Chereads / Three miracles / Chapter 5 - Kenangan masa lalu

Chapter 5 - Kenangan masa lalu

Setelah aku keluar dari rumah nenek, beberapa kali aku menatap nanar ke arah sepedaku, meskipun sepeda ini murah dan jelek tapi sepeda ini menjadi bukti bahwa aku menjaga sepeda pemberian dari ayah.

"Maafkan Nata yang tidak menjaga sepeda milik ayah!" ujarku dengan suara bergetar.

Dengan Langkah terseok-seok aku menggeret sepeda dan mungkin saja akan aku jaual ke tukang rongsokan meskipun harganya murah tapi setidaknya ini bisa membantu aku meringankan beban untuk pengeluaran aku selama bulan karena kau harus berhemat mengingat gajiku tidak banyak di tambah lagi beberapa orang sudah memilih menggunakan ponsel membaca berita.

Cukup lama, akhirnya aku langsung pulang ke rumah tidak mencari lowongan pekerjaan sehingga membuat aku merasa sangat adam Ketika sudah sampai di rumah.

"Nat, tumben ada di rumah?" tanya bu Yani dengan menghampiriku sehingga membuat aku pun langsung menghembuskan nafas dengan pelan.

"Ada apa?"

"Terlihat sangat kusut sekali wajahmu?" tanya dia dengan memandangku dengan raut bingung.

"Sepedanya bu." Ujarku dengan menatap ke arah belakang Gudang.

"Apa yang terjadi? Mengapa bisa seperti ini?" tanya bu Yani mendekat kea rah Gudang tersebut.

"Ada insiden tadi bu," jawabku dengan malas sehingga membuat bu Yanipun menghela nafas dengan kasar.

"Kau terlalu bekerja dengan keras Nat," ujarnya dengan menunddukan kepala sehingga membuat aku langsung mendekat ke arah bu Yani.

"Maafkan bu Yani yang tidak dapat emnjaga kamu sesuai permintaan bunda kamu… hiksss…hikss," tiba-tiba terdengar suara isak tangis, dengan segera aku langsung memeluk bu Yani yang sudah aku anggap sebagai bunda ke duaku.

"Bu Yani engga usah merasa bersalah. Ini semua kemauan Nata." Ujarku dengan emmbalas pelukannya.

"Andai bunda dan ayah kamu masih ada mungkin kamu bisa melanjutkan beasiswa kamu Bersama Aldo," cicitnya dengan suara pelan tapi aku bisa mendengar apa yang dikatakan olehnya,. Aku dan Aldo salah satu murid yang berpretasi namun aku aku ada kendala sehingga tidak bisa mengambil beasiswa tersebut.

"Ya udah kalau begiru, ibu bantu ya?" tawarnya kepadaku lalu aku menggelengkan kepla.

"Tidak perlu bu. Mungkin Nata hari ini bantu bu Yani untuk catering." Ujarku dengana mentap ke arahnya lalu dia pun menganggukan kepala.

"Iya tidak apa-apa, lagipula hari ini tidak terlalu banyak memesan catering nya juga," jawabnya sehingga membuat aku pun langsung menganggukan kepala.

"Bener engga mau di bantu sama ibu?" tanya sekali dia kepadaku tapi aku benar-benar tidak ingin merepotkan nya sehingga membuat aku menggelengkan kepala.

"Ya sudah Nata masuk ke dalam dulu ya!" aku langsung berpamitkan kepada bu Yani dan dia pun langsung menganggukan kepala setelah itu aku langsung masuk ke dalam rumah dan tak lupa membersihakn diri karena tadi pakaianku terkena susu.

Di malam hari aku melanjutkan membuat novel yang berjudul Misteri mrs Han. Memang aku pecinta sastra sejak aku masih di bangku sekolah SD dan itu sampai sekarang.

"Aku harus menghitung tabungan aku untuk mengganti patung tersebut." Ujarku dengan mengingat Kembali kejadian tersebut.

Ketika aku sudah menghitung semua tabungan aku dan sudah terkumpul uang sekitar dua puluh juta, meskipun ini tak banyak tapi membuat aku meringgankan cicilan aku kepada Xavi.

"Y amungkin aku aku harus mengambil dari tabngan dan juga aku mengambil separuhnya dan sisanya aku gunakan untuk jaga-jaga," aku mengingat Kembali dan menghitung Kembali untuk uang daruratku meskipun aku memang sangat tidak rela mengingat uangku ini muri uang dari tabungan aku. Ada warisan dari orang tuaku namun mereka sudah membuat surat wasiat bahwa harta orang tua ku akan di serahkan jika aku sudah berumur dua puluh lima tahun dan sekarang aku berumur dua puluh empat tahun.

"Semoga kali ini aku tidak gagal dalam pembuatan novel sehingga membuat aku mempunyai banyak uang." Aku memang sudah banyak berhaarap pada novel karena ini salah satu pemasukan uang terbesarku saat ini.

"Semangat!" aku langsung menyemangi diri sehingga membuat aku dengan sgera langsung menegerjakan kemabli naskah di laptop.

Cukuip lama hingga aku tanpa aku sadari bahwa jam sudah menunjukan pukul dua belas malam dan aku juga sudah mengerjakan novelku sehingga membuat aku sangat Lelah dan mataku terasa sangat perih sekali.

"Huft..!"

"Aku lebih baik tidur saja, aku juga sangat Lelah hari ini!" aku langsung menutup mulut saat rasa mulai menyerangku dan aku juga merasakan hawa dingin yang perlahan-lahan masuk ked ala kamar melalui balkon sehingga mmebuat aku dengan segera beranjak dan juga aku menutup pintu kamarku.

Di tengah malam aku menatap kea rah plafon yang perlahan-lahan beurbah warna menjadi warna coklat, pandangana ku tertuju kepada jendela yang perlahan-lahan mulai keropos sehingga membuat aku langsung menatap ke arah lain.

"Rumah ini perlahan-lahan mulai mengalami tua, tanpa aku sadari bahwa rumah ini menjadi saksi dimana kalian berdua pergi meninggalkan aku seorang diri." Aku benar-benar merindukan mereka dan aku di buat dengan dengan bayangan, masa lalu jika aku mempunyai keluarg lalu jika ku mati dan meninggalkan kanak ku seorang diri lantas bagiamana keadaan anakku. Apakah mertua dan saudaraku juga akan membantu dan menolong anakku ataua sama seperti ku?

Itulah hal yang membuat aku sangat engga berdekatan dengan lawan jenis bahkan aku pun mengubah penampilan menjadi lebih tomboy dan aku punbterbelenggu pada kehidupan masa lalu dan tidak akan beranjak dari masa lalu karena aku takut untuk meninggalakan kenangan tersebut.

Di pagi hari aku sudah siap- siap untuk melakukan kerja pagi, meskipun kedua lututku dan salah sikutku merasa sakit aku tidak boleh menyerah karena keadaan..

Dengan pelan-pelan aku pun menghampiri satu persatu-satu rumah, sebelumnya aku menghubungi paman bengkel , aku hendak meminjam sepeda nya dan dia pun menyetuinya dan dia juga bertanya- tanya apa yang terjadi dengan melihat aku memakai perban di lutut dan juga lengan.

"Nata tidak apa-apa paman," ujarku dengan memeriksa rem terlebih dahulu dan aku juga memeriksa bagian bunyi kring-kring untuk menandakan ada orang yang melewati jalantersebut dan juga sebagai penanda bahwa kau hendak melewati jalan tersebut.

"Ya sudah buat kamu saja sepeda," ujar paman yang sedang menyiram tanamanya kepadaku sehingga emmbuat aku langsung menatap paman dengan tidak percaya.

"Paman serius?" tanyaku dengan mendekat ke arahnya sehingga membuat paman pun langsung memutar bola mata dengan malas.

"Ya sudah sana pergi," ujarnya dengan raut sebal lalu aku pun mencium tangan dia sebagai tanda terima kasih dan tak lupa aku berpamitan untuk segera bekerja.

"Ya sudah kalau begitu, Nata akan berangkat kerja dulu ya paman!" ujarku dengan melambailkan tangan ke arahnya dan jugat tersenyum dengan tipis. Meskipun sepeda ini terbilang sangat rongsok tapi setidaknya ini bisa membantuku dan juga menghemat pengeluarkan bulan ini.

"Ayo Nata semangat menggoesnya!" ujarku dengan mengepalkan tangan dan juga menatap ke arah sinar matahari yang perlahan-lahan muncul di hadapanku.

"SUSU SEGAR, SIAP ANTAR!" teriakku dengan suara melengking dan tak lama seorang wanita paruh baya keluar dengan menatapku dengan kesal.

"Kenapa lama sekali?" tabyanya dengan raut kesal lalu aku pun terkekeh dengan kecil.

"Selalu sama bu, yang memasan bukan hanya ibu saja,"

"Ya sudah kalau begitu saya pamit dulu ya bu. Mari!" aku langsung melenggangkan meninggalkan wanita paruh baya tersebut.