Rumah itu terlihat mewah, banyak sekali karangan bunga terpampang di sepanjang pagar menjulang itu. Rumah dengan tiga tingkat itu dipenuhi berbagai macam mobil yang terparkir indah disana. Bahkan hampir semua mobil itu mempunyai merk tertentu, dan yang pasti mahal harganya.
Kediaman Smith dipenuhi banyak kebahagiaan, lahirnya seorang putra tunggal dari keluarga Smith.
Rumah itu dipenuhi dekorasi biru, seolah-olah menandakan bahwa eksistensi bayi tersebut berkelamin laki-laki.
Orang-orang terpandang dan berkelas mengenakan baju santai dengan brand-brand ternama. Bercengkrama satu sama lain dalam balutan pesta keluarga yang diadakan dibelakang rumah mewah itu.
Keramaian itu tak luput dari pandangan bayi yang sayu itu, berada di satu kereta bayi dan memandang heran ke arah orang-orang yang tak dikenalnya.
"ahh lucunya.."
"lihatlah bayi ini, punya mata yang indah!"
"kau benar Emy, dia sangat tampan." Lalu bayi itu merasakan permukaan pipi nya di elus dengan lembut.
Para wanita mengerumuni dirinya, menatapnya dengan gemas. Pakaian dan perhiasan melekat pada mereka sambil menatap Baylor, bayi itu hanya diam dengan tatapan lugu dan polosnya.
Ketiga wanita yang tengah melihatnya segera berdiri saat orang tua dari Bayi itu datang.
"Hai!! Lama tak jumpa!" Ketiganya bersorak riang saat bertemu ibu dari bayi itu.
Bercengkrama dengan akrab, bahkan memeluk satu sama lain. Berbasa-basi dalam pesta kelahiran putra mereka kali ini.
"Lihatlah anak mu, dia sangat tampan." Mereka berempat menghampiri kereta bayi itu.
Ibu dari bayi itu tertawa anggun, "dia memang tampan seperti ayahnya." Kemudian ketiga wanita lain bersorak.
"Memang, dia juga lucu dan mata nya indah. Dimana ayahnya?" Salah satunya bertanya.
Yang ditanya menoleh dan tersenyum. Kemudian menunjuk keluar, ke arah pemanggang di taman. Menunjukkan banyaknya laki-laki yang tengah mengobrol ringan sambil memanggang steak.
"Ahh ternyata disana, apa kalian sudah memberi nama untuk bayi ini?" Salah satunya kembali bertanya.
Pertanyaan itu membuat ibu Baylor sedikit terdiam, kemudian hening sedikit melanda, lalu wanita yang melahirkan bayi itu perlahan tersenyum.
"Yea, kami menamainya.."
"Baylor Smith."
Ketiga wanita itu terkesiap dan kembali heboh, "nama yang bagus sekali"
"Benar, pantas sekali untuk bayi tampan ini." Kemudian wanita berbaju coklat kembali menghampiri Baylor kecil dan membubuhkan ciuman lembut di pipinya.
Setelah mereka puas untuk bercengkrama, ayah dari Baylor pun memulai acara kecil mereka.
Para wanita dan anak-anak mulai memenuhi taman belakang dimana banyak makanan disana. Suasana hangat tercipta disana, apalagi keluarga besar mereka berkumpul untuk menghadiri pesta kecil itu.
Ibu Baylor sibuk menggendong anaknya yang tertidur pulas di tangan, paman dari Baylor menoleh. Kemudian memerhatikan wanita itu yang tengah tersenyum sambil melihat keponakan nya yang tengah bermain di taman.
Paman Baylor kemudian menghampiri keponakan nya, perawakan tinggi menyeramkan sudah melekat pada pria itu sejak lama.
Menggunakan kaos hitam, wajah yang brewokan, serta alis yang tebal. Membuatnya sering di cap sebagai pria yang menyeramkan. Padahal dirinya sangat menyayangi adik dan keponakan nya yang baru lahir.
"Hey.."
Suara bariton itu mengalun, membuat perempuan yang tengah menggendong bayi itu sedikit terkesiap. Lalu, ia menoleh. Ternyata itu kakaknya, mendekat sambil memegang pundaknya yang tengah menatap anak-anak sedang bermain di taman.
"Memikirkan apa?" Lanjut pria itu sambil mengelus pundak adiknya.
Ibu Baylor tersnyum sambil menunduk, lalu menoleh ke arah kakaknya. Menampilkan senyum terbaiknya walaupun wajahnya masih sedikit pucat pasca melahirkan.
"Tidak ada.. aku tidak memikirkan apa-apa," ujarnya.
Dirinya menunduk dan menimang Baylor dengan lembut. Sesekali mengusap dahi anak itu yang tertidur pulas.
Kakak dari ibu baylor mengerutkan alisnya, "kau tidak merasa janggal dengan suami mu?" Bisiknya.
Senyum dari wanita itu perlahan luntur, walaupun tangannya tetap mengelus dahi bayi nya yang tengah tertidur. Lidahnya terasa kelu untuk membalas perkataan dari kakaknya, bahkan pertanyaan dari kakaknya terasa seperti angin lalu baginya.
Pria itu menangkap gelagat dari adiknya, dirinya menghela nafas. Kemudian menoleh dan menatap ayah Baylor yang sedang sibuk bercengkrama dengan keluarganya.
"Jangan menutupi apapun.."
Bisikan dengan nada rendah itu membuat usapan di dahi Baylor berhenti. Suasana diantara mereka berdua terlihat mencengkam. Apalagi wanita itu sangat menghindari pemikiran buruk tentang pernikahannya akhir-akhir ini, sampai ia berhasil untuk melahirkan bayi nya. Dirinya menahan diri agar tidak berprasangka buruk akan pernikahan nya yang sekarang.
Apalagi dirinya tau, jika ayah Baylor tengah berada di ambang kejayaan nya. Memiliki harta yang bergelimang, memiliki banyak cabang, memiliki segalanya.
Dan jangan sampai, memiliki wanita lain.
"Ini masih kemungkinan, tapi ku rasa. Ada beberapa pria yang memang tidak cukup untuk satu wanita–," paman dari baylor menarik nafas, kemudian menghembuskannya dengan lembut sebelum melanjutkan kalimatnya.
"– dan mereka tidak pantas disebut pria." Lanjutnya.
Kerutan di dahi pria itu tercetak jelas.
Apalagi dengan tatapan tajamnya mengunci ke arah ayah Baylor yang tersenyum dan bercengkrama.
Ibu Baylor ikut menatap suaminya dengan raut pucat dan khawatir. Kedua alisnya terpaut naik, dirinya ikut ragu sendiri dan Denial tentang perasaan dan keutuhan penikahannya.
Ibu Baylor menoleh ke arah kakaknya, "aku tidak.." dirinya menjeda kalimatnya.
"Aku tidak menutupi apapun, aku memang mengakui jika Smith mempunyai kemungkinan untuk melakukan itu, tapi–," perlahan wanita itu menunduk.
Menatap bayi ditangannya yang sibuk tertidur pulas, bahkan pestanya seketika rusak hanya karena prasangka yang belum pasti.
"Tapi aku harus apa.." bisiknya di akhir kalimat.
Pria disampingnya menangkap bisikan parau dari adiknya, kemudian ia menepuk pundak wanita itu.
"Demi Baylor, lakukan hal yang menurut mu bagus." Kemudian tangan itu menangkap dagu wanita itu.
Dipaksa menoleh agar mereka menatap satu sama lain.
"Dengar, aku kakak mu. Tidak ku biarkan sesuatu terjadi nanti, untuk mu, ataupun untuk baylor.." pandangan nya kemudian jatuh ke arah bayi laki-laki itu.
Ibu Baylor yang mendengar perkataan dari kakaknya seketika terenyuh, ikut menoleh ke arah Baylor lalu kembali mendongak dan menatap kakaknya.
Kemudian dirinya memberanikan diri untuk memeluk sang kakak. Menyembunyikan kerisauan yang tengah ia Landa, sakit sekali rasanya. Jika dirinya selalu menahan-nahan diri untuk tidak memikirkan suaminya yang mempunyai madu lain diluar sana.
Demi tuhan dia tidak sanggup, apalagi di keadaan dirinya hamil besar kemarin. Sang suami terlalu sering diluar, terlalu sering membohonginya. Bahkan sekertaris dan bawahannya tak satupun ingin membuka mulut hanya untuk sekedar memberi bukti lain, selain bukti check in hotel yang ia miliki.
Kemudian ia melepaskan dekapan dari kakaknya, keduanya berusaha menguatkan diri satu sama lain.
Ayah Baylor menoleh ke arah istrinya yang tengah menggendong Baylor, kemudian mengerutkan keningnya saat melihat istrinya sedang berpelukan dengan kakaknya, ini terlalu intim.
Smith mengerutkan dahi nya, perlakuan istrinya pada kakaknya terlalu aneh.
Kenapa istrinya selalu menempel pada kakaknya? Apakah dirinya terlalu kurang untuk istrinya?
Smith memutuskan untuk mundur saat yang lain tengah sibuk memanggang daging dan sebagainya. Hatinya terasa gundah, kedekatan sang istri dan kakaknya selalu berhasil menumbuhkan api cemburu pada dirinya.
Smith berjalan ke arah mereka berdua, apalagi raut wajahnya yang berusaha ia netralkan.
Langkah kaki lebar mendekati keduanya, istri dan saudara iparnya menangkap langkah dari Baylor. Lalu, keduanya melepaskan pelukan satu sama lain.
Smith menangkap raut wajah dari istrinya yang sedikit terkesiap.
"Jihan, ada apa ini?" Smith kemudian sedikit mengambil tempat, membuat Theodore sang paman dari Baylor sedikit mundur karena dorongan dari pria itu.
"Kenapa?" Tanya nya dengan khawatir.
Smith menangkup wajah istrinya dengan lembut, mengusap pipi kemerahan dari wanita itu dengan halus.
Kemudian istrinya menatap bingung ke arah Smith, kemudian melirik kakaknya.
Smith berpaling dan menatap kakak iparnya, "ada apa dengan dia?" Pertanyaan itu dilayangkan dengan nada ketus.
Kakaknya menangkap nada tak bersahabat dari adik iparnya, pria itu menggeram untuk sesaat kemudian menaikan kedua bahu nya.
"Perhatikan istrimu dengan baik." Desisnya.
Kemudian tanpa basa-basi meninggalkan keduanya dengan langkah lebar, punggung dari pria itu menjauh dan menghilang di balik pintu.
Keduanya yang memperhatikan kemudian memutuskan pandangan, Smith masih menangkup wajah istrinya kembali bertanya dengan lembut.
"Wajah kamu pucat, darl. Ada apa?" Dahi Smith mengerut.
Jihan yang menangkap raut suaminya hanya berdeham tipis dan memundurkan wajah, menunduk dan kembali menimang Baylor dengan lembut.
Jihan menggeleng, "tidak ada. Ini hanya baby blues ku.." ujarnya.
Smith kemudian menarik diri, berdiri tegap sambil menatap istri dan bayi nya bergantian.
"Jangan dipaksakan untuk mengurus Baylor, kalau memang masih belum di keadaan yang bagus darl." Ucapan tegas pria itu melayang sambil memegang bahu istrinya.
Jihan mendongak dan menatap suaminya, kemudian ia tersenyum tipis sambil mengangguk.
"Tentu,"
Gundah, itu yang sekarang Jihan rasakan.
.
.
.