Qianno masuk ke dalam rumahnya dengan keadaan sedikit berantakan, pria itu langsung mencari keberadaan istri yang sudah hampir 2 minggu tidak ia temui.
"Asya ...." panggil Qianno. Pria itu mengernyit bingung saat tidak merasakan adanya tanda-tanda kehidupan di dalam rumahnya.
"Sayang, Gege pulang ...." Pria itu langsung berlari ke arah kamar, pikirannya tidak enak saat ini.
Dengan gerakan cepat Qianno membuka pintu kamarnya, baru saja ia akan berteriak memanggil nama istrinya, tetapi ia terpaku melihat pemandangan sang istri sedang meringkuk di atas ranjang dengan selimut yang tergulung di seluruh tubuhnya hingga menyisakan sebatas kepalanya saja.
Pria itu menghela nafas lega sekaligus khawatir, ia lega karena istrinya ternyata masih berada di dalam rumah. Sedangkan ia khawatir karena melihat Asya meringkuk seperti janin dan wajahnya terlihat sangat pucat.
Qianno mendekat, pria itu mengusap pelan rambut sang istri yang tampak berantakan, tidak seperti Asya setiap harinya yang selalu rapi saat menyambutnya pulang. Tangannya menyentuh dahi Asya, dan benar saja tepat seperti dugaannya, wanita itu sedang terserang demam.
Pria itu mengguncang pelan bahu istrinya, ia tahu betul kebiasaan Asya saat sakit. Istrinya itu pasti belum makan entah dari kapan, karena ia baru saja pulang.
Rasa bersalah bercokol dalam diri Qianno, ia terlalu sibuk dengan kegiatannya hingga melupakan jika di rumah ada Asya yang selalu setia menunggunya di rumah.
"Asya .... Bangun sebentar Sayang, kamu belum makan, kan?" ucap Qianno sembari mengecup lembut dahi sang istri.
"Gege ...." Panggilan Asya terdengar sangat lirih dan serak.
Wanita itu bergegas untuk duduk, ia ingin menyambutnya kepulangan suaminya. Namun baru saja mengangkat sedikit tubuhnya, kepala Asya terasa sangat berputar, ia tidak sanggup untuk duduk.
"Kamu tiduran dulu Sayang, Gege sudah memesankan makanan. Kamu belum makan, kan?" tanya Qianno cemas.
Asya mengangguk, pikirannya bercabang menjadi dua. Antara senang melihat Qianno pulang, namun juga perih saat mengingat foto yang ia Terima beberapa hari lalu.
"Maaf sayang, Gege baru bisa pulang. Jadwal Gege sangat padat sekali, bahkan teman-teman Gege sampai bertengkar dengan istrinya. Rendy apalagi, dia—
"Rendy? Dia, ada jadwal bersama Gege?" sahut Asya.
Qianno mengangguk kaku, entah kenapa istrinya terlihat tengah mencurigainya lewat tatapan mengintimidasi, seakan tatapan itu mampu melubangi sebelah matanya.
"K-kenapa? Apa, ada sesuatu?" tanya Qianno.
Asya menggeleng pelan, wanita itu tersenyum manis sebelum kembali memejamkan matanya. Ingin sekali Asya berteriak menanyakan perihal foto yang ia dapat kemarin, namun ia juga belum siap menerima kenyataan jika sangat suami akan mengakui bahwa sosok yang berada di dalam foto itu memang betul adalah dirinya.
***
"Asya, bagaimana menurutmu tentang perselingkuhan?" tanya Qianno tiba-tiba.
Asya yang sedari tadi duduk bersandar di sofa sembari memejamkan mata, kini mulai membuka netranya perlahan. Perasaan sakit mulai menjalani hatinya, ingin sekali dia berteriak dan memaki suaminya. Namun ia bisa apa sekarang? Yang dia punya di dunia ini hanya Qianno.
"Kenapa, Gege mempertanyakan hal seperti itu?" tanya Asya, nada bicaranya ia buat senormal mungkin.
Qian mendekati istrinya, pria itu memeluknya dari samping lalu menyelusupkan wajah tampannya ke leher jenjang Asya.
"Hanya bertanya Sayang, aku kehabisan bahan pembicaraan denganmu."
Asya menggeleng pelan, ia membenci pertanyaan yang suaminya sedang ajukan. "Tidak ada toleransi apa pun tentang perselingkuhan Ge, penghianat selamanya akan tetap jadi penghianat."
"Maafkan aku ...." Qianno memejamkan mata sembari menggumamkan kata maaf yang terdengar lirih di telinga Asya. Rasanya sangat perih karena ia tahu tujuan suaminya mengatakan maaf saat ini.
"Apa Gege pernah berpikiran untuk selingkuh?" tanya Asya, suaranya sudah bergetar menahan tangis.
"Berpikir untuk selingkuh? Sejujurnya tidak pernah," jawab Qianno yakin.
Memang benar, Qianno menjawabnya dengan jujur jika ia tidak pernah berpikiran untuk menduakan Asya. Lagi pula hari-harinya ia habiskan dengan sibuk bekerja dan segera pulang menemui istrinya di rumah.
Namun sekitar dua bulan yang lalu pertahanannya mulai runtuh, Nancy berhasil membawanya mencicipi nikmatnya surga dunia. Walaupun ia sudah pernah merasakan bersama Asya, namun sesuatu yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi akan terasa lebih nikmat dan menantang.
Qianno terlena karena rayuan Nancy, menikmati godaan yang selalu wanita itu berikan. Yang ia tidak sadari, di balik kesenangan yang ia dapatkan akan ada sebuah kehancuran yang menanti dirinya di belakang. Di balik keindahan sementara yang ia pandang, akan ada keindahan lama yang mulai terlupakan.
Rasa cintanya pada Asya masih tetap sama, namun tentu saja ia harus sedikit membaginya dengan Nancy. Karena wanita itu kini tengah mengandung buah hatinya. Ia tidak bisa mengecewakan keduanya, ia mencintai Asya namun juga tidak munafik jika ia sangat menginginkan keturunan.
"Ge, misalnya aku yang mempunyai hubungan gelap dengan pria lain, apa yang akan Gege lakukan?"
Qianno terkekeh pelan, ia yakin betul bagaimana sifat sang istri. Wanita itu tidak akan pernah bisa lepas dari dirinya.
"Aku tidak akan melakukan apa pun, karena kamu tidak mungkin melakukan hal kotor semacam itu," jawab Qianno.
Asya tertawa pelan, hubungan kotor katanya?
"Hubungan kotor ya? Berarti orang yang melakukan hubungan semacam itu juga sama kotornya, kan? Atau lebih simpelnya bisa kita sebut dengan hubungan sampah."
Qianno terdiam, menatap istrinya yang masih setia memejamkan kedua mata, netra yang memancarkan warna madu dengan kilat bias hitam saat terbuka.
Pria itu mencoba mengalihkan pembicaraan yang menurutnya semakin mengada-ada.
"Kalau kamu berani selingkuh, aku akan membunuh selingkuhanmu.
Asya membuka matanya kilat, wanita itu segera duduk menegakkan tubuhnya.
"Berarti sama, aku juga akan membunuh selingkuhanmu! Aku tidak akan mengampuninya, aku akan menarik jantungnya keluar, lalu akan aku berikan pada anjing liar di luar sana!"
Qianno menatap ngeri ekspresi Asya yang tampak lain dari biasanya, di dalam sorot matanya seperti tersimpan kekecewaan, sakit dan juga dendam.
"Selingkuhanku? Apa maksudmu, Sayang?" tanya Qianno panik.
Asya tertawa keras, ia sampai harus menekan perutnya karena terlalu kram. "Misal Ge, tadi kita membicarakan misal, kan? Kenapa Gege sepanik itu, seakan-akan Gege benar-benar sedang melakukan perselingkuhan di belakangku."
Jujur saja Qianno panik, jantungnya berdetak tidak beraturan. Ia seperti sedang ketahuan melakukan kesukaan di depan mata.
Asya memang terkadang tampak berbeda, Qianno pernah memergoki wanita itu membunuh seekor kucing yang mengambil ikan goreng yang baru saja matang ia masak.
Istrinya itu benar-benar melemparkan pisau tajam yang ada di tangannya pada kucing itu hingga tertancap tepat di perut hewan malang itu. Tidak ada rasa bersalah sedikit pun pada raut wajah Asya, hanya datar.
Wanita itu bahkan dengan santai membersihkan bekas-bekas darah dan membuang bangkai kucingnya di dalam tempat sampah.
Saat itu Qianno berpura-pura tidak mengetahuinya, ia mencoba menanyakan darah apa yang terciprat di tembok dapur. Namun Asya menjawab jika itu hanya darah ayam yang ia beli dari tulang sayur, wanita itu tak sengaja menjatuhkan kantung plastik berisi potongan daging unggas itu.
Menurut Qianno, Asya sedikit unik.