Chereads / Love My Enemy / Chapter 4 - Luapan Amarah

Chapter 4 - Luapan Amarah

Entah apa yang harus Lilia Katakan. Bibirnya terasa kelu, lidahnya membeku.

Menjauhkan pistol dari pelipis Lilia. "Katakan."

"A-aku ... "

Jace menunggu Lilia menjelaskan, akan tetapi Lilia tak mampu berkata-kata.

Jace muak.

"Kau tentu tahu konsekuensinya jika menghianatiku. Jace Montana, tidak mengenal kata ampun apalagi dari wanita menjijikkan seperti mu."

Mendongakkan wajah. "Kau meniduriku berulang kali dan kau bilang aku menjijikkan." Bentaknya dengan sorot mata terluka.

"Milikku yang sudah tersentuh lelaki lain. Tak lebih dari barang bekas." Kilat matanya mencemooh. "Apa saja yang Mike tawarkan? Mobil, apartement, uang, barang-barang branded-"

"Dia tidak menawarkan apa pun." Potong Lilia.

Berdecih. "Berapa dolar dia berani membayarmu, hah? KATAKAN!"

"Aku tidak menjual diriku, Mr. Montana." Penuh penekanan pada setiap kata.

"Di mana kau menyimpan kartu nama Mike? Tunjukkan padaku dan kuhentikan siksaanmu."

"Sungguh aku tidak tahu di mana kartu nama itu. Aku sudah menyimpannya atau belum? Entahlah, karena Anak buahmu langsung menyeretku."

"Omong kosong." Geram Jace. Hampir saja memukulkan ujung pistol ke kepala Lilia, akan tetapi segera mengurungkannya.

Jari telunjuk menekan dagu Lilia, menelisik ke kedalaman mata. "Kau pikir aku percaya dengan semua yang kau katakan? Sama sekali tidak."

"Aku berkata jujur. Kumohon, percayalah padaku."

Mencondongkan wajahnya ke depan berselimut sorot mata tajam. "Tidak ada satu pun penghianat yang berkata jujur kecuali mendekati kematian." Mengangkat sudut bibirnya. "Apakah kau merasakan ini, Lilia?" Menekankan ujung pistol ke pelipis.

Lilia menggigil ketakutan. "Kumohon, ampuni aku. Aku mengakui kesalahanku karena pergi secara diam-diam, tapi Mike. Sungguh aku tidak membuat janji dengannya." Suaranya bergetar. Begitu juga dengan tubuhnya.

"Apa saja yang Mike tawarkan?"

Lord, haruskah aku berkata jujur? Jerit Lilia dalam hati.

"Jangan mempermainkan emosiku, Lilia. CEPAT KATAKAN!"

Mata Lilia berbicara. Bagaimana aku harus mengatakannya dan kenapa kau harus semarah ini melihatku berbicara dengan Mike? Apa kau cemburu?

Mengangkat sudut bibirnya. "Mencemburuimu? Sama sekali tidak." Lagi pula bagaimana seorang Jace Montana merasa cemburu. Perasaannya saja sudah terenggut sejak kecil. Dia tumbuh menjadi manusia yang tidak berperasaan, berhati nurani. Bahkan tidak ada sedikit pun tersimpan rasa belas kasih.

Lilia mencoba menyudutkan Jace. "Jika kau tidak cemburu. Kenapa juga harus marah melihatku bersama pria lain? Harusnya kau tidak semarah ini." Mengatur napasnya. Meski takut tetap bersikap tenang. "Ini tidak adil untukku. Kau bebas berkencan dengan wanita lain sementara aku?"

Sikap memuakkan Lilia inilah yang memancing kembali emosi Jace. "Menuntut keadilan dariku? Itu artinya kau sudah siap-" pistol berselancar dari pelipis pindah ke bibir. "Bersiaplah untuk kematianmu, Miss Hitson."

"K-kumohon, jangan lakukan itu. Hitson, akan murka padamu."

Menyeringai buas. "Itu hanya ada dalam anganmu, Lilia." Buktinya dia menjualmu demi melunasi hutang-hutangnya. Lanjutnya dalam hati.

Siapa pun tolong selamatkan aku. Dad, Mike, please, selamatkan aku. Jerit Lilia dalam hati.

Mencengkeram kuat rahang Lilia. "Wanita rendahan memang sudah seharusnya tinggal di jalanan, bukan di mansion mewah bersamaku."

Menghempas kasar tangan kekar sampai cengkeraman terlepas. "Apa kau sadar dengan yang kau katakan, hah?"

"Sangat sadar."

"Kau sama sekali tidak menganggapku. Aku sudah menemanimu selama lima tahun, Jace, lima tahun."

"Dan itu sepadan dengan yang kau terima selama lima tahun ini. Kau memberiku kepuasan dan aku memberimu kemewahan." Bahkan yang kuberi lebih dari cukup untuk melunasi hutang-hutang Hitson. Menyelamatkan perusahaannya dari kebangkrutan juga ganti rugi atas kebakaran gudang. Semua itu tak ternilai jika di bandingkan dengan ...

Memandang jijik Lilia. Kukira kau wanita terhormat yang bisa kupertahankan. Nyatanya, tak lebih dari wanita serakah.

"Cukup, Jace, cukup!" Jerit Lilia. "Yang kau katakan sangat melukai perasaanku."

"Dan kau pikir, yang kau lakukan tidak melukai harga diriku, hah?" Membenturkan ujung pistol ke lantai. "Seluruh Dunia mengenalmu sebagai teman kencan, Jace Montana. Dan kau bertindak murahan dengan menebar pesona pada pria lain. Itu tindakan paling memalukan."

"Kau hanya peduli pada harga diri dan kehormatanmu saja. Kau tidak peduli pada pera-"

"CUKUP!" Menampar pipi Lilia sampai jemari kekar membekas di pipi sebelah kiri. "Satu kata lagi meluncur dari bibirmu. Bersiaplah tidak akan bisa lagi berbicara untuk selamanya."

Lilia menangis.

Jace benci air mata. "Hapus air matamu!"

Matanya berbicara. Mike, yang baru kukenal bersikap sangat manis padaku dan kau. Kau yang teman kencanku bersikap sangat kejam. Bahkan kau tega menyiksaku tanpa ampun. Aku membencimu, Jace Montana. Sangat membencimu.

"Mike, Mike, Mike." Memukulkan tangannya ke dinding.

Ingatan mengenai kedekatan Lilia - Mike juga kelancangan Mike mencium daun telinga Lilia. Jace murka.

Darahnya mendidih. Sorot mata berubah nyalang. "Ini peringatan terakhir. Jika kau berani menghubungi Mike, mengatur pertemuan dengannya. Bersiaplah, kalian berdua akan kulenyapkan dengan cara paling mengerikan."

Kau hanya bisa mengancamku. Kau tidak bisa melenyapkanku. Karena akulah satu-satunya wanita yang kau kencani selama lima tahun. Akui saja, di dalam lubuk hatimu tersimpan perasaan untukku.

Muak dengan Lilia. Jace meninggalkannya, akan tetapi pistolnya tertinggal di lantai dan ...

"Diam di tempatmu atau pistol ini meledak di kepalamu, Mr. Montana!"

Memutar tubuh. Pistolnya sudah ada di tangan Lilia, di arahkan tepat ke kepalanya.

Sama sekali tidak ada rasa takut. Justru mendekat. Mengarahkan ujung pistol tepat ke jantungnya. "Tunggu apalagi? Tarik pelatuknya!"

Tangan Lilia bergetar. Jace membantunya menarik pelatuk. Buru-buru Lilia melamparnya ke arah samping.

Sudut bibir terangkat dengan tatapan mata tak lepas dari Lilia sembari mengambil pistol yang tergeletak di lantai. "Kau tidak pintar dalam memainkan timah panas, Miss Hitson."

Lilia menjerit ketakutan mendengar suara tembakan. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling memastikan siapakah yang baru saja tertembak. Apakan anak buah Jace, tapi tidak ada bekas darah. Tembakan tersebut di arahkan ke atas.

"Takut, hm?"

Tubuh Lilia masih saja menggigil ketakutan. Ia beringsut ke belakang.

Dalam gerak cepat pinggang ramping berada dalam rengkuhanm tangan kekar. "Dengarkan aku, Miss Hitson. Keahlianmu hanya ... " Menarik rambut Lilia ke belakang lalu mencium bibirnya dengan rakus sampai bibir Lilia bengkak.

"Mari kutunjukkan keahlianmu." Membanting tubuh Lilia ke tengah-tengah ranjang.