~☆~
Meylie beranjak, setelah dirasa jika dirinya cukup lama disini, ia memutuskan untuk pergi. Memilih mendekat ke arah kasir dan membayar pesanannya, mengambil kembalian dengan ramah dan berlalu dari cafe itu.
Kling
Meylie keluar, sekarang benar-benar sudah beranjak malam. Dirinya tengah bingung memutuskan untuk pergi kemana lagi.
Sayangnya ia tidak membawa kendaraan, setelah dirasa ia cukup lama berdiri dan berfikir. Meylie memutuskan untuk memesan tumpangan secara online.
"Ugh.. kenapa dirasa semakin dingin ya." Ujarnya.
Meylie mengeratkan coatnya, berdiri disalah satu halte terdekat. Menunggu dengan sabar, dan tanpa dirasa surai madunya terombang-ambing. Kepalanya menengok kesana-kemari, berusaha mengenali atensi kendaraan yang dipesannya.
Sebuah notifikasi muncul di bar handphonenya, ia kembali bertukar pesan dengan teman kesayangannya. Dapat dilihat jika sahabatnya mengirim sebuah foto selca lucu dengan jempol yang terpampang.
Menandakan jika pekerjaannya telah selesai.
Meylie tertawa kecil, "Dia lucu sekali," gumamnya.
Tin..tin..
Tak berselang lama, mobil pesanannya datang. Mendengar klakson tipis, ia menoleh dan mendekat.
Cklek
Blam
Meylie masuk ke dalam mobil tumpangannya, dan mobil itu segera melaju meninggalkan tempat awalnya.
.
.
.
Sepanjang perjalanan, Meylie menikmati suasananya. Beruntung mobil ini memakai pengharum berbau bunga, jadi dirinya merasa hangat dan tenang sekarang.
"Kita akan pergi kemana, nona?" Pria paruh baya didepannya bertanya.
Dengan seragam khasnya, ia menyetir dengan handal. Pertengahan jalan kota benar-benar menarik. Ramai sekali dan penuh dengan warna, banyak gedung pencakar langit yang mulai menghidupkan lampu terangnya.
Ataupun dengan beberapa cafe dan toko-toko lain yang mulai menghidupkan penerang. Meylie menoleh.
"Ke arah jalan, barat daya. Area 009 Cendana berlian. Di arah perumahan resident, sedikit maju." Meylie melanjutkan sambil membuka ponselnya.
"Setelah itu langsung ke apartemen teman saya saja, pak." Ujarnya sembari tersenyum.
Pria itu mengangguk mengerti, "baiklah. Akan segera sampai," ucapnya.
Mobil itu kembali melaju membelah kota, Meylie memilih menyumpal telinganya dengan earphone kesayangannya. Memilih memutar lagu favoritnya dengan salah satu lirik berisi, 'i love you'.
Membuat Meylie lagi-lagi teringat akan kekasihnya, "ck astaga." Meylie mengeluh lembut.
Dirinya mengangkat sebelah tangan dan memijat pelipisnya yang berdenyut, lama-lama ia semakin muak jika hanya ada Baylor didalam otaknya.
Bagaimana pun dirinya harus mengerti tentang lelaki itu, bukannya memaksa Baylor untuk selalu ada disisinya. Meylie tidak boleh serakah.
Wanita itu menghembuskan nafas, menghempaskan pandangan pada hamparan kota dengan hiruk-pikuk ramainya pengunjung yang berlalu-lalang.
Sekarang orang-orang tengah mengincar makanan hangat, bagaimana pun suhu kota sekarang sedang rendah. Jadi, terlihat maklum malam itu semakin ramai. hari sudah menjelang malam. Meylie ingin merasakan ketenangan didalam kendaraan, dengan terpaan lembut dari pendingin mobil yang ditumpanginya.
Mobil itu berhenti pada lampu merah, Meylie menatap lurus kedepan dengan datar.
Sang supir menangkap atensinya, melirik wanita itu dari kaca, "ada masalah nona?" Tanyanya berbasa-basi.
Meylie tersentak, kemudian menoleh dan berkedip beberapa kali, "eh? ahh.. tidak ada, hanya saja. Ada yang menggangu pikiran akhir-akhir ini." Ucap Meylie dengan lembut, sembari memijit pelipisnya.
Supir itu mengangguk, "nona masih terlalu muda untuk memikirkan hal berat nona. Cobalah untuk meminum teh hijau pulang ini, itu pilihan yang bagus," supir itu berujar.
Meylie tersenyum lembut, "terimakasih banyak atas sarannya, akan saya coba."
Kalimat itu terputus, berbarengan dengan lampu yang telah berganti. Pria paruh baya itu melajukan mobilnya dengan hati-hati.
"Hari ini memasuki musim baru, apa nona ada rencana untuk melakukan sesuatu?" Supir itu berusaha mencairkan suasana kembali.
Kumis tipisnya bergerak naik turun, seirama dengan bibirnya yang berbicara. Meylie melirik wajah ramah dari pria itu.
Meylie tertawa kecil, "yea.. awalnya saya memiliki rencana untuk pergi ke perpustakaan tua di kota ini." Meylie menjeda kalimatnya.
Kemudian ia menunduk dan memutar-mutar ponsel ditanganinya, "tetapi kekasih saya sedang sibuk. Mungkin ini akan menjadi rencana yang gagal." Meylie tersenyum hambar.
Pria itu menangkap raut sedih dari wajahnya, "jangan bersedih hati nona. Mungkin kekasih nona punya kesibukan yang tidak bisa ditinggal."
Mobil itu berjalan memutar, memasuki kawasan dengan Border besar terpampang. Kemudian beberapa gedung apartemen menjulang tinggi, mobil itu memasuki kawasan dengan hati-hati.
Meylie mengangguk, "mungkin iya.. harusnya saya mengerti," bisiknya lirih.
Supir itu melirik sekilas, "nona ingin kemana sekarang? Apa ini rumah kekasihnya?"
Meylie menoleh, kemudian terdiam sesaat dan tersenyum. ia menggelengkan kepalanya, "bukan. Ini apartemen sahabat saya."
"Tepat disana." Meylie berujar sembari menunjuk ke salah satu apartemen dengan mobil biru didalamnya.
"Mobil biru itu?" Tanya si supir.
Meylie mengangguk, "iya disana. Saya berhenti disana ya pak," ujarnya.
"Baiklah."
Mobil itu melaju mendekat, sesaat setelahnya berhenti tepat di depan apartemen sahabatnya. Meylie langsung turun dari mobil yang ditumpanginya.
Menunduk pada kaca yang terbuka dan membayar pesanannya, sedikit berbasa-basi lalu membiarkan mobil itu berputar dan pergi.
Meylie membalikkan badannya, mendongak dan menatap apartemen sahabatnya yang terlihat tinggi.
Meylie berdecak, "dia diam-diam malah menyewa apartemen mahal. Omongannya saja yang selalu tidak punya uang." Cecarnya.
Berjalan masuk Meylie menghela nafas, jika dipikir-pikir memang dirinya dan Baylor ingin mengunjungi perpustakaan kota yang tua.
Dirinya jadi teringat dimana mereka merencanakan kegiatan liburan yang menjadi pilihan kali ini, Meylie menghembuskan nafas.
.
.
.
- flashback -
Waktu itu menunjukkan pukul 12 siang. Meylie tengah menidurkan dirinya di atas ranjang empuk milik kekasihnya. Memainkan ponsel dengan lihai, mengabaikan atensi didepannya.
Baylor menatap Meylie dengan datar. Membiarkan wanita itu yang bermain ponsel dengan diam, dirinya merasa diabaikan.
Baylor berdecak, "mau sampai kapan main ponsel begitu?" Sindirnya.
Baylor sesekali menarik rambut panjang wanita itu, Meylie berdecak marah.
"Ck, jangan ganggu! Aku sedang mengabari temanku." Meylie melempar tatapan sinis.
Sedangkan si pria yang menyender di kepala ranjang hanya menatap datar, "yasudah." Sungutnya.
Kemudian ia memundurkan posisi dan ikut memalingkan wajah, Meylie yang menatap hal itu hanya terkekeh renyah. Kekasihnya terlihat seperti bayi yang tengah merajuk.
"Hey, jangan merajuk begitu. Terlihat jelek sekali, jelek jelek jelek." Pancing Meylie sembari mendekat.
Baylor menepis tangan Meylie yang menyentuh pundaknya, "jangan pegang-pegang." Suaranya terdengar, semakin lucu saat suara bass itu terendam bantal didepannya.
Meylie tersenyum hangat, kemudian sebelah tangannya merangkul pundak pria itu. Memeluk kekasihnya dari belakang, menumpukan dagunya pada pundak pria itu yang tengah merajuk seperti anak kecil.
"Jangan marah begitu.. tadi benar-benar sedang sibuk untuk bantu teman, dia sedang ada projek di sebuah yayasan. Kau lupa dia ikut organisasi?" Ujar Meylie.
Meylie mengusap rambut pria itu dengan sayang, sedangkan sang empu hanya diam tanpa memiliki minat membahas perkara itu.
Meylie tersenyum maklum, "sebentar lagi libur musim gugur. Ada rencana kemana, berdua?" Tanyanya dengan lembut.
Baylor terlihat sedikit tertarik, tetapi karena gengsi. Baylor memilih diam tanpa membalas pertanyaan Meylie.
Wanita itu berdecak, "sudah jangan marah, bayi." Bujuknya.
Sesekali mendekat dan mencium pipi tirus pria itu, Meylie mengusap pipi Baylor. Persis seperti ibu yang memanjakan anaknya.
Baylor menoleh, menatap Meylie dengan bibir yang mengerucut. Sedangkan wanita itu terkekeh lembut.
"Kenapa hm? Ingin kemana?" Tanyanya lagi, tangannya tak berhenti untuk mengusap dan menyingkap Surai tebal pria itu.
Memasukkan jari jemarinya pada helaian tebal rambut kekasihnya, salah satu kesukaan Meylie dari banyaknya hobi favoritnya.
Baylor diam sejenak sebelum menyaut, "mau ke perpustakaan lama di kota. Disana ada pameran buku-buku tua, ingin baca salah satu buku immortal disana." Baylor berujar sambil memainkan kancing baju kekasihnya.
Meylie sedikit terdiam dan mencerna, "di bagian pusat kota? Perpustakaan itu masih ramai?" Tanyanya dengan kerutan di wajah.
Baylor mengangguk lucu, "disana banyak buku yang bagus. Dari kecil suka baca disana," ucapnya seperti anak kecil.
Meylie tertawa, "iya baiklah, ayo kesana. Tapi bayi harus tidur dulu, ya? Tidur siang." Bujuknya lagi.
Baylor yang terlihat mengantuk tidak sanggup melawan, kemudian hanya mengangguk kecil.
Meylie tersenyum lembut, "good boy. Let's sleep baby, i'll give u a warm hug." Ucap Meylie dengan lembut.
Kemudian menarik Baylor ke pelukannya.
- flashback end -
.
.
.
Meylie tersenyum hambar, perpustakaan pusat kota hanya angan-angan nya saja. Sekarang keberadaan pria itupun ia tak tahu.
Miris sekali.
.
.
.
Penglihatan Baylor memburam, sangat buram. Hingga ia menangkap kilas balik tentang dirinya, tentang awal mula bagaimana dirinya bisa menapakkan kaki dan sebesar ini.
Seluruh perjalanan hidupnya kemarin, diputar sekarang.
- flashback -
.
.
.