Mencari pekerjaan bukanlah hal yang mudah karena meningkatnya persaingan dunia kerja yang semakin hari kian sengit. Aku Alleta Anjani, usiaku 21 Tahun dan aku baru saja putus kontrak dari pekerjaanku yang lama.
Banyak komentar negatif tentangku yang mengatakan, "Lulusan SMA bisa kerja apa?" terkadang komentar negatif mereka menjadi motivasi untukku sendiri, siapa bilang aku tidak mau melanjutkan pendidikanku?
Kondisi perekonomian keluargaku yang tidak mendukung untuk melanjutkan kuliah membuatku memutuskan untuk bekerja dan mencari uang, terlebih keinginan hidup mandiri dan tidak bergantung pada orang tua membuatku semakin yakin untuk bekerja.
Keinginan untuk menunda kuliah selama satu tahun itu ada, tapi sampai saat ini pun aku belum bisa memenuhi keinginan tersebut. Lagi-lagi uang yang menjadi kendalanya, ditambah ayah yang meninggalkan kami dan Ibuku sakit, aku membutuhkan biaya untuk itu.
"Mbak Alleta, silahkan ikut saya." pinta wanita cantik yang menghampiriku, sesaat aku dibuat terpana akan kecantikannya, rambut panjang yang terurai, iris matanya yang bulat berwarna cokelat, dan senyuman yang menawan, tapi ada satu hal yang membuatku kebingungan. Mengapa wanita secantik dia memilih menjadi seorang guru TK?
Tidak, aku tidak bermaksud untuk menyepelekan profesi seorang guru, hanya saja dia bisa memilih pekerjaan yang lain bukan? dengan wajah cantiknya itu dia bisa mendapatkan perkerjaan yang ia inginkan.
Senyumanku terbit kala melihat dirinya yang kembali tersenyum ke arahku, dengan langkah hati-hati aku mulai mengikutinya menuju ruang kepala sekolah.
Ya, aku memilih untuk melamar pekerjaan sebagai guru atas rekomendasi dari seorang teman. Aku menyukai anak-anak jadi tidak ada salahnya jika aku mengambil kesempatan itu.
Tubuhku terasa ringan saat melewati pekarangan sekolah, hatiku menghangat melihat anak-anak yang berlarian menuju jemputan mereka.
Tanpa disadari retinaku menangkap dua anak kembar yang sedang berlarian dan saling mengejar, mereka sangat terlihat menggemaskan di mataku. Salah satu dari mereka tak sanggup lagi untuk berlari, ia jatuh terjerembab membuatku berlari ke arahnya.
"Hey jagoan, Ayo bangun." aku mensejajarkan tubuhku dengan tubuhnya, mengangkat tubuhnya agar berdiri kemudian meneliti seluruh tubuhnya berharap tidak ada luka di sana.
"Janu! Juna!" teriakan dari seseorang membuatku mengalihkan pandangan.
Kak Jaehyun? Jung Jaehyun mantan pacarku dulu, benarkah itu kamu? aku tidak menyangka jika dia akan memilih menikah di usia muda.
"Juna, ayah kan sudah bilang jangan mengajak adikmu untuk berlarian." katanya menegur sang anak, dia sama sekali belum menyadari keberadaanku di sekitarannya.
"Terima ka.... Ale?" bola matanya seakan keluar saat melihatku, sejak kami memutuskan berpisah dan dia yang meninggalkanku untuk pulang ke Jakarta, tempat di mana dirinya berasal, baik aku ataupun dia— kami sama sekali belum bertemu lagi.
Suasana canggung seketika menyelimuti kami, kami sempat terdiam hingga suara salah satu dari anaknya membuat kami tersadar. "Ayah..."
"Iya, nak." ucapnya seraya mensejajarkan tubuh sang anak kemudian mengangkatnya. Anak yang terjatuh tadi merengkuh leher sang ayah seraya terisak.
"Ayah sudah memintamu untuk jangan berlarian, ini kan akibatnya? sudah jangan menangis lagi." suaranya begitu lembut, aku menahan senyumku. Laki-laki yang dulu pernah singgah dihatiku ini ternyata banyak sekali berubah.
"Ayah, maaf. Juna.."
"Nggak apa-apa, lain kali Juna harus bisa jaga adik, ayo kita pulang." senyumanku kembali terukir dan kali ini aku tak bisa menutupinya, Kak Jaehyun menoleh ke arahku membuatku sedikit terkejut.
"Ale, bagaimana bisa kamu ada di Jakarta?"
Dari sekian banyak pertanyaan haruskah dia menanyakan hal itu?
••••
Lamunanku buyar saat seorang pelayan menanyakan menu apa saja yang ingin aku pesan, aku melirik ke arah kak Jaehyun yang sedang menatapku sesaat. Sungguh, aku tidak pernah menyangka akan bertemu dengannya lagi. Berharap untuk bertemu dengannya pun tidak.
Kak Jaehyun yang melihatku tak bergeming mengambil alih menu dan memesan beberapa menu makanan untuk kami, dia kembali menatapku setelah tersisa kami berdua. "Bagaimana kabar kedua orang tuamu?"
Ku akui kak Jaehyun memang memiliki sifat yang ramah dan perhatian bahkan dia memiliki rasa empati yang cukup tinggi. "Ayah sudah tiada, ibu.. Alhamdulillah baik kak."
Ada raut sedih dan rasa bersalah dari wajahnya. "Sejak kapan?"
"Sejak... 4 Tahun lalu." tahun pertama saat kita berpisah. Aku tidak pernah lupa kak Jaehyun yang selalu bertemu dengan ayah ketika dia bermain di rumah.
Alih-alih mengajakku kencan di luar, kak Jaehyun lebih memilih berkencan di rumahku untuk bercengkrama dengan ayah.
"Maaf, ini pasti sulit buat kamu."
"Nggak apa kak, aku dan ibu udah mengikhlaskan kepergian ayah." setelah mengucapkan itu, aku memaksakan senyumanku terukir agar ia tidak merasa bersalah. Bukan salahnya juga kan?
"Sejak kapan kamu merantau? dan siapa yang menjaga ibu?"
"Dua Tahun yang lalu, ibu tinggal sama Dejun."
Kak Jaehyun mengangguk paham, dia mengenal Dejun dengan baik. Saat dirinya di Bandung Dejunlah yang sering membantunya, bahkan aku dan kak Jaehyun bisa bertemu karena Dejun. Dejun yang membawa kak Jaehyun ke rumah sakit saat bundaku di rawat inap.
Makanan kami tiba, aku sedikit terenyuh ketika dia memesan makanan yang salah satunya adalah makanan favoriteku. Apa dia masih mengingatnya?
"Kamu masih suka ayam rica-rica kan? ayam rica-rica di sini terkenal enak." balasnya seakan ia bisa membaca pikiranku, aku hanya bisa mengangguk membalasnya.
Tak dapat ku pungkiri aku masih menyukai laki-laki ini, dia yang 4 Tahun lalu telah meninggalkan kota Bandung karena suatu hal, membuat hati ini belum bisa melupakannya. Seperti ada yang belum terselesaikan dengan baik.
Kecanggungan kembali menyelimuti kami setelah kami menyantap makan siang kami. Ada satu hal yang aku pikirkan sejak kak Jaehyun mengajakku bertemu, apa dia sudah diberikan ijin oleh istrinya untuk menemuiku? aku hanya takut istrinya salah paham kepadaku.
"Juna dan Janu.... Si kembar... mereka sangat lucu." aku memulai untuk mencari topik terbaru, tapi memang benar kedua anak kak Jaehyun sangat menggemaskan dan aku tidak berbohong jika aku menyukai anak kecil.
"Mereka bukan anakku."
Alisku terangkat, untuk apa kak Jaehyun menceritakan itu kepadaku? Jika bukan anak kak Jaehyun, mengapa si kembar memanggilnya dengan sebutan ayah?
"Si kembar anak dari kakakku. Jangan salah paham karena mereka memanggilku ayah, mereka dekat denganku dibanding papanya." sejujurnya ada sedikit rasa lega setelah pengakuan darinya barusan.
"Ale, sejujurnya aku nggak pernah menyangka bisa bertemu kamu lagi hari ini. Kamu tahu? aku selalu berharap moment ini kembali lagi dan aku menunggu waktu itu tiba. Kamu paham artinya kan?" kak Jaehyun menarik tanganku lembut, menyatukan jari-jari kami.
"Hampir 5 Tahun telah berlalu dan rasa ini masih sama seperti dahulu Alleta, nggak memudar sedikitpun. Aku bersyukur ketika semesta kembali lagi mempertemukan kita."
"Jadi, bisakah kita?"