Asya membuka mata perlahan, kepalanya terasa sangat pening karena terlalu lama tertidur dan juga perutnya yang kosong belum terisi apa pun semenjak ia meninggalkan rumah. Wanita itu menatap sekeliling, netranya menatap asing pada barang-barang yang ada di sana. Ini tentu saja bukan tempat yang pernah ia kunjungi sebelumnya, kan?
Asya ingin beranjak dari ranjang besar mewah yang sedang ia tiduri, namun wanita itu langsung mengernyit, mencengkeram perutnya yang terasa sangat nyeri. Dengan pakaian dan bekas-bekas darah yang masih sama dengan keadaannya saat kabur dari rumah sang suami.
"Ahh, ssshh, sakit!" keluhnya lirih. Asya memilih untuk berbaring miring, meraih segelas air putih pada nakas yang tepat berada di sampingnya.
Cklek ....
Suara pintu terbuka. Namun, Asya enggan untuk melihat siapa yang datang. Karena, jujur saja ia merasa sangat takut saat ini. Ia tengah berada di tempat asing yang sama sekali tidak pernah ia lihat.
"Aku tahu, kamu sudah bangun. Hadap kemari!" titah pria yang kini tepat berada di belakang tubuh Asya.
Dengan gerakan lambat wanita itu mulai berbalik. Tenggorokannya terasa kering karena takut yang berlebihan. "K-kamu, siapa?" Suaranya terdengar terbata-bata.
Pria dengan kulit sedikit gelap tetapi berwajah manis, mendekati Asya dengan gerakan pelan dan juga senyum miring yang terpatri di bibirnya. Yang mana hal itu tampak sangat menakutkan di indra penglihatan wanita cantik bertubuh mungil itu.
"K-kamu, mau a-apa?" tanya Asya, wanita itu terus memundurkan tubuhnya hingga punggungnya bersentuhan dengan dashboard ranjang yang ia tempati.
"Panggil aku, Haikal. Pria paling tampan, yang ada di mansion ini!" ujarnya jumawa.
Pria yang mengaku bernama Haikal itu mengusap sudut bibir Asya menggunakan ibu jarinya yang tampak terluka, Haikal menekannya sedikit hingga membuat tubuh calon mangsanya bergetar.
"Sayang..., tidak perlu takut begitu. Aku cuma mau ajak kamu makan malam, ini sudah waktunya." Pria itu menegakkan tubuhnya sebelum berbalik ingin meninggalkan Asya dengan tubuh yang terus bergetar ketakutan.
"Keluar sekarang, atau kamu yang akan aku jadikan santapan makan malam di sini!" teriak pria dengan beberapa tahi lalat kecil yang menghiasi wajahnya itu.
Mendengar perintah mutlak dari Haikal, membuat tubuh Asya refleks berdiri. Wanita itu berjalan sedikit tertatih mengekori pria yang terlihat asing di penglihatannya.
"Ini, rumah siapa? Aku, ada di mana?" cicit Asya, ia tidak bisa menahan rasa penasarannya pada tempat mewah yang sedang ia tinggali.
Langkah Haikal sontak terhenti, membuat Asya menabrak punggung pria itu. "Aduh, kenapa berhenti mendadak, sih?" keluh wanita itu tanpa sadar.
"Kita sudah sampai, bodoh! Sana duduk!" jawab Haikal sedikit geli melihat Asya yang tampak sangat bodoh.
"Father, ini dia mata-matanya. Nanti, jangan lupa berikan padaku setelah selesai, biar aku yang mengantarkan dia ke surga," ucap Haikal sembari menatap ke arah calon korbannya dengan seringai yang amat mengerikan. Wajah manisnya itu hanyalah kamuflase.
Sedangkan Asya mencengkeram erat ujung baju yang ia kenakan, demi apa pun tempat ia memijakkan kaki saat ini tampak seperti rumah hantu. Darah kering di lantai hingga ke dindingnya, ada beberapa orang yang menggenggam pisau dan sebagian lagi membawa pistol.
Asya meneguk salivanya susah payah, perutnya terasa mual saat menyaksikan satu wanita di pojok ruangan dengan keadaan sangat menjijikkan. Tubuh tanpa sehelai benang, dengan perut yang mengeluarkan sebagian organ dalamnya, bau amis dan sedikit busuk menyeruak pada indra penciuman Salsabila.
Wanita itu bergidik ngeri, ia mundur sedikit demi sedikit, Salsabila berpikir jika ia lebih baik segera kabur dari ruang penyiksaan itu.
"Arggh! Ampun!" Teriakan melengking menghentikan langkah wanita itu, kakinya terasa sangat lemas saat melihat pria dengan topeng di separuh wajah melepaskan tembakan pada salah satu orang yang terikat di hadapannya.
"Kabur saja, jika ingin merasakan hal yang sama seperti pria malang itu," ucap seorang lelaki yang Asya ingat betul wajahnya, dia adalah seseorang yang duduk tepat di sebelahnya saat menaiki kereta. Ucapannya terdengar sangat formal, berbanding terbalik dengan pria berkulit tan yang membawanya turun kemari.
"K-kamu yang duduk di dalam kereta. Kamu yang ada di sebelahku, kan?" tanya Salsabila tanpa berani menatap lawan bicaranya.
"Siapa yang menyuruhmu?" tanya Jayden datar. Pria itu berdiri tegak menjulang tinggi di hadapan Asya, hingga wanita itu merasa sangat kecil sekali.
Mendengar pertanyaan Jayden, Asya tentu terkejut. "M-maksudmu apa? Suruhan a-apa?"
Jayden memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket tebal yang pria itu kenakan. Kepalanya terlihat tegak dan sombong.
"Theo, beri wanita ini cambukan sampai dia menyebutkan nama seseorang yang mengutusnya!" perintah Jayden.
Theo langsung mengangguk, pria itu mengambil satu buah cambuk berwarna hitam lalu mendekati Asya.
"Kamu mau apa? Jangan macam-macam, aku takut!" teriak Asya.
Jeno sendiri langsung memusatkan perhatiannya pada wanita yang tengah sibuk berteriak ketakutan di depan kakak tirinya. Pistol yang sedari tadi ia usap-usap, kini pria itu letakkan di wadahnya.
"Mengaku saja, kakakku tidak akan pernah berbaik hati walau menghadapi wanita sekali pun," ucap Jerold dengan nada yang terdengar sangat tenang.
Asya menatap pria yang tengah berbicara, ia ingat pria itu mirip dengan orang yang menanyainya di kereta saat melihat darah di tubuh Asya. Tapi, bedanya pria ini tidak memakai penutup wajah.
"Tapi, aku benar-benar tidak mengerti maksud kalian apa?" balas Asya jujur.
"Theo!"
Panggilan Jayden tentu membuat si pemilik nama langsung melakukan tugasnya. Pria dengan rambut warna silver itu langsung menarik pergelangan tangan Asya untuk ia bawa menuju ruang penyiksaan.
"Lepaskan aku! Biarkan aku pergi! Aku janji tidak akan buka mulut tentang semua yang aku lihat hari ini! Tolong aku...."
Tentu saja tidak ada yang peduli dengan teriakan Asya. Mereka semua mengabaikannya.
Ctas Ctas!
"Argghh sakit!" Teriakan Asya terdengar hanya sampai di dalam ruangan. Menggema dan kembali ke telinga wanita itu.
"Ampun! Aku tidak mengerti apa yang kalian maksud? Aku cuma kabur dari rumah, aku tidak tahu masalah kalian apa! Tolong lepaskan aku, biarkan aku pergi," pinta Asya. Wanita itu menangis sembari menahan nyeri di perutnya.
"Aku akan terus memukulmu, sebelum kamu mengatakan siapa yang menyuruh kamu untuk memata-matai Father Jay!" ucap Theo. Pria itu terus melayangkan cambukkan hingga membuat teriakan Asya semakin melengking.
"Tolong! Sakit!"
"Aarggh!" Theo terkejut, ia belum melayangkan pukulan tetapi Asya sudah berteriak terlebih dulu.
Wanita itu mencengkeram perutnya erat-erat. "Sakit, tolong...."
Theo langsung membuang cambuk di genggaman tangannya.
"Hey kamu kenapa? Aku cuma memukul punggungmu, tapi kenapa sampai berdarah seperti ini?" Pria berambut silver itu jelas tidak melukai Asya sedalam itu. Lalu, ini kenapa?