Setelah pertemuan Jihan dan Carol di taman, Jihan memutuskan untuk pergi ke salah satu toko roti terdekat. Hendak membeli beberapa camilan rumah, karena supermarket terlihat jauh dari posisinya sekarang.
Jihan mendorong kereta bayi miliknya, bewarna biru metalik yang terlihat sangat mengkilap ketika cahaya matahari terpapar ke arah.
Jihan menyebrangi zebra cross dengan santai, mendorong kereta bayi nya dengan santai ke tempat seberang. Dimana tempat toko roti itu berada.
Jihan mendekat dan membuka pintu toko itu dengan perlahan.
Cling!
Lonceng kecil di atas pintu itu berbunyi, aroma semerbak dari pemanggang roti memenuhi seluruh relung Indra penciumannya. Jihan perlahan tersenyum, rasanya mood nya perlahan naik saat dirinya mencium aroma roti panggang ini.
"Hey Jihan!" Teriakan pelan itu terdengar.
Jihan menoleh dan mendapati seorang karyawan yang berlumuran tepung tengah tersenyum dan mendekat ke arah nya. Jessica, wanita mungil berkulit sawo matang itu mendekat. Senyum nya sangat manis dengan rambut keriting yang di ikat. Jihan ikut berteriak kecil dan memeluk Jessica dengan erat.
"Hey! Astaga, lama sekali tidak bertemu." Jihan memeluk Jessica dengan erat, kemudian pelukan itu dilepas dengan perlahan.
Jessica menatap Jihan dengan senyum manisnya, "oh astaga! Maaf, aku lupa kalau masih memakai apron bekas memanggang kue." Jessica dengan terburu-buru membersihkan beberapa noda tepung di bajunya.
Kemudian saat ia menunduk dan sibuk menepuk apron nya, pandangannya jatuh ke arah kereta bayi berisi bayi laki-laki yang tengah menghisap pacifier miliknya.
"Astaga! Bayi!" Jessica memekik lucu.
Kemudian Jessica menunduk, merendahkan badan sehingga ia bisa leluasa memandang Baylor yang tertidur dengan pulas. Mata Jessica berbinar dan sesekali mengelus pipi buntal anak itu yang tengah terlelap dengan punggung tangan. Jessica mendongak ke arah Jihan.
"Astaga! Dia sudah besar sekali, terakhir aku melihatnya saat di rumah sakit. Kenapa sekarang dia mudah besar ya?" Tanya Jessica dengan antusias.
Jihan tertawa anggun, kemudian ia menepuk pundak Jessica yang terlihat semakin terhipnotis dengan Baylor yang tengah tertidur.
"Aku butuh beberapa potong roti untuk kudapan ringan, mood ku akhir-akhir terasa anjlok." Jihan berbicara sambil mengelus dahinya di akhir kalimat.
Jessica menegakkan badannya, kemudian menyimak perkataan Jihan.
"Kalau begitu sebentar, mood swing untuk ibu pasca melahirkan agak mengerikan ya," goda Jessica.
Kemudian Jihan tertawa sambil menggeleng, Jessica pergi menuju dapur belakang. Sementara, Jihan berkunjung dan melihat-lihat seisi rak yang penuh dengan berbagai macam roti, termasuk etalase kaca yang berisi kue dengan lampu yang menyala dan menghangat roti dan kue tersebut.
Jihan berjalan-jalan sambil mendorong kereta bayi nya, sesaat kemudian ia berhenti dan memilih beberapa roti sesukanya.
Cling!
Suara dentingan bel dari pintu berbunyi, toko roti disana tidak terlalu ramai. Jadi, bunyi bel yang terdengar cukup menggangu Jihan. Dengan ekor matanya, ia melirik salah seorang pelanggan berbaju merah ketat, dan rambut tergerai panjang bewarna oranye. Mata Jihan menatap dan memindai postur wanita itu yang tengah membelakanginya.
Berbeda dengan Jihan, wanita itu terlihat langsung menghampiri kasir dan memesan beberapa roti disana.
Jihan mengedikkan kedua bahunya, dan kembali sibuk memilih roti yang ia inginkan. Sampai pada, ia telah mengambil sekitar sepuluh roti di keranjang yang telah disediakan disana. Jihan perlahan mendekat ke kasir sembari mendorong kereta bayi miliknya.
"Ahh ya, dengan satu lava cake juga ya. Tapi yang rasa coklat," samar-samar di pendengaran Jihan, terdengar suara wanita itu.
Sebelum Jihan berhenti di belakang wanita itu, dengan tiba-tiba wanita itu berbalik pergi. Sampai ekor mata keduanya menyatu, saling menatap satu sama lain. Ada getaran aneh yang Jihan dapatkan saat menatap mata abu-abu wanita itu, begitupun sebaliknya. Yang ditatap dengan tiba-tiba membulatkan matanya, lalu. Sedetik kemudian ia segera pergi dengan sedikit tergesa.
Jihan masih mengawasi setiap langkah wanita itu hingga siluetnya pergi dan hilang dari pandangannya. Entah kenapa perasannya tiba-tiba membuncah, ada hal janggal yang ia rasakan. Seperti, wanita itu adalah suatu hal yang akan ia rasakan kedepannya.
"Ingin menambah yang lain lagi, bu?" Perkataan sang kasir menarik kesadaran Jihan dengan kasar.
Membuatnya sedikit terperanjat dan menoleh ke arah kasir.
"Ahh maaf, apa saya mengagetkan anda?" Pegawai kasir laki-laki itu berbicara dengan tidak enak hati.
Jihan mengelus dadanya lalu menggeleng, "tidak ada, maaf ya tadi aku melamun. Sebelumnya, ada kue yang ingin diberikan Jessica-"
Belum perkataannya habis, Jessica segera memunculkan diri sembari membawa satu lava cake kesukaan suaminya.
"Nahh! Ini salah satu kue istimewa yang resepnya selalu ku ingat." Jessica tersenyum sambil membawa kue itu dengan hati-hati.
Jihan tersenyum hangat, teman-teman di dekatnya memang tidak ada yang tidak bisa membuatnya terlihat special. Apalagi Jessica, kue yang selalu ia pesan saat berpacaran dengan Smith, masih di ingat olehnya.
"Astaga, jangan repot-repot Jessica," ujar Jihan.
Jessica menggeleng, "ini salah satu stok lava cake yang aku buat untuk toko. Dan beberapa toping kesukaan yang selalu kalian pesan dulu, sudah aku tambahkan disini. Kau tau? Aku sendiri yang menghiasnya," bisik jessica di akhir kalimat.
Tawa Jihan pecah, kemudian ia segera mengangguk dan menatap ke arah kasir didepannya.
"Dengan kue ini juga, aku pesan sepuluh roti dan satu kue. Berikan semua totalnya,"
Laki-laki itu mengangguk dan segera melakukan transaksi pembayaran dengan Jihan. Seluruh roti dan kue telah di bungkus, ketika Jihan selesai bertransaksi.
Setelah ia membayar dan hendak pergi, Jessica ikut mengantarkan Jihan hingga ke depan toko. Keduanya sedikit berbincang hangat di bawah pohon yang tak jauh dari tempat pemberhentian bus.
"Apa kau akan menaiki bus?" Tanya Jessica.
Jihan menoleh, kemudian menunduk dan menatap jam tangannya. Sepertinya, ini belum lewat dari jam makan siang suaminya. Kemudian ia menggeleng.
"Bus sepertinya kurang aman untuk bayi, aku akan memilih taksi saja." Jihan kemudian merogoh kantong baju nya dan segera mengambil ponsel.
Memesan taksi online di depan toko roti milik temannya.
"Bagaimana dengan suami mu? Semuanya baik?" Tanya Jessica.
Jihan terdiam beberapa saat dengan posisi masih memegang ponselnya. Kemudian ia menoleh ke arah Jessica dan memasang senyum termanisnya.
"Semuanya baik-baik saja, tidak ada yang aneh. Setelah bayiku lahir, dia semakin protektif saja,"
Jihan tertawa sumbang. Jessica yang tidak menaruh curiga sedikitpun, segera ikut tertawa.
"Bagus sekali, kau beruntung karena sudah menikah dengan pria sempurna seperti Smith. Doa kan agar aku menyusul juga ya." Ujar Jessica sambil menyenggol Jihan.
Jihan tertawa, kemudian mengangguk.
"Aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu Jessica, bicara denganku misal ada hal yang tidak beres. Oke?"
Bertepatan dengan itu, taksi yang Jihan pesan telah datang. Membuat percakapan mereka harus terputus. Mobil bewarna kuning itu mendekat, dan supir taksi itu menurunkan kaca jendela mobilnya.
"Baiklah, aku duluan dulu ya?" Ujar Jihan.
Supir taksi itu turun, berjalan memutari mobil dan membuka bagasi belakang. Jihan menggendong Baylor, dan membiarkan kereta bayi itu di lipat dan dimasukkan ke dalam mobil.
"Aku duluan ya!" Pamit Jihan sambil masuk ke dalam mobil.
"Iya! Hati-hati," balas Jessica.
Kemudian mobil berjalan pergi, meninggalkan lokasi toko roti milik temannya. Dengan Jessica yang melambai, mengantar kepergian mereka.
.
.
.
Dalam keheningan mobil, Jihan menatap kosong ke arah samping. Memikirkan, siapa wanita yang baru ia temui? Kenapa wanita itu terlihat seperti tergesa-gesa dan takut padanya.