Miami Beach, Florida
Jace tampak melamun dipinggiran pantai. Pikirannya melayang membayangkan pertemuannya dengan gadis misterius ditempat ini. Si pemilik siluet amber yang mampu memikatnya bahkan sebelum mereka sempat berkenalan.
Tepukan lembut pada pundaknya membawa kesadarannya kembali. "Mikirin apa sih?" Tanya Lilia, teman kencan Jace.
Menepuk ruang kosong di sebelahnya. "Duduklah di sini."
"Jangan bilang kalau kau sedang memikirkan wanita lain." Ancam Lilia.
"Aku memang sedang memikirkannya." Uangkapnya secara terang-terangan.
Mendorong kasar pundak kekar. "Aku tidak suka kau memikirkan wanita lain saat bersamaku!"
"Ralat, bukan wanita, tapi gadis. Aku yakin belum ada satu pun benda tumpul yang memasukinya." Tidak sepertimu yang sudah longgar. Lanjutnya dalam hati sembari tersenyum mengejek.
"Aku tidak suka dibanding-bandingkan dengan wanita yang sama sekali tidak berpengalaman."
"Yang tidak berpengalaman yang lebih menantang."
Sorot mata Lilia berkobar amarah. "Selama ini tak kubiarkan pria mana pun mengencaniku. Tapi kau, lancang sekali kau memikirkan wanita sialan itu. Wanita yang kau bilang apa tadi? Masih perawan. Cih, perawan saja kau banggakan. Aku dulu juga perawan, tapi kau merenggutnya. Dan setelah ini, kau ingin membuangku ke jalanan. Tidak Jace. Tidak akan ku biarkan hal itu terjadi."
Tersenyum tipis. "Kita lihat saja nanti!"
Sikap Jace yang sudah tak menghargai keberadaannya membuat Emosi Lilia memuncak. "Kau sudah tak menghargaiku lagi. Jadi buat apa aku di sini." Menyentak kasar lengan kekar yang melingkari pinggangnya.
Gerakan Jace lebih cepat dalam merengkuh kembali pinggang Lilia. "Aku tidak suka diabaikan, Lilia." Suaranya menajam.
Lilia muak. Ia menonjok perut Jace dengan sikunya sehingga pelukan terlepas.
"Shittt, kau ke mana?"
"Masih berani kau bertanya aku mau ke mana? Memuakkan." Melempari Jace dengan tatapan penuh luka sebelum enyah dari hadapan lelaki tak berperasaan yang bodohnya ia cintai dengan sangat dalam.
Cinta? Aku mencintainya? Omong kosong. Gumamnya dalam hati.
"Berhenti di tempat mu atau kupatahkan kedua kakimu, Lilia!" Ancam Jace. Namun, Lilia sama sekali tak mengindahkan.
"Awas saja kau Lilia! Tunggu hukuman dariku. Tidak ada yang berani melawan perintahku." Tersenyum smirk ke arah punggung ringkih yang berjalan meninggalkan bibir pantai. "Dan kau sudah salah besar karena berurusan denganku. Jace Montana, tidak menerima penolakan."
--
"Apa yang kau lakukan di sini? Mana wanita mu? Apa Lilia tidak ikut?" Tanya Daniel, sahabat masa kecil Jace.
Menoleh ke belakang. "Tentu saja ikut. Dan kau ... apa yang kau lakukan di sini?"
"Pantai ini milik umum. Siapa pun bisa berkunjung ke sini termasuk aku."
"Ya, ya, ya, itu benar."
"Di mana Lilia? Dari tadi aku tidak melihatnya?"
"Apa kau merindukannya?" Menyelidik wajah Daniel.
"Aku dan Lilia sudah berteman lama."
"Aku tidak memintamu menjelaskan." Menguncikan tatapannya pada deburan ombak. Sesekali melirik Daniel. "Dia ada di kamarnya. Jika mau pakai saja."
Mencondongkan tubuhnya ke depan. "Jangan bilang kalau kau sudah dapat mainan baru."
"Sayangnya belum, tapi aku sudah hilang selera dengan Lilia. Dia membosankan."
Daniel tertawa sinis. "Baru sekarang kau bilang bahwa Lilia membosankan setelah hampir lima tahun kalian berpacaran. Kau laki-laki yang sangat memuakkan. Kau nikmati tubuhnya. Setelah itu, kau buang begitu saja."
Bagi Jace, tidak ada gunanya menjelaskan bahwa hubungan antara dirinya dan Lilia hanya teman kencan biasa, tanpa ada percikan asmara.
"Jika Lilia tahu mengenai hal ini. Dia akan sakit hati."
Menoleh pada Daniel. "Kau berniat memberitahunya? Silakan saja." Suaranya mengancam.
"Kau tak bisa menjadikan Lilia sebagai pemuas napsumu saja, Jace. Ini kekejaman yang tidak bisa kutoleransi."
"Ada beberapa hal yang tidak perlu orang lain tahu, lagi pula aku berkencan dengan banyak wanita, tidak hanya dengan Lilia."
"Tapi hanya Lilia yang kau sewakan apartement. Semua fasilitasnya kau penuhi. Apa namanya kalau bukan wanita istimewa, hah?"
Itu karena ... ah, sudahlah. Meskipun kujelaskan kau tidak akan mengerti.
"Sudahlah Daniel. Berhenti ikut campur. Aku tahu kita bersahabat sejak kecil, tapi kau harus bisa membedakan urusan pribadi dan-" belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Daniel sudah pergi.
Jace menggeram kesal dengan tingkah Daniel. "Memuakkan."
Dia membaringkan tubuhnya berbantalkan kedua lengan. Pikirannya melayang pada kejadian 2 bulan lalu.
"Dua bulan ini aku disibukkan dengan urusan bisnis. Sekarang, aku di sini, menunggu dipertemukan kembali denganmu, Miss Amber." Begitulah Jace menyebut gadis misterius tersebut.
--
FLASHBACK ON
Jace sedang menikmati keindahan pantai Miami dari jarak jauh. Tanpa sengaja tatapannya terpaku pada gadis cantik yang sedang duduk di bibir pantai sembari menikmati deburan ombak.
Gadis itu mengenakan dress pantai bertali spaghetti. Dari arah belakang kulitnya terlihat pucat, rambut pirangnya tergerai indah. Beberapa helai rambut saling berterbangan.
"Cantik." Pujinya meskipun wajahnya tak terekpos. Ya, memang seperti itulah seorang Jace. Dia bisa mengukur kecantikan seorang wanita tanpa harus bertatap muka.
Dan itu terbukti benar. Ketika sang wanita memutar tubuhnya. Kecantikannya mampu membuat air liur Jace menetes.
Jace tak mampu mengalihkan pandangannya dari sepasang manik manik amber yang menariknya dengan sangat kuat meskipun hanya menatapnya sekilas. "Wanita seperti inilah yang kumau."
Tidak mau hilang kesempatan. Dia memberi perintah kepada anak buahnya. "Bawa gadis itu ke hadapanku."
Dari balik teropong. Banyak gadis di bibir pantai. Gadis mana yang Jace maksud?
"Sir, gadis mana yang Anda maksud?"
"Dasar bodoh. Gadis yang disa-" kalimatnya terjeda. Gadis tersebut sudah pergi.
"Cepat cari gadis itu!"
"Sebutkan ciri-cirinya supaya mempermudah kami dalam melakukan pencarian."
Jace menyebutkan bahwa gadis tersebut memakai dress biru laut bermotif bunga-bunga kecil. Panjang dress tersebut di atas lutut dan memiliki tali spaghetti. Gadis tersebut berambut pirang.
"Dan dia bermata amber."
Seluruh anak buahnya di kerahkan menyisir lokasi di sekitar pantai. Namun, yang dicari tidak juga di temukan. Gadis tersebut bagaikan menghilang di terpa ombak laut.
--
"Mr. Montana, maafkan kami. Semua tempat sudah kami sisir, tapi gadis yang Anda maksud tidak dapat kami temukan."
"Dasar bodoh. Cari sampai ketemu!" Bentaknya.
Mereka semua membungkuk lalu pergi.
"Menemukan satu gadis saja tidak becus!" Umpatnya entah pada siapa karena nyatanya ia sedang sendirian.
FLASHBACK OFF
--
Jace menyandarkan tubuhnya pada daun pintu. Tatapannya mengunci pada Lilia yang terlihat sedang menatap deburan ombak. Dia yakin wanita itu sedang melamun. Terbukti kan sentuhan lembut pada pundaknya membuat Lilia tersentak.
"Memikirkan apa?"
"Bukan apa - apa." Singkat padat namun tidak jelas, itulah jawaban yang terlontar dari bibir Lilia.
"Biasanya kau banyak bicara sampai telingaku sakit." Melirik sekilas Lilia. "Hari ini, kau berbeda. Kau lebih banyak diam."
Lilia tidak menjawab.
"Apa kau masih marah padaku, Lilia?"
"Tentu saja."
"Ingat Lilia, kita hanya berkencan."
"Aku tahu."
"Bagus, artinya kau tahu tidak ada perasaan di dalam kencan kita." Jace mulai memicingkan matanya. Rasanya sudah tidak sabar menunggu apa yang akan Lilia katakan.
"Aku tidak suka kau menyebut wanita lain saat kita sedang berkencan."
"Bukan wanita, tapi gadis. Inga, belum ada satu pun-"
"Cukup Jace!" dadanya naik turun menahan amarah dan Jace suka itu. "Aku tidak sudi mendengarnya lagi."
Menyungging senyum masam lalu pergi.
--
Jace kesal karena Lilia sudah melanggar janjinya. Dari awal sudah dia tekankan bahwa tidak ada perasaan selama mereka berkencan, tapi Lilia ...
"Tanggung sendiri akibatnya Lilia, karena aku tidak akan bertanggung jawab atas perasaanmu padaku." Dan yang harus bertanggung jawab atas semua ini adalah Andrew Hitson.