Chereads / Awal dari Kenangan / Chapter 4 - Chapter 7~ Problem

Chapter 4 - Chapter 7~ Problem

~Andrea~

Waktu menunjukan pukul lima sore saat kami sampai di rumah Kyla. Rumahnya cukup mewah namun tidak sebesar rumahku. Di depannya terdapat taman yang kecil dan di sebelahnya terdapat garasi mobil.

Saat masuk kalian akan di sambut dengan ruang tamu yang penuh warna. Temboknya berdominan warna cream dengan beberapa hiasan dinding yang menambah kesan elegan.

Setelah ruang tamu terdapat ruang keluarga yang bersebelahan dengan taman belakang. Aku langsung menyukai taman yang ada di halaman belakang, itu sangat bagus. Ruang keluarganya mempunyai dinding yang berwarna-warni dengan furniture dan sofa dengan berbagai macam warna. Terdapat banyak sekali rak buku yang diisi dengan banyak buku. Di sebelah kiri ruang keluarga terdapat tangga untuk menuju ke lantai dua. Sementara dapur berada di belakang ruang keluarga, aku belum melihatnya tapi sepertinya dapurnya berwarna putih.

Saat aku datang kedua orangtua Kyla belum pulang. Kami pun segera menuju kamar Kyla untuk bersantai-santai dan sekedar mengobrol. Sesuai janjinya dia menunjukan idolanya. Dia menjadikan Chen sebagai biasnya, sedangkan aku, aku bingung untuk memilih biasku jadi kuputuskan untuk menyukai semua member EXO.

"Orang tuamu pulang jam berapa Kyl?" Tanyaku sambil mendengarkan lagu growl milik EXO yang dimainkan di speaker dengan keras.

"Palingan bentar lagi mamah aku pulang. Kalau papah paling agak malaman. Kenapa gitu?"

"Gak penasaran aja." Aku pun kembali berbaring di kasur Kyla sambil memainkan gelang persahabatan kami.

"Kira-kira persahabatan kita bertahan sampai berapa lama ya?" Tanyaku secara tiba-tiba.

"Entahlah. Tapi aku harap sampai kita tua! Habisnya aku sayang banget sama kalian." Sahut Kyla sambil melihat gelangnya dengan teliti.

"Sama kita atau sama Alex?" Godaku.

"Apaan sih Dre!" Serunya sambil melemparkan bantal ke arahku. Aku pun tertawa melihat mukanya yang sudah memerah.

"Aku gak ngerti kok bisa kamu suka sama orang cuek dan jahil kayak Alex." Tanyaku jujur.

"Kamu gak tau apa-apa tentang dia Drea. Aku satu sekolah sama dia waktu SMP, dan kita mulai dekat waktu kelas sembilan. Janji jangan cerita ke cowok-cowok ya? Aku tau sedikit masalah Alex." Katanya dan aku langsung bersemangat mendengarnya.

"Mamahnya Alex sudah meninggal waktu dia masih kecil, terus hubungan dia dengan papahnya gak terlalu baik. Aku kurang ngerti soal masalah dia, yang jelas dia di rumahnya kurang kasih sayang. Makannya sikap dia jadi kayak gitu. Tapi dia baik banget orangnya, makannya aku suka." Tutur Kyla. Aku jadi mengerti mengenai sikapnya yang cuek sekarang.

"Kamu sendiri, gimana sama Revan?" Tanya Kyla.

"Gimana apanya?" Tanyaku bingung.

"Ya hubungan kalian. Jelas banget kalau Revan suka sama kamu." Kata Kyla menganggetkanku. Apa bener Rafa suka sama aku? Tapi gak mungkin kita kan sahabatan.

"Masa sih? Kita kan sahabatan, lagian aku kurang ngerti soal suka-sukaan kayak gitu." Jawabku jujur. Walaupun aku menyukai novel romance tapi sama sekali tidak pernah kupikirkan bahwa aku akan mempunyai seorang pacar di dunia nyata.

"Beneran, kamu nganggep dia cuman sebagai teman?" Tanya Kyla tidak percaya.

"Beneran. Asal kamu tahu aja, ini pertama kalinya aku mempunyai teman seperti kalian. Itu pun aku masih ragu, kalau bukan papa yang ngasih saran aku pasti masih tertutup sama kalian." Tuturku.

"Memang sesulit itu ya bagi kamu?" Tanya Kyla penasaran.

"Sulit banget. Aku punya masa lalu yang buruk soal pertemanan, sebenarnya jujur aku masih takut kalian akan meninggalkanku." Jawabku jujur.

"Hei, you can trust us! Aku dan yang lainnya gak akan pernah ninggalin kamu." Tutur Kyla meyakinkanku.

'Tapi aku yakin, kalau kalian tahu kondisi aku yang sebenarnya kalian pasti meninggalkanku.' Kataku dalam hati. Aku hanya tersenyum sedih membalasnya.

"Bagaimana kau mengetahui soal Alex sebanyak itu?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Oh itu. Waktu itu aku tidak sengaja mendengar Alex yang bercerita kepada guru BK di SMP. Semenjak itu pandanganku berubah padanya." Jawab Kyla.

"Bagaimana rasanya menyukai seseorang?" Tanyaku penasaran.

"Rasanya luar biasa! Hal-hal kecil yang dia lakukan kepadamu akan membuatmu sangat bahagia. Intinya saat kau menyukai seseorang kau seperti sedang menaiki roler koster. Rasanya menakutkan, menegangkan, dan menyenangkan. Semua itu menjadi satu. Jantungmu akan berdebar keras saat bersamanya. Kadang kala dia bisa membuatmu sedih dan kadang dia dapat membuatmu sangat-sangat senang." Jawabnya sambil tertawa bahagia. Dia sangat imut di saat seperti ini.

"Apa kau tidak takut cintamu tidak terbalas, atau malah dia akan menyakitimu suatu hari?" Tanyaku.

"Sejujurnya aku tidak terlalu memikirkan hal itu. Itu kan berada di masa depan, aku hanya mau menikmati masa-masa sekarang. Lagian kan waktu tidak dapat di putar ulang, aku tidak mau menyesal di kemudian hari karena tidak memilih pilihan yang benar."

"Bagaimana kau mengetahui hal itu adalah pilihan yang benar? Bagaimana jika ternyata kau memilih pilihan yang salah?" Tanyaku, dan entah mengapa dia tertawa mendengar pertanyaanku.

"Aku tidak mengetahui hal yang kupilih benar atau salah Drea. Aku tidak mengetahui seperti apa masa depan itu. Walaupun pilihan yang kupilih saat ini salah, setidaknya aku bisa belajar darinya. Lagi pula aku menikmati pilihanku untuk menyukai dirinya. Jangan terlalu memikirkan hal-hal rumit seperti itu. Aku tidak habis pikir kau akan bertanya-tanya hal-hal seperti itu. Kau sangat polos." Katanya sambil memelukku.

"Apa yang salah dengan pertanyaanku?" Tanyaku heran dengan komentarnya.

"Tidak ada yang salah. Aku menyukaimu Drea." Katanya sambil memelukkku sekali lagi. Aku hanya dapat membalas pelukkannya kebingungan.

"Kau kenapa sih?" Tanyaku kebingungan.

"Tidak ada. Hanya saja kau sangat polos." Sahut Kyla sambil tertawa. Mendengar jawabannya aku hanya memanyunkan bibirku dengan kesal.

"Kyla! Mamah pulang!" Seru mamah Kyla dari bawah.

"Iya mah!" Teriak Kyla dari kamarnya.

"Ayo, kita perkenalkan dirimu kepada mamah." Ajak Kyla sambil menarik tanganku ke bawah. Tanganku berkeringat lagi sekarang.

"Hei mah." Sapa Kyla sementara aku bersembunyi di belakang tembok.

"Hei sayang. Mana temanmu?" Tanya mamah Kyla.

'Hey ayo keluar!' Bisiknya menyuruhku keluar sambil menggerak-gerakkan tangannya.

"Halo tante." Sapaku pelan.

"Hei! Kau pasti Andrea. Kau persis seperti yang Kyla katakan, sangat manis!" Seru mamah Kyla sambil memelukku.

Tidak heran dari mana Kyla mendapatkan sifat friendlynya itu. Aku hanya tersenyum mendengar komentarnya. Yaps like mother like daugther. Kata-katanya persis seperti Kyla saat pertama kali kita bertemu.

Mamah Kyla berpenampilan sangat modis, seperti yang kalian tahu dia adalah seorang designer. Dia mempunyai rambut panjang dan sedikit bergelombang dan berwarna merah marun. Wajahnya sangat cantik sama seperti Kyla. Dia terlihat seperti berumur dua puluhan akhir walaupun aku yakin umurnya sudah empat puluh ke atas sama seperti mamaku. Mamah Kyla lebih tinggi dari pada mama, mungkin tingginya sekitar 170 cm kurang. Kulitnya sedikit kecokelatan namun hal itu membuatnya bertambah cantik.

"Hei mah! Jangan seperti itu." Protes Kyla.

"Seperti apa? Aku hanya memberinya pelukan saja." Balas mamah Kyla. Aku hanya tertawa kecil mendengar perdebatan mereka.

"Hari ini Andrea mau makan apa untuk menu makan malam?" Tanya mamah Kyla kepadaku.

"Terserah tante saja." Jawabku.

"Jangan begitu. Bilang saja apa yang kau mau Andrea." Protes mamah Kyla.

"Hmm... Aku mau sesuatu yang berkuah!" Seru Kyla.

"Baiklah! Ada saran Andrea?" Tanya mamah Kyla kepadaku.

"Panggil dia Drea saja mah!" Saran Kyla.

"Baiklah Drea, ada saran?" Tanyanya lagi. Aku pun mulai berpikir cukup lama.

"Ba-bagaimana kalau cream soup jagung? Aku sangat menyukai hal itu." Jawabku takut.

"Ide bagus! Baiklah akan tante masakan." Jawabnya sambil menuju ke arah dapur.

"O iya Kyl! Mamah membawa kue brownies, kalian makan saja sambil menunggu mamah memasak." Seru mamah Kyla dari dapur.

"Baik mah!" Sahut Kyla. Kita pun menunggu di halaman belakang sambil memakan brownies cokelat. Aku pun memandang sekitar dan masih saja terkagum akan indahnya taman ini.

"Hei, kalau suatu hari kau menyadari perasaanmu, biarkan aku yang mengetahui pertama ya?" Sahut Kyla memecah kesunyian.

"Tentu saja. Tapi kenapa kau begitu yakin aku akan menyukainya?" Tanyaku.

"Percayalah, kau pasti akan menyukainya. Aku yakin akan hal itu. Kau saja yang belum menyadarinya." Serunya sambil membaringkan dirinya di teras.

"Belum tentu! Kau sendiri yang bilang kalau kau tidak dapat mengetahui masa depan." Protesku.

"Memang, tapi aku mempunyai firasat kalian akan bersama." Kyla pun memakan kembali sepotong brownies itu. Aku pun ikut mengambil dan berbaring tepat di sebelahnya.

"Bagaimana kau bisa menyukai Alex?" Tanyaku.

"Awalnya aku tidak menyukainya karena sifatnya yang cuek itu, tapi entah mengapa saat akhir semester di kelas delapan dia mulai menjadikanku sebagai target kejahilannya. Awalnya aku risih dengan semua itu namun lama kelamaan aku terbiasa dengan kejahilannya dan merasa aneh bila dia tidak menjahiliku. Sejak itu aku dekat dengannya." Jawabnya. Aku pun mendengarkannya dengan serius dan tertarik.

"Kita semakin dekat saat di kelas sembilan. Asal kau tahu saja dia tergolong cowok yang populer sehingga aku merasa risih dengan kehadirannya. Makannya saat kau mengatakan hal yang sama di perpustakaan waktu itu aku langsung menyukaimu." Tuturnya dan aku hanya mengangguk-anggukkan kepalaku.

"Aku mengetahui bahwa aku menyukainya saat aku tak sengaja melihat seseorang perempuan menyatakan perasaanya.

Saat itu sepulang sekolah aku menunggunya karena biasanya kita pulang bersama, namun waktu itu dia belum datang menjemputku. Aku pun mencarinya dan menemukannya di lorong menuju aula.

Aku mengintip dan melihat bahwa seorang adik kelas sedang menyatakan perasaannya. Saat wanita itu mengatakan kalau dia menyukai Alex entah mengapa hatiku rasanya sakit dan seketika air mataku mengalir.

Aku langsung berlari dari tempat itu tanpa mendengar jawaban Alex. Aku menangis begitu sampai di rumah dan mengurung diriku di dalam kamar.

Kakakku melihatku yang menangis mencoba untuk menghiburku dan aku menceritakan seluruh kejadiannya kepada kakak. Kakak berkata bahwa aku menyukai Alex. Awalnya aku tidak menerima kenyataan bahwa aku menyukai Alex sebagai laki-laki, aku membantah hal itu. Namun setelah merenung sepanjang malam, akhirnya aku menerimanya." Kyla berhenti untuk meminum air dan memakan browniesnya sejenak.

"Esoknya aku menghindari Alex sebisa mungkin. Itu hal tersulit dan akhirnya gagal karena Alex selalu saja dapat menemukan cara agar aku berbicara kepadanya.

Aku mengetahui bahwa Alex menolak gadis itu saat teman-teman sekelasku membicarakan betapa kejamnya kata-kata Alex saat menolak gadis itu. Alex pun terkenal sebagai laki-laki dingin. Aku bersyukur karena Alex tidak menerima pernyataan cintanya namun disisi lain aku takut aku akan menjadi sama seperti gadis itu saat aku menyatakan perasaanku. Itulah mengapa sampai sekarang kita hanya menjadi teman." Sahutnya sambil menghela nafas panjang.

"Hmm... Tapi menurutku Alex menyukaimu juga." Kataku.

"Ya aku juga merasa begitu, sikapnya kepadaku tidak seperti kepada cewek lain bahkan kepadamu. Tapi aku tidak mau menjadi kegeeraan dengan hal itu. Siapa tau dia hanya menganggapku sebagai sahabatnya." Tuturnya.

"Aku kurang mengerti tentang hal itu. Tapi aku akan membantumu untuk berpacaran dengannya. Walaupun hal itu terdengar aneh ditelingaku. Pacaran!" Kataku sambil tertawa karena mendengar kata pacaran membuatku geli. Kyla pun ikut tertawa mendengar perkataanku.

"Terimakasih Drea!" Katanya dengan tulus sambil memelukku.

"Girls dinner is ready!" Seru mamah Kyla dari dapur. Kami pun beranjak dari taman menuju dapur untuk makan malam.

Seperti yang kuduga dapurnya berwarna putih. Ruang makan dan dapur menjadi satu. Terdapat meja makan dari kaca dengan keenam kursinya.

Aku dan Kyla mengambil kursi di sebelah kiri sementara mamah Kyla mengambil kursi tepat di depanku. Aku pun mulai memakan supnya dan ini sangat enak!

"Bagaimana enak?" Tanya mamah Kyla yang dari tadi mengamatiku. Aku pun mengangguk dengan penuh semangat dan melanjutkan aktifitas memakanku. Kyla dan mamahnya hanya tertawa melihat tingkah lakuku. Sifatku akan berbeda jika di depan makanan enak.

"Papah pulang terlambat lagi ya mah?" Tanya Kyla di tengah dentingan piring.

"Iya, hari ini dia lembur. Ada masalah di perusahaannya jadinya dia lembur hari ini." Jawab mamah Kyla.

"Memang papah Kyla kerja apa?" Tanyaku penasaran.

"Dia bekerja sebagai plan manager di salah satu perusahaan makanan." Jawab mamah Kyla.

"Kalau orangtuamu Drea?" Tanya Kyla.

"Papa bekerja sebagai profesor, dia ahli kimia. Aku juga kurang mengerti pekerjaannya apa tapi sekarang dia sedang melakukan suatu projek. Kalau mama dia awalnya seorang jurnalis namun sekarang dia seorang ibu rumah tangga." Jawabku.

"Wah keren sekali kedua orangtua mu. Aku yakin papahmu pasti sangat pintar." Seru Kyla.

"Ya kau benar, dia sangat pintar hanya saja kepintarannya tidak menurun kepadaku." Keluhku. Mamah Kyla pun tertawa mendengar perkataanku.

"Aku yakin kau pasti bagus dalam suatu hal sayang. Sama seperti Kyla dia tidak mewarisi bakatku dan papahnya. Entah apa bakatnya aku sendiri tidak tahu." Katanya sambil tertawa.

"Mamah!" Protes Kyla. Tiba-tiba saja ponselku berdering. Aku pun mengeceknya, kepanikan melanda pikiranku ketika melihat id si penelphone.

"Siapa?" Tanya Kyla menmyadari kepanikanku.

"Papahku! Aku yakin dia mengetahui segalanya sekarang. Bagaimana ini?" Tanyaku panik.

"Apa yang terjadi sebenarnya?" Tanya mamah Kyla. Kyla pun mulai menceritakannya sejak awal.

"Kalau begitu sebaiknya kau mengangkat telphonemu. Tante yakin orangtuamu pasti sangat khawatir saat ini." Katanya. Aku menurutinya dan mengangkat telphoneku setelah deringan yang ke berapa kalinya.

"Halo pah."

"Drea! Kenapa kau tidak bilang pada papa sama sekali kalau kau tadi pergi ke mall bersama Kyla!" Bentak papa. Aku terhenyak sedikit dan saat ini aku sangat ingin menangis mendengar papa yang begitu marahnya.

"Ma...Maaf pa... Aku tidak bermaksud untuk membohongi kalian. Aku hanya bermain bersama Kyla dan tidak terjadi sesuatu pa.." Kataku gugup sambil menggigit bibir bawahku.

"Kau tahu seberapa khawatir mama saat tahu kalian hanya berdua saat di mall?!"

"Ma..Maaf.." Kataku pelan. Papa menghela nafasnya mendengar diriku yang hampir menangis.

"Beritahu alamat rumah Kyla sekarang papa akan menjemputmu." Katanya sebelum memutus hubungannya.

"Bagaimana?" Tanya Kyla khawatir. Aku hanya menunduk lesu menahan tangisanku. Aku belum pernah melihat papa semarah ini sebelumnya, ini sangat menakutkan.

"Papa sangat marah kepadaku. Dia akan menjemputku sekarang, dia meminta alamat rumahmu." Tuturku pelan. Kyla menghela nafas panjang dan memelukku.

"Biar tante yang menuliskan alamatnya." Kata mamah Kyla. Aku pun menyerahkan ponselku agar mamah Kyla dapat mengirim pesan kepada papa.

Aku hanya bisa menerima nasibku nanti saat di marahi. Ini memang salahku karena aku terlalu keras kepala untuk bermain bersama Kyla tanpa di temani.

"Sudah tante kirimkan. Ini foto ayahmu?" Tanya tante melihat foto profile papa di Linenya. Aku hanya menganggukkan kepalaku untuk menjawabnya.

"Mana! Mana aku mau lihat!" Seru Kyla bersemangat. Kyla pun segera bangkit dari kursinya dan dengan semangat berlari ke belakang mamanya dan langsung merebut handphoneku dari tangan mamanya sendiri.

"Ayahmu tampan." Kata mama Kyla sambil tertawa.

"Benar dia tampan walaupun sudah tua. Saat kau bilang papahmu adalah seorang profesor aku kira wajahnya akan seperti profesor-profesor yang ada di film-film" Sahut Kyla.

"Andai saja papahmu seganteng itu Kyl, mamah pasti akan bahagia." Komentar mamah Kyla mencairkan suasana.

"Apaan sih mah! Jangan mulai deh! Aku laporin papa lho" Seru Kyla kesal. Aku pun tertawa pelan mendengar percakapan mereka. Mereka pun tersenyum melihatku yang tertawa.

"Nah gitu dong! Jangan terlalu dibawa sedih, sayang. Senyummu sangat manis." Kata mamah Kyla kepadaku dengan lembut. Aku seperti merasa mempunyai ibu kedua. Aku pun tersenyum lembut menjawabnya.

"Yang tadi berarti bohongan kan mah? Mamah masih meyukai papahkan?" Tanya Kyla lebih serius sekarang. Mamahnya hanya tertawa mendengar pertanyaan konyol dari anaknya itu.

"Ya tentu saja sayang! Mamah masih mencintai papah kok." Seru mamahnya sambil tertawa. Tak lama kemudian bel rumah pun berbunyi dan saat itu juga tubuhku kembali menegang.

"Biar tante yang buka kan lebih dulu. Kau siap-siap saja dulu Drea. Kyla bantu Andrea ya." Kata mamah Kyla sambil beranjak menuju pintu depan.

"Pasti dong mah!" Seru Kyla sambil menarik tanganku menuju kamarnya dimana terletak tas dan jaketku di sana. Setelah selesai mengambil barang-barangku, aku pun turun dan mendengar percakapan mamah Kyla dan papa diselingi dengan tawa.

"Nah, itu mereka." Sahut mamah Kyla saat melihat kami.

"Hallo, om." Sapa Kyla kepada papaku.

"Hallo juga. Jadi ini yang namanya Kyla." Kata papa dengan senyum lebar di wajahnya.

"Iya om, saya Kyla. Sahabatnya Andrea!" Seru Kyla dengan ceria.

"Makasih ya buat jadi sahabatnya Drea. Anak om yang satu ini susah banget buat nyari temen." Kata papa sambil mengacak-ngacak rambutku.

"Sama-sama om. Saya juga seneng banget loh Andrea bisa jadi sahabat saya." Seru Kyla.

"Baguslah kalau begitu. Om titip Andrea di sekolah ya. Sekarang saya pamit dulu ya, sudah malam. Ayo Drea!" Sahut papa sambil berpamitan kepada mamah Kyla.

"Tante, Kyla makasih ya. Sorry ngerepotin, saya pamit." Kataku dengan sopan.

"Gak kok gak ngerepotin, malah tante seneng kalau ada Drea. Jangan bosen-bosen main ke sini." Seru mamah Kyla sambil mengantar kami menuju pagar. Aku berpelukan dengan Kyla sebelum masuk mobil sambil mengucapkan permintaan maaf.

Saat masuk mobil dan memulai perjalanan suasana hening yang mencekam terjadi selama beberapa menit. Lagi-lagi tanganku kembali berkeringat dan jantungku berdegup dengan kencang. Aku mencari keberanian dan memulai kata-kata penyesalan dan permintaan maafku.

"Papa.... I'm really sorry about this. I don't mean to lie to you. I..I..just want to hangout with Kyla without you. I want to feel like ordinary girls in my age." Seruku sambil terbata-bata dan dengan suara yang kecil. Aku tidak dapat menahan air mataku yang jatuh sekarang. Papa sama sekali tidak membalas perkataanku sama sekali dan hal ini lebih seram dari pada di omeli mama.

"I'm really sorry..." Kataku menyesal dan mulai menitikan air mataku. Papa menambah laju kecepatannya membuatku menangis ketakutan. Tiba-tiba saja papa meminggirkan mobilnya di tengah jalan dan memelukku. Papa menenangkanku sambil mengelus-ngelus punggungku.

"Ssshh.... Udah-udah... Dont cry..." Kata papa dengan lembut. Tapi bukannya berhenti menangis tapi tangisanku semakin menjadi-jadi.

"Shhss.. Dont cry my baby girl... Papa ngerti kok.. Nanti papa bantu jelasin ke mama ya.." Kata papa menghiburku.

"Ta..Tapi aku udah ngecewain mama.." Kataku disela-sela tangisanku. Papa mengelus punggungku kembali.

"Mama pasti ngerti kok, kalau kamu cerita yang sebenarnya.." Kata papa sambil melepas pelukannya dan mengelus kepalaku. Papa menatap lembut diriku. Papa mengelus rambutku sampai aku tenang dan melanjutkan perjalanan. Setelah yakin bahwa aku cukup tenang, papa mulai mengintrogasiku secara lembut.

"Gimana ceritanya sampai kamu gak nurut sama mama?" Tanya papa lembut.

"Dre..Drea gak bermaksud untuk gak nurut sama mama. Mama ngasih beberapa syarat supaya aku bisa pergi dan salah satu syaratnya suruh kakak mengawasi kita. Ta..Tapi mama gak ngasih tau kakak suruh ngejagain aku, jadi aku pikir aku gak usah ngasih tau kakak biar aku bisa berduaan sama Kyla jadi aku bisa lebih deket sama dia. Lagian rencananya hari ini seharusnya menjadi Girls Day Out." Tuturku dengan terbata-bata karena cegukan akibat menangis.

"Hmmm... Jangan diulangi lagi ya.... Papa tahu kamu tidak bermaksud untuk melawan mama, tapi kamu harus mengerti bahwa mama sayang sama kamu makannya dia khawatir. Seharusnya kamu nurut aja sama mama oke?" Aku pun menganggukkan kepala lemah.

"Janji Drea gak bakalan ngulangin lagi." Kataku dengan penuh penyesalan.

"Gitu dong." Sepanjang di perjalanan papa mendengarkan ceritaku mulai dari awal sampai akhir perjalananku hari ini. Dia sempat berkomentar dan menyetujui tindakan Rafa saat di game master hari ini, dia pun sesekali tertawa akibat ceritaku yang entah bagian mananya yang lucu.

Sesampainya di rumah, mama dan kakak langsung menceramahiku dan memarahiku. Aku benar-benar menyesal telah membuat mereka khawatir, namun aku tidak menyesal dengan semua tingkah lakuku.

Hari ini bisa dibilang hari terbaik yang pernah aku alami, ya walaupun aku sempat mendapat beberapa masalah.

Setelah selesai menjelaskan semuanya secara singkat kepada mama dan kakak dibantu oleh papa, akhirnya mereka mengerti. Aku langsung beranjak ke kamarku dan tidur karena terlalu kelelahan akibat aktivitas yang sangat melelahkan hari ini.

Setelah rutinitas sebelum tidurku aku langsung berbaring di kasur dan sangat yakin akan bangun siang esoknya. Untung saja besok aku tidak sekolah. Aku pun mengubur kejadian hari ini dan beralih ke dunia mimpi dengan sangat cepat.