aku berusaha untuk ikhlas, semoga saja aku mendapat pekerjaan yang lebih baik lagi, mungkin memang Tuhan sedang merencanakan hal yang lain untukku.

••••

Saat ini aku berada di cafe depan kantor, masa bodoh dengan pak Jaehyun yang sedang mencariku. Kepalaku sungguh sakit dan aku tak bisa menahan rasa laparku lagi. Tidak ada yang menghubungiku karena aku sengaja mematikan ponselku, biarkan aku istirahat sebentar saja.

"Ale?" aku menoleh ke arah seseorang yang sedang memanggilku. Pak Taeyong, beliau adalah kepala Divisi Perencanaan dan Keuangan.

Banyak pegawai yang mengelukan ketampanannya, tidak hanya itu pak Taeyong juga terkenal dengan sikap dinginnya tapi aku merasa tidak demikian karena jika denganku pak Taeyong sangat ramah.

"Oh, iya pak." jawabku ramah.

"Kamu sedang apa di sini?" sedang makan pak lalu untuk apa lagi tujuanku kemari?

Aku tak menjawabnya, hanya tersenyum sekilas. pak Taeyong mendudukan dirinya tepat di kursi yang ada di hadapanku saat ini dan menaruh se cup yang kurasa adalah cofee di mejaku.

"Kamu belum menjawab pertanyaanku, sedang apa kamu di sini?"

"Seperti yang bapak lihat, saya sedang makan siang merangkap makan malam dan semua karena atasan bapak itu."

"Maksud kamu Jaehyun?" tanyanya.

"Ya, siapa lagi sih pak." sewotku, pak Taeyong hanya terkekeh mendengar ucapanku.

"Kamu itu mengapa selalu marah jika membahas Jaehyun? jangan terlalu benci Ale, Tuhan bisa membolak-balikan hati dengan mudah dan juga aku selalu katakan jangan memanggilku dengan sebutan pak jika hanya berdua."

"Tapi mas, kita itu masih di area kantor." balasku tak terima.

Mas Taeyong ini sebenarnya kakak sepupuku, tidak ada yang tahu jika kami bersaudara karena memang mas Taeyong sendiri yang memintaku untuk merahasiakannya. Dirinya takut jika akan ada gosip miring tentangku, bisa saja banyak orang berpikir aku diterima bekerja disini karena bantuannya padahal tidak sama sekali aku diterima bekerja di sini murni karena keberuntungan yang sedang berpihak kepadaku.

Selain itu mas Taeyong juga tidak ingin aku menjadi korban dari para penggemarnya, sungguh percaya diri sekali seorang Lee Taeyong.

Aku mangamati mas Taeyong yang belum beranjak dari kursinya, "Pak, apa bapak tidak mempunyai kesibukan lain? mengapa belum beranjak? Saya tidak perlu ditemani dan sudah terbiasa mandiri."

"Bukan aku yang mau tapi ini perintah dari atasan." ujarnya, aku mengerutkan keningku. Diminta untuk membeli coffee pak Jaehyun kah? seorang kepala Divisi ditugaskan untuk membeli secangkir coffee? yang benar saja.

"Jaehyun memintaku untuk menemanimu."

"Jangan bergurau." mana mungkin seorang pak Jaehyun meminta mas Taeyong untuk menemaniku.

"Aku sedang tidak bergurau, dia menghubungiku dan memintaku untuk menghubunginya jika aku bertemu denganmu." jelasnya. Untuk apa? aku masih tidak mengerti dengan apa yang di lakukan pak Jaehyun.

"Lalu dia memintaku untuk menemanimu setelah aku mengabari bertemu denganmu."

"Jangan membahasnya lagi, sungguh kepalaku ingin pecah rasanya. Aku sudah tidak tahan, aku ingin mengundurkan diri."

"Jangan bergurau." katanya membalikkan ucapanku.

"Aku sedang tidak bercanda mas."

"Pikirkan lagi, Alleta bukankah kamu bekerja untuk biaya kuliah adikmu?"

"Ku rasa tabunganku cukup sampai aku di terima kerja di tempat lain. Mas aku harus kembali ke ruangan." pamitku kepada Mas Taeyong, mas Taeyong hanya terdiam di tempat tidak membalasku yang berpamitan kepadanya.

Berjalan malas ke ruanganku, aku melihat sekitar tidak ada pegawai yang lain karena memang sudah selesai jam operasional kantor.

Mataku melirik ke arah ruangan pak Jaehyun dengan lampu yang masih menyala sepertinya dia masih berada disana.

Kembali melanjutkan langkahku ke mejaku, aku meraih sebuah amplop putih di laci. Amplop yang berisi surat pengunduran diri yang ku buat tadi sore setelah dari ruangan pak Jaehyun, di banding di pecat lebih baik aku saja yang mengundurkan diri.

Aku berjalan ke arah pintu ruangan pak Jaehyun dan hendak mengetuk pintunya namun suara pak Jaehyun menghentikan niatku. "Masuk, Alleta." sejak kapan dia menyadari aku ada di depan pintu ruangannya?

Membuka pintu secara perlahan dan melirik ke arah pak Jaehyun, aku di buat terkejut saat menyadari penampilannya yang cukup berantakan tidak seperti biasanya.

"Ada perlu apa? Pekerjaan kamu..."

"Maaf pak saya ingin memberikan ini." ucapku menyela ucapannya dan mengulurkan sebuah amplop yang aku bawa di atas meja bos ku. Pak Jaehyun menatapku sesaat, kemudian kembali fokus kepada amplop yang sedang dia pegang dan membukanya secara perlahan.

"Baik saya mengijinkan kamu untuk berhenti bekerja di perusahaan ini dan kamu diterima menjadi istri saya secara cuma-cuma tanpa melakukan tes apapun itu, tidak perlu melamar kerja di tempat lain karena saya tidak suka jika istri saya bekerja. Saya hanya ingin istri saya di rumah mengurus saya dan anak-anak saya kelak. Saya tidak meminta kamu untuk memilih karena ini bukan sebuah pilihan."

Aku mengerjapkan mataku berkali-kali mencerna apa yang di ucapkan pak Jaehyun barusan. Hal random apa lagi yang sedang dilakukannya.