Jihan memandang sendu ke arah Baylor yang tengah tertidur pulas, bayi laki-laki itu tampak tidak mengindahkan ibu nya yang tengah menatap dirinya dan sesekali mengusap lembut tangan mungil miliknya.
Jihan menghela nafas lelah, setelah pesta usai, semuanya berjalan dengan baik. Termasuk banyak sekali kejutan dan ucapan yang dilayangkan para tamu untuk kebahagiaan Baylor serta keluarga kecilnya.
Semua tak luput dari pantauan dirinya, termasuk suaminya sendiri. Disana, Smith terlihat biasa-biasa saja, tetap bercengkerama dan bercanda ringan terhadap tamu lainnya.
Walaupun Jihan tau, jika suaminya memendam sesuatu dibalik semua ini.
Jihan mendekat ke arah Baylor, perlahan dirinya mengambil tempat disamping bayi kecilnya itu. Kemudian mulai menarik selimut, membiarkan keduanya terbenam di selantaran kain tebal dan mahal itu.
Jihan berbalik posisi, tidur menyamping sembari menatap anaknya yang tertidur pulas. Bahkan dirinya tak henti-hentinya mengagumi ketampanan anaknya yang terlihat sejak ia lahir. Walaupun dirinya melihat beberapa kali bayang-bayang suaminya yang melekat penuh terhadap Baylor.
Mulai dari mata, bibir, beberapa tanda lahir dan juga kebiasaan Baylor yang tenang, persis seperti milik suaminya.
Perlahan Jihan mendekat dan mencium pipi bayinya dengan lembut. Tidak dilepas, justru ia semakin membenamkan hidungnya dan mencium pipi mungil itu dengan dalam. Menghirup aroma bayi yang menguar begitu pekat, cukup untuk menghilangkan seluruh gundah yang ia miliki.
Baylor, memang obat yang tepat untuk dirinya.
"baik-baik ya sayang.. anak pintar," bisiknya dengan lembut, tepat ditelinga bayi miliknya.
Pipi kemerahan Baylor membuat Jihan semakin gemas, kembali diciumnya pipi itu sampai puas. Kecupan demi kecupan ia layangkan untuk bayi semata wayangnya.
Dirasa ia sudah puas, Jihan perlahan tertidur sambil memeluk lembut badan bayi mungil disamping nya.
Memejamkan mata, dan mulai terlelap. Membiarkan sepasang mata elang milik Smith, merekam seluruh kegiatan yang ia lakukan sedari tadi.
.
.
.
Smith menghela nafas, setelah pesta usai. Dirinya menapakkan kaki dan pergi begitu saja, membiarkan para bawahannya untuk mengurus segala keperluan dan membenahi bekas acara tadi.
Dirinya memilih untuk membersihkan diri di kamar yang berbeda dari yang ditempati Jihan dan Baylor.
Entah kenapa dirinya masih cemburu terhadap Jihan dan kakaknya, ia rasa Jihan terlalu kurang ajar.
Jihan terlalu mendengarkan kakaknya, Jihan terlalu larut pada perkataan keluarganya. Sampai dirinya terasa di abaikan, siapa suaminya disini? Kenapa Jihan seolah-olah membuatnya terlihat sebagai figuran diantara keluarga yang ia miliki.
Disini, ialah yang berperan sebagai suami jihan.
Bukan kakaknya.
Smith memasuki kamar mandi mewah miliknya, memilih untuk membersihkan diri untuk beberapa menit. Walaupun dirinya berusaha untuk melupakan apa yang Jihan lakukan dan juga kakaknya, tetapi ia rasa semua yang Jihan lakukan membuat dirinya menjadi gila.
Smith bukanlah tipe pria yang mudah memikirkan hal yang tidak penting, dirinya adalah pria yang ambisius, tegas, dan juga perfeksionis. Doktrin yang diturunkan oleh ayahnya berhasil mendidik Smith, sebagai laki-laki yang tangguh dan bertanggung jawab.
Meskipun pernikahannya dengan Jihan adalah perjodohan bisnis, tetapi dirinya berhasil untuk mendapatkan hati wanita itu.
Karena ia tau, yang penting disini bukanlah cinta.
Tetapi, masa depan.
Jika dirinya dan Jihan bersatu agar masa depan keduanya cerah, kenapa dirinya harus mendramatisir dan menolak? Smith adalah tipe pria yang begitu.
Tapi, kenapa Jihan harus berperingai seperti ini terhadapnya?
Banyak sekali tanda tanya memenuhi relung pikirannya, sampai Smith keluar dari kamar mandi dengan keadaan rambut yang basah.
Pikirannya hanya ada Jihan saja.
"Hargghh.. rumit." Smith keluar dengan handuk melilit bagian bawah tubuhnya.
Dirinya menggeram sambil mengusak rambutnya dengan asal. Kemudian ia berkacak pinggang sambil menatap ke arah bawah, sibuk memikirkan istrinya dan berusaha mengenyahkan pemikiran buruk tentang jalinan antara Jihan dan kakaknya.
"Smith bodoh, tidak mungkin istrimu mendua dengan kakaknya sendiri. Berhentilah melamun!"
Plak
Smith menampar pipinya dengan kasar, hingga cetakan merah terlihat diantara tulang pipi dan garis rahangnya. Terasa berdenyut dan panas, tapi Smith rasa cocok agar dirinya segera sadar akan situasi yang ia alami sekarang.
Seperti tidak logis jika dirinya mencemburui istri dan kakak iparnya hanya karena mereka berdua terlihat dekat.
Tapi, untuk kejadian tadi. Rasanya hati Smith sangat gundah.
"Ada apa dengan ku.." bisiknya parau.
Matanya perlahan memandang sendu ke arah bawah, dirinya berdecak sebal dan mengusap wajahnya dengan kasar. Memilih untuk mendekat ke arah lemari dan memilih pakaian yang tepat untuk ia kenakan malam ini.
Dirinya juga ingin menghabiskan waktu dengan putranya, walaupun ia tahu jika putranya adalah bayi yang suka mengantuk.
Smith selesai memakai pakaiannya, piyama hitam khas miliknya dengan aroma parfum lembut melumuri badannya.
Smith berjalan malas-malasan, mendekati nakas disamping tempat tidurnya. Mengambil benda pipih besar bewarna hitam itu.
Smith duduk di pinggir kasur miliknya, membuka tablet itu dan sibuk memantau banyak hal. Termasuk beberapa grafik yang terlihat naik dan turun.
Smith menghela nafas, kemudian memijat pelipisnya. Dirinya rasa ia butuh untuk menghirup aroma bayi milik Baylor.
.
.
.
Smith memutuskan untuk keluar kamar, dirinya segera menaruh tablet mahal itu dan segera keluar dari kamar huniannya. Melenggang pergi, menuju kamar bayi milik Baylor.
Smith rasa setiap langkah kaki yang ia ayunkan terasa ringan, dirinya semakin merindukan dekapan dari bayi mungil itu.
Segera di ingatnya bagaimana haru biru dirinya menggendong Baylor, bahkan tak sadar menangis. Apalagi membayangkan pertama kali ia menggendong putranya, membuat semangatnya semakin membuncah.
Bahkan Smith tak sadar untuk menambah kecepatan langkah kaki miliknya, menuju kamar putra tercintanya.
Smith berdiri dengan lengkungan senyum kecil, kemudian memutar kenop pintu dan berupaya masuk.
Belum selangkah ia masuk, dirinya menangkap Jihan yang tengah duduk disamping baylor. Menatap bayi itu dengan tatapan yang berarti. Hingga tak berselang lama, Jihan mengambil tempat disamping bayi nya. Ikut tertidur dengan posisi menyamping, sembari memeluk bayi laki-laki yang tengah tertidur pulas itu.
Smith terdiam, wajahnya terlihat datar saat melihat Baylor dan Jihan tidur berdua.
Perasaan nya terasa campur aduk, dirinya susah memutuskan untuk masuk ke dalam atau tetap tidur diluar.
"Hahh.." Smith menghela nafas lembut.
Dirinya memutuskan masuk, mendorong pintu itu. Kemudian berbalik dan menutupnya. Smith menoleh ke belakang, menatap Jihan yang entah sudah tertidur pulas atau hanya berpura-pura saja.
Smith perlahan mendekat, mengambil posisi tidur di sisi yang lain, ikut memenuhi tempat kosong di samping bayi lucu itu.
Jihan yang menyadari jika kasur perlahan bergoyang, mulai membuka mata. Dilihatnya Smith yang memejamkan mata sambil mengelus tangan kecil milik Baylor.
"Darimana?" Pertanyaan spontan itu keluar.
Membuat Jihan berkedip tipis saat menyadari perkataannya sendiri. Smith masih setia untuk memejamkan matanya, Jihan yang memandangi wajah suaminya yang terlihat tidak ada tanggapan. Lebih memilih untuk ikut memejamkan mata.
Belum sempat Jihan tertidur, Smith membalas perkataan nya.
"Dari kamar sebelah, membersihkan diri," ujarnya dengan nada rendah.
Jihan terkesiap, membuka mata dan melirik ke arah Smith yang masih memejamkan mata.
Smith melanjutkan perkataannya, "kalian membahas apa tadi?" Dengan perlahan matanya terbuka, menatap Jihan dengan pandangan sayu.
Jihan menangkap pandangan itu, kemudian mengerutkan dahinya tipis.
"Dengan.. siapa?" Tanya nya.
Smith mendekat ke arah Baylor, mencium sekilas pipi anak itu dengan lembut. Sambil mencium pipi bayi nya, Baylor melirik dengan ekor matanya.
"Kakak mu." Tekannya sambil memeluk Baylor dari samping.
Jihan terdiam sesaat, masih dengan memandang Smith dan berbagai macam tingkah nya.
"Tidak ada," singkat Jihan.
Smith mengerutkan dahinya, menghentikan kegiatan mencium anaknya dan menoleh ke arah istrinya.
"Aku tau, kalian membahas sesuatu tadi. Tidak ingin bercerita?" Tanya Smith.
Laki-laki itu bukanlah tipe pria yang pemaksa, lebih ke penawaran yang licik.
Jihan menggeleng.
Smith yang menangkap respon Jihan hanya mengangguk, "baiklah.. itu pilihan mu," Ujarnya.
Jihan merenung untuk waktu yang lama, dirinya bimbang untuk menanyakan hal yang terdengar sensitif antara dirinya dan suaminya.
Apakah dirinya harus menanyakan itu sekarang?
.
.
.