Chereads / Dibalik Kematian dan Dendam / Chapter 2 - BAB 1 Memulai dari Awal

Chapter 2 - BAB 1 Memulai dari Awal

Alice menatap cermin. Ia benar-benar kembali. Kembali sebulan sebelum pernikahannya.

"Hahahahaha!" Alice tertawa kencang. "Welcome to new world!" teriaknya sambil merentangkan kedua tangan.

"Mari kita mulai dari awal!" Alice segera turun keluar dari kamarnya dan turun ke bawah.

"Mau ke mana kamu?!" teriak perempuan yang bernama Renee. Dia adalah mama kandung Alice.

"Maaf, Nyonya Alex. Saya sudah ada janji keluar," ucapnya sambil membungkuk hormat sebentar.

Renee terdiam. Tak biasanya Alice begini. Biasanya putrinya akan merengek atau dengan nada ketakutan menjawab. Bukan hanya dia saja yang terkejut. 4 orang di sana juga sama kagetnya.

xxx

Alice melangkah masuk ke dalam sebuah gedung. Siang ini dia ada janji pemotretan sebagai model. Jadi mau tak mau sebagai orang profesional dia akan melaksakan tugasnya dengan baik.

"Nona?"

"Ng?"

"Itu ... itu ...."

"Apa Dara yang menggantikanku?" tanya Alice.

"Benar, Nona."

"Biar saja. Aku akan menunggu di sini."

Sedangkan di dalam tampak ribut.

"Lu boleh bucin Aska!" teriak Juliet selaku desainer pakaian kali ini. "Astaga!"

"Gua nyerah!" ucap Jeno. "Dara itu nggak cocok dengan gaya musim kali ini! Kita butuh perempuan cantik, seksi dan ganas kayak Alice!"

"Lu pada mau dipecat?" ancam Aska.

"Oke! Gua bakal buat surat pengunduran diri sekarang!" ucap Juliet. "Ayo!"

Mereka berdua keluar dan sempat terkejut dengan kehadiran Alice. Jika dalam kehidupan yang lalu. Ia yang sudah emosi karena pekerjaannya direbut oleh Dara. Akan semakin dicemooh oleh dua kembar itu. Jeno dan Juliet.

"Gua ke sini mau kasih tau. Gua akan menerima tawaran Robin. Sekaligus melakukan pemotretan terakhir untuk kalian. Tapi sepertinya nggak perlu."

Alice langsung pergi begitu saja. Ia sempat berdecih, ketika matanya bertatapan dengan Aska.

"ALICE! APA MAKSUD LO!" teriak Aska sambil mendekat. Namun Alice hanya mengendikkan bahu dan pergi sebelum pria itu ada di hadapannya.

"Barusan itu Alice?" tanya Juliet. "Bro! Cubit gua!"

Jeno langsung mencubit Juliet kuat.

"Aw! Sakit bego!" Juliet memukul lengan Jeno. Namun bukan pria itu yang kesakitan. Malah telapak tangannya yang merah.

xxx

Sehari sebelumnya. Alice pagi-pagi buta mengunjungi Robin. Ia tau pria itu adalah pria yang rasional.

"Apa mau lu?" tanya Robin tak suka.

"Gua cuma mau nyapa suami saudara angkat gua. Kenapa? Nggak boleh?"

"Cih! Nggak usah belagu lo! Sekali lagi lu hancurin Dara. Lu harus terima konsekuensinya!"

Deg! Alice jadi teringat ucapan Aska. Perempuan itu sempat gemetar sebentar. Lalu, akhirnya ia malah tertawa.

"Gua ke sini mau ajak lu makan siang."

"Cih mau jadi pelakor saudari lu sendiri! Gua nggak tertarik sama jalang kayak lu!"

"Benarkah? Tapi gua saranin lu ikut permainan gua. Dengan begitu gua ikut permainan lu. Lu ngajak gua di perusahaan lu buat cari kebusukan gua kan? Biar hidup dan karir gua hancur." Robin terdiam. "Jadi nggak mungkin lu setuju aja dengan permintaan istri lu kan? Jadi ... gua mau lu ke Restoran Silvery. Gimana? Cuma makan bersama seperti menemui Klien."

Alice berdiri dan pergi begitu saja. Ia akan menunggu Robin di restoran itu. Tempat di mana Dara akan mengaku sudah disiksa dan di KDRT oleh Robin.

xxx

"Apa maksud lu memesan ruangan ini?" tanya Robin datar.

"Ssst!" Alice menyuruh Robin diam. Lagu dalam ruangan itu dimatikan.

"Berani-beraninya Robin mukulin lu!"

"Hiks ... hiks ... Aska jangan!"

Robin terdiam. Alice langsung membekap mulut pria itu dan menahannya.

"Dengarkan baik-baik!"

"Ini salah aku. Aku yang salah sudah membuat Robin marah. Hiks ... hiks ...."

Alice memutar musik keras-keras kembali.

"Apa maksud lu?! Lu mau memperkeruh suasana dan buat gua dipihak lu?! Hah?!" Robin menarik kerah dress Alice.

"Bukan," bisik Alice. "Gua mau lu berhenti ngusik Aska. Karena gua yang bakal bunuh dia. Sebaiknya lu urusin bini lu itu dengan cara cerdik. Gua tau lu orang yang seperti apa tuan Silver."

Silver membelalakkan matanya. Ia langsung mendorong Alice ke dinding hingga pintu terketuk.

Alice langsung menekan remot mengganti suara musik dengan suara desahan menjijikkan. Saat itu juga, Aska bersuara.

"Ayo kita pergi dari sini Dara! Dasar orang gila! Seharusnya kalian lakukan itu di tempat lain!"

Alice memasang ekspresi seolah bertanya, 'see?'.

"Itu bukan rekaman. Itu suara ruangan di sebelah. Mereka sering ke sini dan restoran lu menjadi tempat buat istri lu curhat pada Aska. Menjelekkan lu tentunya. Gua harap lu bisa lebih pintar dari Dara yang mau ngancurin lu perlahan dengan senyum dan tangis lugunya!"

Alice langsung pergi dari sana. Ia tak ingin berlama-lama di sana dan kedapatan oleh paparazi. Bisa gawat nantinya.

xxx

"Alice!" teriak kepala keluarga.

Alice yang baru tiba di rumah langsung menoleh. Hah! Anak kesayangan mereka sudah ada di sana rupanya. Pasti dia mengadu soal tanda tangan kontrak itu.

"Siapa yang ngajarin kamu jadi pelakor kayak gini?!" teriak Renee.

"Maaf, Nyonya Alex. Bukankah kalian sendiri yang mengajari saya untuk pintar berpikir. Ketimbang bertahan di perusahaan yang tak berumur panjang. Saya akan memilih perusahaan yang lebih baik."

"Apa maksud kamu?!" teriak seorang pria paruh baya yang baru saja datang dengan Aska dan wanita paruh baya.

"Maaf, Paman. Andai Juliet dan Jeno tidak dipecat dari sana. Alice tetap akan bekerja di sana ."

"Apa maksud kamu?" tanya pria itu.

"Sebaiknya anda tanyakan pada putra anda. Dan ... ya ampun! Aunty! Aunty hari ini sangat cantik!"

"Benarkah?" perempuan itu memutarkan tubuhnya.

"Iya! Sangat cantik!"

"Nih! Aunty bawain kue coklat kesukaan kamu."

"Malam Aunty!" ucap Dara ramah.

"Cih!"

"Ma!" teriak Aska.

'plak'

"Jangan bentak mama kamu Aska! Jaga sopan santun kamu!"

"Maaf Reene, Alex." Perempuan paruh baya itu meminta maaf. "Maaf sudah membuat keributan."

"Tidak apa. Ini bukan salah kalian. Ini memang bermula dari Alice. Seharusnya ia tak meninggalkan perusahaan demi keuntungan pribadi."

Alice mengepalkan tangannya.

"Saya rasa apa yang Alice lakukan itu benar. Sebagai orang profesional. Keuntungan jangka panjang itu nomor satu." Papa Aska itu ikut bersuara setelah memukuli dan memarahi anaknya.

Kedua orang tua Aska tak suka pada Dara yang telah mengambil semua perhatian untuk Alice. Seharusnya Alice yang mereka bela dan mereka sayangi.

"Tapi tetap saja. Mau bagaimana pun Robin adalah iparnya. Tak baik jika mereka terlalu sering berhubungan."

"Tapi bukannya Dara juga masih berhubungan dengan Aska. Bahkan musim kali ini yang harusnya terkesan wanita dewasa. Berubah jadi fotogenik yang imut dan manis."

"Benar itu Aska?" tanya pria itu. "Apa Alice sudah menandatangani kontrak dengan Robin?"

Alice menggeleng. "Sebenarnya belum. Alice masih bimbang."

"Tak apa. Paman berharap yang terbaik buat kamu."

"Makasih, Paman!"

"Kalian terlalu memanjakan Alice," ucap Reene.

"Apa salahnya. Sama seperti Dara. Sudah larut malam. Bukankah seharusnya menunggu suami pulang di rumahnya?"

"Itu ... Dara rindu papa dan mama, Aunty."

"Kalau begitu sama!" Dara langsung berbinar. "Kami merindukan Alice."