Dorongan rasa penasaran yang begitu kuat bagaikan magnet yang ingin menarik lawan kutubnya yang lain membuat Jade dan Ivory tidak dapat menahannya lagi dan segera memasuki rumah mencoba untuk diam – diam mendengarkan hal penting apa yang sebenarnya sedang diperdebatkan oleh kedua orang tua mereka dari balik bilik penyekat antara ruang tamu dan ruang keluarga. Sekilas terdengar suara tamparan seseorang yang cukup kuat hingga terdengar sampai ke telinga mereka. "Bajingan kamu! Kenapa Nat? Kenapa kamu melakukan ini terhadap keluargaku? Aku gak masalah kalo kamu mau mengambil semua yang kamu miliki asal kamu puas dan jika itu memang bisa buat kamu bahagia. Tapi kenapa mereka? Kenapa kedua orang tuaku yang udah gak berdaya itu pun kamu ambil juga? Apa kamu belum puas setelah mengambil Enrique dariku? Lalu setelah ini siapa lagi yang mau kau ambil? Putriku juga?" Moniq yang sedang lepas kendali tidak mampu lagi membendung semua amarah dan gejolak emosi yang tengah menguasai dirinya hingga ia berani mengambil sebuah pajangan boneka kayu yang berada di ruangan tersebut untuk memukul lengan Nathan. Ivory yang mendengar akan hal tersebut begitu shock dan terperanjat, bagaikan petir yang menyambar dirinya dan membuatnya terdiam lalu terbakar seketika. "Bukannya udah pernah kusinggung kemarin kepadamu kalo aku melakukan semua ini karena dendamku pada ayah mertuamu dulu dan juga pada ibumu yang gak tau malu itu! Kalo aja dulu pamanku itu gak pernah mengadopsi suamimu, pasti ibuku udah mendapatkan bagiannya dan suamimu yang naif itu dengan seenaknya saja mengambil semua yang harusnya menjadi hak milik ibuku. Dan apa kau tau apa yang dilewati oleh ibuku waktu itu setelah ayahku pun pergi meninggalkannya demi menikahi ibumu? Apa kau tau rasanya jadi anak jalanan yang terbuang dan gak diterima oleh masyarakat? Apa kau tau ketakutan apa yang kualami ketika aku bertemu dengan para mafia yang menyuruhku untuk bergabung dengan mereka hingga aku pun mengalami berbagai siksaan dari mereka? Dan apa kau tau betapa menderitanya ibuku selama dipenjara hingga beliau menerima hukuman mati karena tuduhan yang dilaporkan oleh kakak iparmu yang bernama James itu? Bagiku ini semua masih belum seberapa untuk menebus semua dosa – dosa yang telah kalian perbuat terhadap keluargaku Mon, dan yang kumau sekarang adalah kalian pun harus merasakan apa yang kurasakan dulu. Aku mau kalian mengalami penderitaan yang sama seperti yang kualami dulu. Sekarang kamu udah rasakan sendiri gimana rasanya kehilangan seseorang yang disayangi bukan? Lagian daripada kamu sedari tadi marah – marah gak jelas dan gak penting dihadapanku, mending kamu sekarang bersikaplah lebih manis dan layani aku malam ini sayang, aku juga sedang butuh hiburan setelah penat beberapa hari ini. Jadi mending sekarang kita bersenang – senang aja dulu atau kamu mau memilih untuk merasakan pukulanku lagi?" ujar Jade seraya mengelus pipi Moniq yang sedang menangis dan hendak menciumnya, namun tiba – tiba dua anak muda yang sedari tadi sudah berdiri di balik bilik ruangan tersebut datang dan mengganggu mereka. "Jadi ini sebabnya kau bisa berada di sini hah? Psikopat!" teriak Ivory dengan suara yang begitu lantang dan dalam keadaan emosi yang sudah tersulut. "Oh…muncul lagi pahlawan kesiangan cilik di sini rupanya. Apakah kamu yang memanggil pahlawan kecilmu ini untuk membelamu sayang?" tanya Nathan kepada Moniq dengan nada yang ditekan dan dengan senyuman yang menyeringai seraya ingin melahap gadis kecil itu sembari berjalan untuk mendekatinya bagaikan singa yang sedang mencoba berusaha untuk mendekati mangsanya lalu dengan cepatnya ia sudah mencengkeram leher gadis itu. Moniq langsung ketakutan melihat kelakuan suaminya yang sudah seperti kerasukan, lalu membentak Nathan, "Jangan macam – macam kamu Nat! Lepaskan putriku! Dia gak salah!" "Apa? Lepaskan? Aku gak mau karna sekarang aku berubah pikiran dan barusan mendapatkan ide gimana kalo aku bersenang – senang dulu dengan putrimu malam ini? Aku belum pernah mengajaknya untuk liburan, boleh dong sekali – kali aku mengajak putriku ini. Kita kan gak pernah berkumpul bersama, pasti seru ya, layaknya seperti keluarga utuh. Ya nggak sayang?" ujar Nathan kepada Moniq lalu sambil mengelus rambut Ivory yang begitu halus bagaikan sutra itu. "Jangan berani kamu sentuh dia! Lepaskan dia dari tangan kotormu itu!" ujar Jade menghantam Nathan dari belakang. "Rupanya ada satu lagi orang munafik yang mau sok jadi pahlawan kesiangan! Kenapa anak muda? Kamu mau coba untuk menolong dia juga? Sini kalo bisa!" Nathan semakin memperkuat cengkeramannya pada leher Ivory dan menariknya untuk mundur perlahan – lahan menjauh dari mereka. Ketika Jade mau mencoba untuk mendekati Nathan dan menghajarnya, Catherine yang sedari tadi sudah tidak tahan mendengar keributan – keributan dari bawah langsung berlari menghampiri dan menghentikan tangan Jade yang sudah hampir melayang ke wajah Nathan. "Jangan pernah kamu pukul papa Kak, apa kamu lupa kalo beliau adalah ayah kita? Kamu ini dibutakan apa sih, sampe – sampe gak bisa bedain mana yang benar dan mana yang salah? Apa karna cintamu yang begitu besar terhadap gadis ini sehingga membuatmu udah gak bisa mikir jernih lagi dengan akal sehatmu?" Ujar Catherine yang tidak mau kalah untuk membela ayahnya. "Gak usah ikut campur kamu Cath! Tau apa kamu soal perasaanku? Kamu benar – benar gak ada bedanya dari dia ya. Entah setan apa yang udah merasuki kalian berdua. Lepaskan tanganmu atau aku akan berlaku kasar juga sama kamu!" ujar Jade mengancam Catherine namun sepertinya yang diperintah tidak mau menurut dan tetap menahannya sehingga mau tidak mau Jade harus mendorong tubuh Catherine dengan begitu kuat dan langsung segera menghajar Nathan yang sedang mencengkeram Ivory hingga gadis itu bisa terlepas dari cengkeraman dan Jade langsung menyuruhnya untuk pergi meninggalkan mereka. Ivory yang diperintah untuk pergi lalu ingin menarik tangan ibunya untuk pergi bersamanya namun sang ibu menolak. "Berhenti! Tolong kalian semuanya masuk ke kamar sekarang juga dan jangan pernah tunjukkan wajah kalian lagi di hadapanku! Ini urusan orang tua dan kalian gak ada hak untuk ikut campur. Jade, lepaskan papa kamu! Ayo sayang, kita masuk ke kamar sekarang juga!" ujar Moniq yang tiba – tiba terlihat bersikap manis dan memberikan perintah kepada ketiga anak tersebut lalu membawa Nathan, merangkul dan memeluknya lalu bersama – sama berjalan menuju ke kamar mereka.
Nathan yang sudah melepaskan cengkeraman tangannya dari leher Ivory karena pukulan Jade yang mengenainya cukup kuat dan memberinya sedikit efek jera, membuatnya meninggalkan dan menendang tubuh gadis itu seketika. "Cukup Nat! Jangan pernah kamu lakukan itu lagi terhadap putriku! Cukup kamu sakiti aku, jangan dia!" ujar Moniq menarik Nathan masuk ke kamar. Ivory yang sudah terlepas dari cengkeraman Nathan langsung terbatuk – batuk dan memegang lehernya dalam keadaan bengong dan masih menatap kepergian ibunya bersama dengan lelaki itu. Ia benar – benar tidak mengerti akan keadaan yang sedang terjadi barusan. Jelas – jelas ibunya sudah membenci dan tidak terima dengan perlakuan Nathan yang begitu semena – mena terhadap ibunya tapi mengapa ibunya masih bisa memperlakukannya dengan begitu baik. Jade segera menghampiri untuk membopong Ivory namun Ivory segera menolak bantuan dari Jade. Sikap Ivory tiba – tiba berubah menjadi dingin seolah – olah ia baru saja kembali dari kutub selatan dan membeku di sana. "Sini kubantu aja ya," ujar Jade mencobanya sekali lagi. "Udah kubilang gak usah! Aku bisa sendiri! Pergi kalian dari hadapanku!" ujar Ivory seraya bangkit berdiri namun karena cengkeraman dan tarikan Nathan yang begitu kuat tadi membuat tubuhnya melemah dan masih tidak kuasa berdiri. "Gak perlu ngusir ya, ini rumahku juga! Lagian apa kamu lupa kalo sekarang papaku pemilik dari semua ini! Harusnya dari kemarin itu aku yang bilang begitu sama kamu! Enyahlah kamu karna kamu udah gak ada hak sama sekali untuk tinggal di sini. Kalo bukan karna kemurahan hati papaku, pasti dari kemarin kamu udah jadi gelandangan di tepi jalan sana, ngerti? Jadi gak usah sombong dan bersikap manislah terhadapku atau aku akan lapor kelakuanmu ini ke papa, lalu aku tinggal meminta papa untuk ngusir kamu keluar dari sini. Gimana? Seru kayaknya ya liat seorang anak yang diusir dari rumah sendiri? Urusin dulu calon kekasihmu ini Kak, aku yakin setelah ini kamu akan berterima kasih padaku karna aku udah bantu kamu ngungkapin perasaanmu ke dia, daripada kamu pendam itu sendiri dalam hatimu. Dasar pengecut!" ujar Catherine merasa bangga seolah ia sudah memenangkan sebuah jackpot lalu berlalu meninggalkan mereka berdua. Jade langsung menarik lengan, dan menarik baju depan Catherine lalu mengancamnya dan menatap matanya dengan beringas, "Setelah apa yang kamu lakukan kamu mau pergi gitu aja? Tarik kata – katamu barusan! Udah berapa kali kukatakan ja…ngan per…nah ikut campur urusanku! Mungkin sesekali aku harus memberimu pelajaran seperti ini," ujar Jade yang kini mencekik leher gadis itu seakan dirinya telah kerasukan dan tidak mampu lagi berpikir dengan akal sehatnya lalu menarik tubuh Catherine ke atas. Pelan namun pasti. Ivory yang bergidik ngeri melihat apa yang sedang dilakukan pria itu terhadap Catherine membuatnya segera menghampiri Jade untuk menenangkannya. "Lepaskan dia Kak! Dengarkan aku! Lepaskan dia! Kamu mau jadi seperti ayahmu yang sama – sama psikopat itu ya? Dia bisa mati kalo kamu begini terus! Ingat, dia adalah adikmu!" ujar Ivory terus berusaha melepaskan cengkeraman lengan Jade yang sedang mencekik leher Catherine dengan begitu kuatnya ke atas hingga gadis itu kini terlihat lebih tinggi dari mereka serta tubuh dan kakinya kini meronta – ronta dan meminta untuk dilepaskan. Mendengar ujaran dari Ivory membuatnya seketika melunak dan akhirnya pelan – pelan menurunkan Catherine dan melepaskannya. Gadis yang sudah terbatuk – batuk dan kelihatan ketakutan itu segera berlalu dan berlari memasuki kamar sambil bergumam, "Dasar gila!"
Ivory yang sudah melemah karena tidak mampu menyerap energi alam ataupun menghirup udara segar setelah mengalami kejadian keras serta depresi pasca kejadian hal – hal yang dialami, didengar dan dilihatnya seharian membuat tubuhnya menggigil ketakutan dan bibirnya bergetar. Ia langsung meringkuk di lantai untuk menenangkan dirinya namun semakin ia berusaha, perasaan yang berkecamuk dalam hatinya membuat dirinya semakin melemah dan kesakitan sampai – sampai ia harus memegang kepalanya dan meringis serta menangis sesenggukan. Jade yang melihat kondisi gadis itu kembali menawarkan bantuan untuk membawanya ke kamar, namun gadis itu masih menolak bahkan tidak mengizinkannya untuk mendekati dirinya hingga membuat pria itu kehilangan kesabaran dan memaksa untuk menggendong tubuh gadis kecil itu. "Apa yang kamu lakukan Kak? Lepaskan aku sekarang!" ujar Ivory kepada Jade namun pria itu tidak bergeming dan tetap pada pendiriannya. Sesampainya di kamar Ivory, Jade langsung menyiapkan kompres dan air hangat untuk membasuh wajah dan leher Ivory yang dicengkeram oleh ayahnya tersebut. Ivory terus berusaha menghindari Jade namun pria tersebut tetap mencengkeram kuat lengan gadis itu agar ia mau menurut hingga membuat gadis itu kehilangan kendali karena sudah ketakutan dan akhirnya menampar wajah pria itu lalu memarahinya, "Pergi kamu pembunuh!" Ia begitu terperanjat dan melihat tangannya sendiri seolah ia baru tersadar pasti ada sesuatu yang membuat tangannya begitu aktif hingga menyebabkannya berani menampar wajah kakaknya yang selama ini sudah berlaku begitu baik terhadapnya. Namun ia segera menepiskan pemikiran tersebut karena menurutnya ia sudah berbuat benar terhadap seseorang yang merupakan anak seorang pembunuh, namun Jade yang ditamparnya hanya terdiam dan tidak bergeming sama sekali lalu kembali menatap gadis yang sedang terlihat ketakutan itu, "Liat aja keadaanmu sendiri juga seperti ini dan masih mau menolak bantuanku. Satu hal lagi, jangan pernah sebut aku dengan sebutan itu karna aku bukanlah pembunuh seperti orang itu! Asal kamu tau Iv, aku pun sama denganmu merasakan rasa sakit yang luar biasa. Aku gak apa – apa kalo kamu mau bilang aku psikopat atau apapun itu, tapi bisakah kamu gak mengatakanku sebagai seorang pembunuh? Kamu tau sendiri kalo bukan aku yang melakukannya. Siapa yang tau kalo ayahku akan menjadi psikopat seperti itu? Kamu kira aku gak marah atas semua yang terjadi ini? Aku juga masih manusia biasa yang punya perasaan. Saat ini kalo ada yang merasa sangat sakit akan semua yang terjadi, harusnya itu aku Iv. Apa kamu pikir aku senang punya ayah seorang pembunuh seperti itu? Apa kamu pikir aku senang papa Enrique yang udah begitu baik dan merawatku selama ini dibunuh oleh papaku sendiri? Apa kamu pikir aku senang mama Moniq diperlakukan kasar seperti itu oleh dia? Apa kamu pikir aku senang punya seorang adik yang mendukung perbuatannya itu? Lalu sekarang apa kamu pikir aku senang melihat kamu yang…seperti sekarang ini dihadapanku, diperlakukan kasar oleh mereka, seseorang yang begitu kusayangi namun sekarang udah gak bisa percaya lagi samaku bahkan mengusirku? Aku jauh lebih sakit lagi daripada kamu Iv! Kamu harusnya sadar akan hal itu," ujar Jade dengan mata yang sudah berkaca – kaca karena sudah tidak mampu menahan semua gejolak dalam batinnya. "Lalu apa yang tadi dikatakan oleh Catherine benar?" Tanya Ivory. "Ya benar, aku mencintaimu. Sangat – sangat mencintaimu bahkan melebihi aku mencintai diriku sendiri. Maaf, aku udah gak bisa menahan gejolak ini. Aku memang seorang pecundang. Maafkan aku," ujar Jade yang sudah tidak mampu menatap gadis itu lebih lama karena ia begitu gundah harus mengungkapkan perasaaannya pada saat – saat yang kurang tepat seperti ini. "Sejak kapan?" tanya Ivory kembali. "Lama. Udah sejak lama dan entah sejak kapan tanpa kusadari. Maafkan aku," ujar Jade masih terlihat berusaha menahan gejolak perasaannya. "Kalo begitu buang jauh – jauh dan lupakan perasaan itu Kak. Lupakan aku. Kamu tau sendiri kalo kita gak akan pernah bisa bersama," ujar Ivory yang masih meringkuk dan tidak mau menatap wajah pria itu lagi. "Kamu kira segampang itu Iv? Udah bertahun – tahun aku menahan dan mencoba untuk melupakan, melepaskan bahkan menghapus perasaan itu tapi semakin aku mencobanya semakin dalam pula perasaan itu hingga aku pun udah gak tau lagi harus gimana membendungnya," ujar Jade dengan suaranya yang sudah begitu dalam.