Ivory merasa ini mungkin akan menjadi hari paling sial baginya. Ia baru menyadari betapa ceroboh dirinya hingga tidak bisa fokus memperhatikan jalanan yang begitu luas hingga harus menabrak dan berurusan dengan pria ini. Meskipun pria yang ditubruknya terlihat begitu tampan dan berkelas dengan bentuk wajah yang sedikit lebar berbentuk segiempat, matanya yang sipit kecil berwarna abu silver, alis mata yang tebal serta kumis dan sedikit brewokan yang tercukur rapi bersih serta rambut gondrong yang disisir dengan rapi berwarna coklat keemasan hingga menambah kesan elegan pria tersebut, namun tetap saja rasanya ingin sekali ia kabur dari tempatnya berdiri sekarang karena ia merasakan firasat yang tidak begitu baik seolah akan terjadi sesuatu kepada dirinya jika ia tidak segera beranjak meninggalkan tempat tersebut. Tato yang berada di lengannya menambah kesan wajah yang cukup sangar dari pria tersebut. Ia memiliki ekspresi dan tatapan wajah yang begitu dingin. Meskipun ia hanya mengenakan setelan kemeja biru muda dibagian dalam dengan jaket hitam tebal panjang yang menutupi sebagian celana jeans nya, namun pria itu tetap saja terlihat begitu elegan dan macho, namun itu tidak meluluhkan hati Ivory yang sudah mulai mengangkat kakinya untuk segera berlari namun ternyata gerakan pria tersebut lebih gesit lagi dan langsung menangkap tubuh kecil gadis itu. "Kamu pikir bisa lari ke mana setelah apa yang kamu lakukan barusan? Mau cari mati hah?" ujar pria tersebut dengan suara bassnya yang membuat Ivory terperanjat. "Maaf, aku gak sengaja. Tadi aku lagi melamun," ujar Ivory lemah lembut dan masih tidak berani menatap pria itu sembari meronta untuk melepaskan kedua lengannya yang sedang ditahan dan dicengkeram kuat oleh pria tersebut. Pria yang merasa kesal tersebut lalu menaikkan dagu gadis itu untuk menatapnya. Ia sejenak terlihat sedang memikirkan sesuatu. Tawaran itu. Ia sejenak terlihat sedang memikirkan sesuatu. Ia teringat akan sebuah taruhan yang pernah diajukan oleh teman – teman di bar milik temannya seminggu yang lalu. "Playboy kelas kakap sepertimu bisa dapat pasangan yang benar? Hahaha. Yang ada juga semalam saja pun kamu sudah akan merasa bosan sama dia. Kalo gitu kita taruhan. Kita akan lihat nanti. Aku berani taruhan sama kamu, kalo kamu bisa bawa seorang pasangan yang benar dan bukan sekedar wanita penghibur seperti yang biasa kamu tunjukkan kepada kami, maka hadiah dariku untukmu 1 juta dolar. Tapi kalo kamu gak bisa dapat, kamu yang harus membayarku sejumlah uang yang kita janjikan barusan. Gimana? Setuju? Taruhan yang menarik bukan?" Tanya Mike, teman pemilik bar tempat ia biasa mampir untuk sekedar menghabiskan waku. "Oke, siapa takut?!" ujar pria tersebut. "Seminggu dari sekarang bro, kita bakal liat nanti cewek mana sih yang bakal bisa membuatmu bertahan lama sama dia. Palingan juga seminggu atau bahkan sehari saja langsung kamu putusin lagi," ujar Mike hingga tertawa terbahak – bahak lagi hingga ucapan tersebut terus terngiang dan menggema berulang kali dalam telinga dan pikirannya. Ia merasa harga dirinya seakan diinjak dan dipermainkan oleh temannya itu hanya karena temannya sudah menemukan seorang pasangan tetap yang benar – benar berkelas dan tepat pula untuknya. Waktu yang diberikan hanyalah seminggu dan itu berarti hari ini adalah masa tenggang janji tersebut berlaku. Jika ia tidak memenuhinya, itu berarti ia harus membayar temannya sejumlah uang yang dijanjikan. Sejenak ia masih memikirkan hal tersebut dan mendapatkan ide bahwa mungkin ia bisa memanfaatkan gadis polos ini pikirnya.
Ivory yang masih ditatapnya tersebut sudah mulai merasa risih dengan perlakuan pria asing di hadapannya itu. Ia mencoba untuk melepaskan wajah mungilnya dari tangan kekar sang pria namun tangan itu lebih kuat daripada usahanya. "Cantik juga kamu!" ujar pria tersebut hingga membuat Ivory bergidik kaget. "Apa maksudmu? Jangan macam – macam ya, atau aku akan panggil Kak…" belum selesai mengucapkan nama Jade ia tiba – tiba teringat bahwa ia sudah memutuskan untuk menjauh dari penipu itu dan akan berusaha untuk menghidupi dirinya mulai dari sekarang tanpa harus bergantung padanya lagi. "Siapa? Kamu mau hubungi siapa? Kamu pikir di sini bakal ada yang nolong kamu? Ini adalah wilayah kekuasaanku. Kalo kamu brani macam – macam habis kamu di tanganku," ancam pria tersebut yang ternyata berhasil menciutkan nyali gadis itu. "Tadi kan aku udah minta maaf padamu, sekarang lepaskan aku!" ujar Ivory. "Apa? Lepaskan? Lucu sekali kamu. Kamu pikir dengan permintaan maafmu itu akan menyelesaikan masalah diantara kita?" tanya sang pria. "Lalu kamu mau apa?" tanya Ivory kembali dengan sedikit perlawanan. "Aku mau kamu menjadi pacarku malam ini, dan kamu akan aku berikan sejumlah uang setelah aku memenangkan taruhan itu. Gimana? Anggap aja itu sebagai itikad baikmu jika kamu memang sungguh – sungguh ingin meminta maaf padaku, dengan tulus," ujarnya lagi. "Apa kamu udah gak waras ya? Kita aja baru ketemu gimana aku bisa jadi pacarmu? Kamu pikir aku ini cewek apaan? Aku gak mau! Lepaskan aku gak?" ujar Ivory kembali meronta. "Oh no, galak juga kamu manis, ah bukan, Ivory Smith," ujar sang pria kembali hingga membuat gadis itu begitu terperanjat dan shock. "Dari mana kamu tau namaku?" Tanya Ivory. "Kamu anak SMA West Middleton High School dekat sini kan? Dasar anak orang kaya, pasti kamu adalah gadis yang sangat manja di keluargamu," ujar pria tersebut seolah sedang meramal dan membaca latar belakang gadis yang baru ditemuinya itu serta masih enggan menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh gadis itu hingga membuatnya penasaran mengapa pria di hadapannya ini bisa langsung mengetahui statusnya sebagai siswi di sekolah yang cukup bergengsi tersebut. "Kamu belum jawab pertanyaanku, gimana caranya kamu bisa tau? Dan tolong turunkan wajahku sekarang juga, kepalaku capek," ujar Ivory manja hingga akhirnya tangan kekar pria tersebut melepaskan cengkeramannya dari wajah mungil gadis itu. "Semua orang yang lihat kamu memakai baju seragam sekolah dengan nama jelas yang terpampang begitu juga bakal tau kali. Lagian ternyata aku bener ya, kalo kamu ini pasti anak yang manja. Baru gitu aja udah capek. Tapi yah, bisa jadi itu karna kehidupanmu selama ini terlalu bergelimang harta ya, sampai – sampai kamu gak pernah tau kalo dunia ini adalah tempat yang pahit," ujar pria tersebut seraya menyulut sebuah rokok di hadapan gadis itu tanpa rasa bersalah sedikitpun lalu menyodorkan batangan rokok lainnya yang masih tersusun rapi dalam kotak rokoknya kepada gadis itu tapi ditolak mentah – mentah olehnya. "Makasih. Aku gak ngerokok, kenapa harus ngerokok di sini sih? Bukannya itu juga gak bagus buat kesehatan?" ujar Ivory bawel. "Bawel banget ya. Nanti juga kamu akan tau rasanya setelah kamu mencobanya sendiri. Ngomong – ngomong, aku penasaran kenapa jam segini kamu malah berkeliaran di luar lingkungan sekolah? Bukannya biasanya jam segini semua siswa – siswi harusnya masih belajar di dalam ya? Kamu bolos? Kenapa? Udah mau berhenti jadi anak baik – baik dan sekarang mau jadi anak berandalan seperti aku?" tanya sang pria meledek. "Berisik! Kamu juga dari tadi ngomel terus gak capek apa? Aku bukannya bolos. Aku kena skors gara – gara ketauan gak fokus belajar. Lagian kenapa aku jadi harus cerita sama kamu ya? Dan satu hal lagi, aku gak akan pernah terima tawaranmu tadi. Maaf, permisi." Ivory hendak berjalan berlalu meninggalkan pria tersebut namun pria itu menarik lengannya meskipun tanpa harus memandang wajahnya dengan sebelah tangan kanannya yang mengeluarkan batangan rokok yang dihisapnya sedari tadi di mulutnya lalu menghembuskan asap rokok tersebut ke udara. "Jangan pernah menolak sebelum kamu mendengar jumlah tawaranku. Kalo kamu menerimanya, kamu akan kuhadiahi 500 ribu dolar. Gimana? 50 : 50. Taruhan itu bernilai 1 juta dolar, jadi kamu akan dapat 500ribu dan 500 ribunya lagi akan menjadi milikku. Tawaran yang menarik bukan? Lumayan loh untuk uang jajan, uang sekolah 1 tahun bahkan lebih untuk keperluanmu sehari – hari mungkin? Gimana? Yakin mau nolak? Kesempatan gak akan datang dua kali loh. Ngeliat kamu yang dalam kondisi begini biar kutebak kalo kamu juga sebenarnya lagi butuh uang kan? Karena kalo nggak, mana mungkin kamu akan uring – uringan di pinggir jalan seperti ini sendirian seperti orang depresi. Kenapa? Bukannya enak ya hidup jadi anak orang kaya? Atau bosan?" tanya pria itu penasaran. "Bawel banget sih. Dari mana kamu tau kalo aku lagi butuh uang? Lalu gimana aku bisa percaya kalo kamu gak sedang bohong soal tawaran itu?" tanya Ivory kembali. "Nah, ini yang kusuka. Mulai tertarik dia. Nih Kartu Identitasku, kamu simpan aja dulu. Trus ini uang muka untukmu 1.000 dolar. Aku kasih kamu waktu berpikir 5 menit. Lebih dari itu, aku akan tarik semuanya kembali dan aku akan cari orang lain," ujar pria itu lagi sengaja untuk memancing gadis polos yang menurutnya pasti akan menerima tawaran itu secepatnya dan ternyata benar, sesuai dugaannya tidak butuh waktu 5 menit, Ivory yang memang sedang membutuhkan uang tersebut untuk menebus uang sekolahnya selama setahun bahkan dua tahun kedepan agar tidak perlu merepotkan Jade ataupun keluarganya yang sudah tidak bisa ia harapkan atau percaya itu lagi akhirnya menyetujui permintaan pria tersebut. "Baiklah, Tuan Robin Shane, aku setuju sama tawaranmu," ujar Ivory seraya menyebutkan nama pria yang berusia 8 tahun lebih tua darinya yang diketahuinya melalui Kartu Identitas yang diberikannya barusan lalu mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan pria tersebut. "Ok. Deal. Satu lagi, jangan panggil aku Tuan, aku gak terlihat terlalu tua kan untuk kamu panggil seperti itu? Aku gak mau orang yang mendengarnya mengira aku ini seorang Pedofil. Mulai sekarang panggil aku Robin. Aku akan lebih senang mendengarnya karena itu akan membuat kita setara." ujar Robin seraya memberikan sebuah senyuman yang menyeringai. "Oke. Tapi gimana kalo kamu bohong?" tanya Ivory lagi. "Temui aku di Perusahaan Kredit Finansial "The Scotts Credit Financial Corp" yang berada tidak jauh dari sekolahmu ini. Hanya perlu berjalan ke arah belakang dari sini saja. Kamu lihat bangunan dengan menara tinggi yang berlogo "SC" itu? Di situ aku bekerja. Kalo aku berbohong kamu bisa menagih janjiku di sana dan kamu bisa meminta mereka untuk mempertemukanmu denganku," ujar Robin seraya merangkul bahu gadis itu dengan rasa percaya diri yang begitu tinggi seolah gadis itu sudah menjadi miliknya yang sah. "Turunin tanganmu gak?" ujar Ivory melirik ke arah tangan Robin agar ia menurunkannya. "Santai beb, kamu akan terbiasa dengan ini. Kamu udah menyetujui permintaanku tadi bukan? Itu berarti kamu udah harus mengerti apa yang harus kita lakukan bukan? Kita harus terlihat seperti orang – orang yang sedang memadu kasih. Jadi jangan kaget kalo mulai sekarang aku akan lebih sering berlaku begini padamu. Ingat, 500 ribu dolar akan segera ditanganmu. Malam ini juga," ujar pria tersebut menekankannya lagi. "Untuk 1 hari ini aja. Dan setelah itu mulai besok anggap aja kita gak pernah saling ketemu atau saling kenal lagi," ujar Ivory menegaskan. "Ok, fine. Kita liat aja nanti. Siapa tau aja kita berjodoh dan ditakdirkan untuk ketemu lagi setelah ini? Di dunia ini gak ada yang gak mungkin beb," bisik Robin di telinga gadis itu sembari masih kembali merangkul bahu gadis itu. Sebenarnya ia merasa begitu risih dengan perlakuan pria yang baru saja ditemuinya hari itu, dan meskipun masih sedikit ragu, namun dengan semua yang diucapkannya barusan rasanya ia bisa mempercayai pria tersebut dan sudah tidak punya pilihan lain lagi selain belajar menurutinya atau ia akan kehilangan uang yang sudah dijanjikannya itu.