"Tuan Silver!" seorang pemuda memasuki ruangan.
"Katakan padaku ruangan privasi menjadi tidak KEDAP SUARA!" teriak seorang pemuda dengan topeng bewarna silver.
"Maaf tuan! Ini speaker lain yang ditemukan di ruangan itu." Seorang pria memasuki ruangan.
"Hahahaha! Dia mencoba mempermainkan ku!"
"Tuan! Ada alat penyadap ditemukan di ruangan sebelah." Bertambah seorang pria memasuki ruangan itu.
"Aaaaa! Keluar kalian!" teriaknya sambil melempar botol wine ke dinding. Menyentuh sedikit telinga ajudannya sebelum membentur.
Orang-orang di sana langsung lari terbirit-birit. Ketakutan melanda mereka. Tak ada yang berani mendekat.
"Dara! Dara!!" teriaknya begitu pintu tertutup sambil melempar semua benda yang ada di depannya.
'Ting'
Silver langsung menoleh.
"Bagaimana anda percaya kan? Kau sudah menemukan bukti konkritnya kan? Kalau gitu ke rumah sekarang untuk menguping. Ada permainan yang menarik. Ingat! Ikuti alur! Silver! From Alice."
Silver segera keluar dari gedung reyok di pelosok. Jauh dari perumahan. Ia mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Perjalanan empat jam menjadi dua setengah jam untuknya.
Topengnya dibuka. Bajunya diganti di apartemen yang ia sembunyikan dengan nama John - ajudan kepercayaan dirinya sebagai Silver. Setelah itu, dirinya kembali pergi dengan mobil berbeda.
"Tuan Robin?"
"Sst!" Robin menyuruh asisten Alice itu diam. Pria itu mengangguk dan masuk ke dalam mendahului menantu kediaman ini.
"Nona!"
"Oh! Wildan! Bagaimana?"
"Sudah siap."
"Mau ke mana?" tanya mamanya Aska - Bianca.
"Bali, Tan. Ada shooting di sana besok."
"Malam ini berangkat?"
"Iya. Takutnya besok nggak kekejar. Makanya sebelum pergi Alice mau meluk Aunty dulu."
"Manja!" sindir Reene sambil memutar mata malas.
Bianca yang mau emosi langsung ditahan oleh Alice. Ia tak ingin ada keributan malam ini.
"Maaf sepertinya saya harus pergi malam ini dan ... kakak sebaiknya anda harus ke rumah sakit."
"Ng? Kenapa?! Apa yang terjadi?!" tanya Reene panik. Alex juga langsung mendekati Dara.
Alice menghela napas. Bianca juga tak bisa percaya dengan apa yang sering terjadi.
"Aska apa yang terjadi?" tanya Reene.
"Kok malah ...." Alice memegang pundak Bianca agar jangan meneruskan pertanyaan tentang kenapa harus tanya Aska.
"Robin melakukan KDRT Tan."
"Apa?!" Reene tersentak. "Astaga! Ayo kita ke rumah sakit dan gugat kasus ini!"
"Ja ... Jangan Ma! Sebentar lagi sembuh kok. Lagi pula aku yang salah. Sudah tau Robin cemburuan. Seharusnya aku bisa jaga jarak dengan Aska."
"Tidak! Memangnya kenapa kalau berteman?"
Alice langsung melihat ke arah bayangan depan pintu yang perlahan menghilang. Robin ternyata sudah pergi.
"Aunty!" Alice memegang pundak Bianca. "Alice pamit! Paman? Alice pergi dulu."
"Hati-hati, Sayang!" Orang tua Aska memeluk sebentar Alice.
xxx
Robin melesat pergi ke rumahnya dan Dara. Semua barang yang ada di kamarnya itu ia hancurkan. Dirinya marah, kesal, jijik dan merasa bodoh.
"Hahaha!"
'Ting'
"Sudah selesai marahnya tuan Silver? Oh iya! Cari saja tas kuning yang ada di kamar. Aku menaruh alat penyadapnya di sana."
Robin segera berdiri dan mengambil tas yang tergeletak di sofa.
"Hahaha! Menarik! Kau yang menaruhnya kan?" tanyanya sambil mendekat mulutnya ke alat itu.
Alice langsung menelpon pria itu. Tepatnya ke nomor Silver. Bukan Robin.
"Bukan. Sepertinya dia buru-buru ke rumah. Jadi lupa menaruh tasnya di walk in closet. Tapi tak apa. Senang mendengar orang patah hati seperti dirimu. Aku tau kau patah hati. Tapi aku ingin kau ikuti permainannya. Buat dia melambung tinggi dan jatuhkan."
Alice langsung memutuskan panggilannya. Ia segera pergi dari sana, karena melihat mobil Aska. Sepertinya mengantar Dara.
Aska membukakan pintu. Lalu ia sempat memeluk Dara dan memberikan semangat pada pujaan hatinya. Alice melirik ke arah jendela. Di mana ada bayang orang berdiri dan mengintip di sana.
Dan setelah Aska pergi, ia langsung berangkat ke Bandara. Dia akan membuat card baru lalu pergi sejauh mungkin.
"Yuk!" ucapnya pada Wildan yang kali ini menyupirinya. Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang.
Sedangkan di dalam, Dara terkejut dengan ke adaan Robin. Apa yang terjadi.
"Astaga! Kamu kenapa, Sayang?!"
Robin yang duduk sambil menunduk sempat terkekeh pelan. Mengejek dirinya. "Sayang!"
Robin mendongak dan menatap sendu pada Dara. "Maaf. Sepertinya tender kali ini aku akan kalah."
"Ng?"
"Tapi aku janji, aku akan bangkit kembali, Sayang. Percaya padaku."
"Ya. Aku percaya padamu."
"Jangan pernah tinggalkan aku!"
"Tenang. Aku janji. Aku tak akan meninggalkanmu." Dara memeluk erat Robin. Ia tersenyum licik. Begitu pula Robin.
xxx
Alice yang hendak memasuki kamar hotel. Menghentikan gerakannya. Ia mendekati bibirnya ke telinga Wildan yang hendak membuka pintu kamar di sebelah nonanya.
"Wildan, aku ingin kamu kembali ke keluargamu."
"Ng?"
"Aku ingin kamu mewarisi perusahaan tuan Anderson." Wildan tersentak. "Aku butuh perlindunganmu dari Aska dan Robin. Lalu ... Dara. Dan ... bantu aku melupakan Aska."
Alice menepuk pundak Wildan. Ia segera pergi dari sana.
xxx
"John!" teriak Silver dari ruangannya. "Selidiki tentang Dara!"
"Tapi ... tuan?"
"Selidiki! Lalu, selidiki Jonathan! Cepat!"
"Baik, tuan." John segera pergi dari sana.
Jonathan adalah asistennya sebagai Robin. Untung saja dia belum membocorkan identitasnya kepada orang lain. Kecuali, John dan Alice yang entah tau dari mana.
Ia jadi ingat ... isi pesan dari Alice pagi-pagi buta kemarin.
"Jonathan adalah simpanannya Dara. Dara mencintainya. Namun pria itu hanya mencintai perempuan yang punya uang. Kamu ngerti kan?"
'Ting'
Silver membuka pesan itu.
"Jangan sentuh Wildan dan Tuan Anderson! Aku tau kamu punya dendam. Tapi yang membunuh orang tua mu adalah orang tua KANDUNG Dara dan ibu tiri Wildan."
Silver memijat pelipisnya. Kalau begini ia benar-benar tidak bisa menahan emosi dan kebencian pada sang istri.
"Tunggu! Aku tak bisa percaya begini saja!" gumamnya.
"Bukti ada di rumah asli Dara. Dia bukan anak yatim piatu. Orang tua kandungnya masih hidup. Akan ku bagikan lokasinya. Ingat! Untuk membuatnya melambung tinggi terlebih dahulu baru jatuhkan!"
"Hahahaha!" Silver tertawa kencang. Namun tangan meremas ponsel hingga kacanya pecah dan ada lekukan belas remasan di tepi ponsel.