Chereads / Dear J | Jung Jaehyun / Chapter 6 - Loyal Customer

Chapter 6 - Loyal Customer

Netraku menangkap sosok laki-laki itu lagi disetiap minggu paginya. Laki-laki bertubuh tinggi tegap dengan dimple yang menghiasi kedua pipinya.

Ia tersenyum ramah pada Joy, asistenku di toko. Sungguh beruntung wanita yang akan menikah dengannya nanti.

"Pagi Mas, kali ini mawar warna apa?" tanya Joy, aku hanya bisa mendengar obrolan mereka dari jarak dua meter.

"Bisa rangkaikan bunga untuk seorang gadis belia berusia 10 tahunan? saya tidak paham apa yang dia suka." tutur laki-laki itu.

Ah, mungkin untuk adiknya, pikirku cepat. Namun, sebuah pertanyaan yang dilontarkan Joy dan jawaban dari laki-laki itu membuatku tertawa.

"Untuk adiknya ya mas?" tanya Joy, aku sedikit terkejut dengan pertanyaan gadis yang sudah membantuku sejak 3 Tahun yang lalu. Joy sering sekali membicarakan customer kami ini.

Kami memang menganggap jika customer kami ini adalah laki-laki yang baik dan ramah. Selalu memberikan bunga di setiap minggu pagi untuk kekasihnya.

Aku tertawa saat tebakanku dan Joy ternyata salah, di mana saat customer kami menjelaskan untuk siapa rangkaian bunga itu Ia pesan. "Untuk putri saya. Kebetulan dia akan ulang tahun." Joy terlihat malu, sangat jelas dari gestur tubuhnya.

"Baik, kalau begitu mbak yang disana bisa membantu mas. Kebetulan dia pasti tahu bunga yang cocok untuk putri mas." saran yang diberikan dari Joy cukup terdengar jelas di telingaku, aku hanya memandangnya acuh, sedangkan Joy terlihat kesal dengan sikapku barusan.

"Mbak, Help me! please." pintanya saat ada di hadapanku, ia berbisik dan menarik lenganku pelan.

"Makanya jangan terlalu ikut campur dengan kehidupan pribadi customer, lihat sekarang malu sendiri kamu kan?"

"Iya iya, ini kali terakhir. Tolong ya mbak." wajahnya terlihat semakin manis ketika Ia memberikan kedipan matanya berkali-kali agar hatiku luluh.

"Yasudah, tolong kamu layani customer yang di sana." aku berjalan menjauhi Joy setelah mendapat anggukan mantap darinya.

"Permisi, maaf menunggu. Saya dengar bapak membutuhkan rangkaian bunga untuk acara ulang tahun anak bapak? saya mendengar itu dari rekan saya." jelasku padanya.

Pria di hadapanku ini menatap wajahku kemudian tersenyum manis. Pantas saja jika Joy selalu membicarakannya. Laki-laki ini memiliki magnetnya tersendiri. Beruntung sekali istrinya memiliki suami setampan pria ini.

"Iya. Bisa bantu saya?"

"Untuk usia seperti anak bapak, kita bisa menggunakan mawar berwarna merah muda dengan cokelat dan juga boneka di dalamnya. Kebetulan stock boneka di toko kami sedang kosong. Apa bapak terburu-buru?"

Ia terlihat berpikir untuk merespon pertanyaanku. "Tidak, kebetulan ulang tahunnya besok. Masih ada waktu untukmu merangkainya. Tolong sertakan kartu ucapan disana."

"Baik pak, berkenan untuk kami antarkan atau?"

"Antarkan." balasnya tanpa ragu.

"Baik, silahkan berikan alamat bapak ke nomor ini ya, kami akan mengirimkannya besok setelah semua siap. Berkenan untuk kami antarkan di jam berapa?" tanyaku lagi memastikan karena aku takut jika kami telat untuk mengantarkannya.

Aku mengulurkan secarik kartu nama toko kami. "Lanaflorest"toko bunga yang sudah kurintis sejak Tiga tahun belakangan.

"Maaf merepotkan, bisa antarkan sebelum jam 7 malam. Kami memiliki acara di jam itu."

"Baik pak. Nanti saya kabari."

"Terima kasih mbak...." Ia menggantungkan ucapannya karena tidak mengetahui namaku.

"Alleta." sahutku mengenalkan namaku.

"Terima kasih mbak Alleta. Kalau begitu saya permisi. Uangnya saya transfer nanti ya." Aku mengangguk, mengiyakan ucapannya lalu menatap punggung laki-laki itu setelah Ia tersenyum dan menjauhi toko kami.

"Bagaimana mbak?" tanya Joy membuatku terkejut bukan main.

"Apanya?" balasku bingung.

Joy tesenyum menjahiliku, aku tahu apa yang sedang ada dipikirannya saat ini. "Ganteng kan mbak? tapi sayang sudah beristri, tadinya aku pikir dia cocok untuk menjadi ayah sambung Yuno mbak."

"Ngarang kamu Joy."

Setelah kepergian mas Taeyong, ayah dari Yuno, sulit bagiku untuk membuka hati kembali. Ayah dari Yuno adalah laki-laki yang selalu aku cintai sampai detik ini.

••••

Aku mulai bergerak gusar saat tak ada yang bisa mengantarkan pesanan milik pak Jaehyun, laki-laki yang kemarin memesan bunga untuk putrinya.

Kami sudah terlanjur janji untuk mengantarkannya, tidak mungkin jika aku meminta pihak ketiga untuk mengantarkannya.

Hari ini pun Yuno sedang tidak ada yang menjaga. Joy sedang ada acara keluarga dan aku tidak tega meminta bantuannya hanya karena masalah ini.

Aku memutuskan untuk mengantarkan pesanan pak Jaehyun sendiri bersama dengan Yuno. Mas Taeyong pergi saat usia kandunganku 8 bulan, rasanya aku masih tidak percaya bisa membesarkan Yuno sendirian tanpa seorang suami.

Setiap harinya yang dia tanyakan adalah papa, papa, dan papa meskipun Yuno belum bisa berbicara dengan lancar aku tahu jika dia sangat merindukan papanya.

Yuno selalu menyebut papanya di setiap bertemu dengan laki-laki selain mas Taeyong termasuk kakeknya sendiri, untuk itu Joy mendesakku agar mau mencari ayah sambung untuk Yuno.

Aku tahu anakku membutuhkan sosok seorang ayah, tapi aku masih belum bisa melupakannya. Melupakan kenanganku bersama dengannya. Andai saja waktu itu mas Taeyong mau mendengarkan ucapanku untuk tetap dirumah menemaniku, kecelakaan itu tidak akan menimpanya.

"Ma.ma ma ma. Pa-pa. Num." gumam Yuno, aku menoleh ke arah Yuno sesaat. Kembali fokus ke arah jalanan yang lumayan padat. Jam sudah menunjukkan pukul 5.30, aku takut terlambat dan akan merusak acara pak Jaehyun nantinya.

"Iya, Yuno haus ya nak? sabar ya sayang."

"Ma ma ma mah. Num!"

Sebuah pesan singkat membuat atensiku teralih ke arah ponselku, segera aku membuka dan membaca pesan yang dikirimkan oleh pak Jaehyun.

Dengan cekatan aku mencoba menghubunginya, memberitahu bahwa kami sedang terjebak kemacetan.

"Sore pak, maaf pak sepertinya saya sedikit terlambat. Jalanan sedang padat karena berbarengan dengan mereka yang kembali dari bekerja."

"Saya kira asisten kamu yang mengantarkannya."

"Maaf pak, mereka sedang ada keperluan lain. Jadi saya sendiri yang mengantarkannya."

"Seharusnya kamu beritahu saya, setidaknya saya bisa meminta rekan saya atau orang lain untuk mengambilnya." tegurnya.

"Kami sudah terlanjur janji untuk mengantarnya pak, lagi pula tidak terlalu jauh dari toko. Mohon ditunggu ya pak." kataku memberi pengertian.

"Baik. Saya tunggu."

Aku menepuk dahiku pelan, merutuki kebodohanku sendiri. Hari ini adalah hari senin ditambah aku pergi berbarengan dengan jam pulang kantor, sudah dapat dipastikan jalanan akan padat. Seharusnya aku berinisiatif untuk mengantarkannya lebih awal.

Aku tersenyum bangga kala Ia menatapku lucu. "Anak pintar mama dan papa."

"Pa.pa.pa pa ma." celotehnya.

Mobilku memasuki area perumahan milik pak Jaehyun, sepertinya dia memang orang berada terlihat jelas dari penjagaan yang begitu ketat saat aku memasuki pintu masuk tadi.

Mataku kembali fokus ke layar ponsel, melihat maps dari share location yang dikirimkan oleh pak Jaehyun beberapa menit yang lalu.

Sepertinya rumah yang ada di hadapanku ini adalah rumah milik pak Jaehyun, pagar bercat putih dengan hiasan lampu besar sesuai dengan arahannya itu.

Ku lirik Yuno yang masih terjaga, biasanya dia akan mudah mengantuk jika aku mengajaknya berkendara, "Yuno tunggu disini ya? mama hanya sebentar." kataku. Namun, anak ini kembali bersuara.

"Kut, uno ngkut mama!"

"Okay, tapi Yuno harus dengar kata mama. Harus jadi anak yang baik."

Meskipun belum begitu paham apa yang aku katakan, dia menganggukkan kepalanya. Aku bersyukur karena hadirnya Yuno dalam hidupku, setidaknya ada kenangan berbekas yang ditinggalkan oleh mas Taeyong. Yuno anak yang sangat aktif dan pintar, persis seperti papanya.

Aku mengetikkan sesuatu di ponselku dan mengirimkannya kepada pak Jaehyun, memberitahu bahwa kami sudah sampai tepat pukul 6.45 menit dimana 15 menit sebelum acara dimulai.

Seorang wanita keluar dari rumah itu, aku meyakini jika itu adalah istri dari pak Jaehyun. Dirinya menghampiriku dan tersenyum lembut ke arahku.

"Dengan mbak Alleta?" tanyanya.

Aku mengangguk seraya tersenyum, "Iya bu. Ini pesanan pak..."

"Bundaaaaa..." teriakan gadis cantik membuat atensi kami teralih. Gadis belia yang amat cantik dengan rambut hitam legam yang terurai menggunakan dress berwarna merah muda yang panjangnya selulut sedang tersenyum ke arah bundanya dan menatapku tanpa berkedip.

"Ya, El masuk sana temui papa. Bunda sedang berbicara dengan aunty ini."

"Ah, is it gift from papa?" tanyanya.

"Papa." Yuno meronta dalam rengkuhanku meminta untuk turun. Aku dibuat bingung dengan sikapnya kali ini.

"Papa, is it true?" tanya gadis belia itu lagi saat melihat pak Jaehyun menghampirinya, pak Jaehyun tersenyum ke arahnya, tangannya dengan sigap mengelus surai putrinya lembut.

"Go inside with your mom, papa will follow you later."

"No. Is it true? who is she? Aunty came as my gift, right? I don't want anything else pa, I just want mama, apakah aunty ini yang papa maksud?"

"Elena Jung, cepat kembali ke rumah atau papa akan marah."

Jujur aku tak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan, rasanya sungguh asing. Di sini aku hanya mengantarkan pesanan customerku bukan bermaksud untuk melihat keributan antara ayah dan anak ini.

Ku lihat Yuno yang semakin tidak nyaman berada dalam gendonganku meminta untuk turun, hingga ia menangis dengan suara nyaring membuat yang lain menatap ke arahnya.

"Aunty, adik lucu siapa namanya? adik lucu ayo bermain bersama kakak." kata gadis belia yang katanya bernama Elena itu menghampiriku dan juga Yuno. Aku tersenyum kikuk pada pak Jaehyun dan juga istrinya tak menyangka akan ada dalam situasi yang cukup memalukan ini.

Merasa bingung dengan situasi yang sedang kuhadapi, aku memberanikan diri untuk membuka suara. "Maaf, pak Jaehyun pesanan bapak s...."

"Papa, aku ingin bermain bersama adik lucu. Boleh ya?" ucapanku terjeda kala si gadis belia meminta papanya untuk bermain besama dengan anakku.

"Papa pa.pa ain."

"Tidak apa mbak, biarkan mereka bermain sebentar." pinta sang bunda. Aku dilanda kebingungan saat ini, tidak tahu apa yang mesti aku lakukan. Aku takut mengganggu waktu bahagia mereka terlebih acara penting mereka.

"Papa, papa." Yuno berjalan ke arah pak Jaehyun membuatku menarik lengannya secepat kilat, jerit tangisan Yuno semakin terdengar nyaring.

"Tidak apa, biarkan dia bermain bersama dengan Elena." ujar pak Jaehyun pada akhirnya.

"Yeay, ayo papa. Bawa adik lucu ke dalam."

"Maaf bu, saya jadi merepotkan, saya hanya ingin mengantarkan pesanan bapak."

"Jangan khawatirkan apapun, kami tidak jahat. Mari masuk." orang yang baik akan bertemu dengan pasangan yang baik pula. Ku rasa mereka sama-sama beruntung memiliki satu sama lain.

Aku menatap punggung pak Jaehyun yang berjalan terlebih dahulu di depanku dengan Yuno yang ada digendongannya. Aku tak pernah melihat tawa renyah Yuno, manjanya Ia dengan laki-laki lain selain kakeknya dan juga kakakku Doyoung.

"Dia anakmu?" wanita yang sedang menatapku ini  memberikan segelas minuman  berwarna merah.

"Terima kasih, iya dia anak saya." balasku.

"Dia sangat tampan, pasti mirip dengan ayahnya ya? maaf aku lancang menanyakan ini, apa benar kamu kemari hanya untuk mengantarkan pesanan Jaehyun? tidak ada yang lain?" sontak aku terbatuk mendengar pertanyaannya, istri dari pak Jaehyun tidak menuduhku ada main dengan suaminya kan? atau dia berpikir bahwa anakku adalah anak dari suaminya?

"Maaf, maaf aku tidak bermaksud seperti itu. Adikku tidak pernah membawa wanita ke rumah lagi, makanya aku sedikit terkejut."

"Eum? maksud ibu? saya tidak mengerti." keningku tertaut, semakin tak mengerti dengan arah pembicaraannya.

"Aku sedikit terkejut karena kamu yang mengantarkan hadiah untuk keponakanku, aku pikir adikku membawa mama baru untuk Elena." Tunggu dulu, otakku masih berpikir untuk mencerna kalimat demi kalimat yang dilontarkan wanita cantik ini.

"Keponakan? adik?"

"Kamu mengira bahwa aku ini bunda dari Elena?" ucapnya tak percaya, "Aku ini aunty dari Elena, dia memang terbiasa memanggilku bunda setelah mamanya meninggal dunia."

"Maaf, saya tidak tahu." sesalku. Wajahku menunduk, rasanya aku tak pantas mendapatkan segala info apapun tentang pak Jaehyun karena kami hanya sebatas customer-seller tidak ada yang lain. Tak pantas bagiku mengetahui kehidupan pribadi customer sendiri.

"It's okay, lalu dari mana kamu mengenal Jaehyun?"

"Saya? pak Jaehyun customer kami, bapak sering membeli bunga di toko kami setiap akhir pekan." jelasku, kakak dari pak Jaehyun ini mengangguk paham.

"Iya, dia selalu membawakan mawar untuk mengunjungi makam mendiang istrinya." jelasnya.

"Jadi kamu pemilik toko yang sering Jaehyun ceritakan?" tanyanya lagi, apalagi kali ini. Aku sungguh tak mengerti.

"Papa! aku ingin adik seperti Yuno!" seru Elena membuat kami kompak menoleh ke arahnya. Apa-apaan itu?

"Pa.pa. Uno papa. Kakak ain." Yuno berlari kesana kemari dengan tawa renyah yang tak pernah Ia perlihatkan jika bersamaku.

"Maaf, sepertinya kami harus pulang." pamitku, aku semakin tak nyaman berada disekitar mereka.

Memang tidak seharusnya aku dan Yuno bergabung dengan acara mereka.

"Mama... maksudku aunty, mengapa buru-buru sekali? apa adik Yuno ingin bertemu dengan papanya? Ini hari ulang tahunku, apa kalian tidak bisa disini hanya sebentar sampai aku meniup lilin." pintanya.

"Kami harus pulang, lagipula ini acaramu El. Selamat ulang tahun cantik. Maaf, aunty tak membawa apapun untukmu."

Elena tak menatapku sama sekali, dia melirik sang ayah. Seakan mengerti dengan tatapan putrinya. Pak Jaehyun kembali memintaku untuk tetap berada dikediamannya. "Mungkin ini terlihat asing untukmu. Tapi bisakah kamu tetap di sini? Alleta, saya tahu semua tentangmu dari Joy. Jadi tidak perlu merasa sungkan lagi."

"El, bawa adik Yuno bersama bunda. Papa ada perlu dengan aunty." pinta pak Jaehyun.

"Duduk." Pak Jaehyun mempersilahkan aku untuk duduk disebuah taman di belakang rumahnya, entahlah apa alasan dirinya mengajak ku kemari yang jelas aku sungguh sakit kepala dengan situasi ini.

"Sepertinya sudah waktunya, maaf kalau kamu menunggu lama. Saya Jaehyun sahabat dari mendiang suami kamu."

"Mungkin kamu terkejut dan kebingungan karena suamimu tidak pernah menceritakan apapun tentang saya." lanjutnya, iya aku memang sedikit terkejut karena tak pernah mendengar cerita apapun tentang sahabat mas Taeyong ini. Mas Taeyong seakan menutup rapat masa lalunya itu.

"Setahun ini saya memperhatikanmu. Saya berharap kamu mau membuka hati kamu untuk saya."

Apa betul dia sahabat dari mas Taeyong? lalu untuk apa dirinya memintaku untuk membuka hati?